Chap. 4

203 16 0
                                    

.

.

.

Mata tajam pemuda berkulit putih pucat itu terus mengikuti pergerakan jarum jam dinding yang menempel tepat diatas papan tulis.

Pemuda itu adalah Oh Sehun.

Pemuda yang terkadang dikatakan vampire karena kulit putih pucatnya dan cukup terkenal dikalangannamja imut dan juga guru. Ah,… tentunya dengan yeoja-yeoja nakal yang sering mengintip.

Yeah, katakanlah kali ini Sehun tidak bisa mengikuti pelajaran dengan khitmat seperti biasanya.

Pasalnya, bangku disebelahnya masih kosong sejak jam pelajaran pertama di mulai.

Khawatir, tentu saja Sehun khawatir. Namja yang juga menjadi roomatenya itu mengatakan akan menyusulnya pergi sekolah. Namun, laki-laki itu tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya.

Ia semakin khawatir saat ia tahu bahwa kekasih 'brengsek' namja itu juga tak masuk sekolah. Ia takut, bagaimana jika namja itu sedang berada di kamar kekasihnya? Ada rasa tak terima, tentu saja.

Sehun tau, namja itu amat sangat mencintai kekasihnya walau kekasihnya telah menyakitinya berulang kali. Tapi Sehun tak habis fikir, mengapanamja itu tetap mempertahankan hubungan mereka setelah ia tahu jika kekasihnya sudah berkhianat padanya? Mengapa ia tak memutuskannya saja? Mengapa ia tak melupakannya?

Namun hanya satu kalimat yang keluar dari bibir namjaitu, 'Apapun yang terjadi aku tetap mencintainya, Sehun.'

Ia menarik nafas dalam-dalam. Memikirkan betapa … dirinya. Sehun tau bagaimana rasanya menjadi namjaitu…

Karena…

Dia juga mencintai seseorang... seseorang yang tak mungkin dapat ia raih kembali…

Sehun yang merasa bosan dengan menatap pergerakan jarum jam yang tak berarti mengalihkan pandangannya kearah jendela ruangan. Sepertinyamoodnya untuk mendengarkan guru Kang yang sedang menjelaskan materi memburuk karena otaknya yang bercabang-cabang.

Ia tersenyum geli bagaimana usahanya dapat bisa masuk kesekolah ini dan bertemu dengan pemuda seperti teman sebangkunya dan ia sangat bersyukur saat wali kelasnya mengatakan bahwa ia sekamar dengan teman sebangkunya.

Apakah itu suatu kebetulan?

Bayangan akan masa lalunya itu buram seketika.

Ia menyipitkan matanya elangnya, mempertajam ke suatu objek di lapangan sekolah. Sosok laki-laki bermata doe–yang membuat moodnya semakin hancur tadi pagi–sedang berjalan menujju keluar area sekolah. yang membuat moodnya hancur tadi pagi.

"Aku baru tahu, burung hantu itu bisa membolos juga." Gumamnya pelan sangat pelan sampai…

PLETAK.

"Ouch!" Ia meringis keras sembari mengusap kepalanya yang terasa sakit.

Sial! Siapa yang berani-beraninya melempar penghapus papan tulis ini? Ia mendengus lalu menatap tajam. "Yach! Siapa yang lakuk–"

overprotective Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang