>>Prolog<<

144 19 0
                                    

"Lana, cepat turun ke bawah! Sarapan udah siap nih!"

Aku langsung terburu-buru keluar dari kamarku, kemudian menuruni anak-anak tangga dengan cepat. "Ah! Aku terlambat!"

Aku langsung duduk di meja makan, tepat sebelum sarapanku dituangkan di atas piring.

"Kok terlambat bangun lagi sih, La? Ini kan hari terakhir liburan musim panas, harus kembali kayak waktu sekolah dulu!" tanya Rion--kakakku--sambil mengunyah nasi di mulutnya.

"Biasa lah, kak. Nonton drakor," jawabku santai. Untung aku udah kerjain pr musim panas waktu Minggu pertama. Bisa nonton drakor sepuasnya! Batinku. Aku menyendokkan omelet ke dalam mulutku.

"Drakor terus, drakor terus. Untung udah kerjain pr musim panas. Kalau nggak, bisa kelar kamu kalau Bu Vivi tahu!" sahutnya lagi, sambil meneguk setengah gelas air.

"Emangnya aku kayak apa di mata kakak sih? Adik yang imut, atau suka marah-marah? Penasaran, nih!" tanyaku, sambil melanjutkan memakan kue kering cokelat.

Perlahan, aku mengangkat tangan kiriku, dan tersenyum "manis" ke arah kakakku itu. Dia tersenyum ngeri melihatnya.

"Ka, kamu adik yang manis, kok, La. Siapa yang bilang kamu adik yang suka marah-marah?" jawab Rion, perlahan mengelus rambutku dengan tangan bergetar.

"Jangan ngarahin petir juga kali, Lana!" sahut Rion lagi. Aku tertawa, kemudian mengarahkan tangan ke sendokku. Sendokku diselimuti listrik ungu dan perlahan mengambang, kemudian menyuapkan omelet lagi ke dalam mulutku.

Aku langsung mengambil ponselku di atas meja, lanjut menonton drama Korea semalam.

"Jangan jahil sama abang kamu, dong, sayang," sahut Bunda dari dapur, yang berada tepat dua meter di depan meja makan.

"Soalnya kak Rion bikin kesal, Bun! Maklum kan kalau aku suka drama Korea. Pasti teman perempuan kakak juga suka drama Korea! Aku jamin," jawabku membela diri. Aku melirik kak Rion di sampingku. Saat menyadari kalau aku meliriknya, dia langsung memalingkan wajahnya, kemudian bersiul-siul.

Nyebelin banget sih mukanya! Batinku.

"Kakak masih mau hidup gak, sih?" aku menatap tajam wajah kak Rion. Kakakku ini, meski masuk kategori cowok mapan--setidaknya itu yang dikatakan orang banyak, dan teman-temanku--tetap bikin kesal kalau berulah. Bikin naik darah aja tiap hari.

"Maksud kamu apa, La? Aku masih mau hidup, lah. Kok malah nanya, sih?" tanyanya, menoleh melihat wajahku.

Aku meletakkan ponselku di atas meja, kemudian menatap tajam ke dalam mata kakakku itu. Perlahan, listrik mulai bergejolak keluar dari tubuhku. Bisa kudengar suara kak Rion menelan ludah--terlihat dari jakunnya yang naik turun. Peluh mulai membasahi dahinya.

"Lana, sudah. Jangan seperti itu pada abang. Bawa saja piringmu sekarang ke tempat cuci piring." sahut Bunda, yang membuatku kembali seperti semula. Listrik di sekelilingku kembali ke dalam tubuhku.

"Kali ini kakak selamat. Lain kali, kalau nggak ada Bunda yang nyelametin kakak, langsung aku buang di air penuh listrik!" bisikku saat mengangkat piring di samping kak Rion. Tubuhnya kembali bergetar, berusaha untuk kembali memakan nasi yang tersisa di atas piringnya.
***

Halo semuanya, jadi ini cerita komedi-fantasi yang sebagian besar ceritanya itu seputar Lana dan kakaknya, Rion.

Bagaimana cara Rion menghadapi "perang" di rumah, kegilaan Lana sama dunia k-pop, termasuk kekuatannya yang bisa buat orang bergidik.

Pokoknya, cerita ini bakalan mirip dengan cerita fiksi lainnya, yaitu ngejelasin asal mulanya si tokoh utama mendapati kekuatannya, baru kayak mungkin ketahuan sama orang lain.. MUNGKIN.

Moga suka and terhibur ya! Wattpad tetangga bakalan tetap update dengan cerita yang (diusahakan) panjang terus.

Love,

PoccoLoco (A).

Secret of LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang