1 -- Si Biang Kerok

95 12 1
                                    

Setelah sarapan yang menyenangkan dan "bermain" dengan kak Rion, aku pergi ke ruang keluarga. Aku berbaring di sofa, kemudian membaca novel fanfic Korea, ditemani lagu "Ko ko Bop" sebagai pemula terputar di dalam earphone ku.

"Astaga, ternyata cewek ini jadi pacar sepupu temannya yang orang Korea boyband-looking? Untung banget!" gumamku, diselingi tawa kecil karena membayangkan wajah dua tokoh cerita novel itu.

Beberapa saat kemudian, aku merasa ada sesuatu yang menekan kepalaku. Aku mendongak, dan memasang wajah masam.

Mau mati benar nih manusia satu ini!

Aku melepas earphone, kemudian meletakkan novelku di samping. Aku kembali menatap ke depan, dan tetap diam.

"Apa lagi, kak? Gak bosan gangguin waktu santai Lana, ya?" tanyaku kesal. Dia tertawa, kemudian berjalan dan duduk di sampingku di atas sofa.

"Hanya mau mastiin kamu itu kesurupan apa nggak. Ketawa-ketiwi sendiri di atas sofa, kayak kuntilanak lagi nyari mangsa, tahu!" jawabnya santai, menekan tombol on/off di remote TV.

Sudah cukup! Ini kelewat batas, kak! Sekarang, terima akibatnya sudah mengganggu waktu santaiku! Tanpa menunggu lagi, aku mengacungkan jemariku ke depan. Tanganku berpendar cahaya ungu, perlahan mengeluarkan listrik kecil.

Listrik itu menjalar ke tubuh kak Rion, dari kaki hingga kepala. Membuat lapisan tipis listrik di sekujur tubuhnya.

"Terima ini!" aku berseru kesal, mengangkat lima jemariku yang berpendar ungu lima sentimeter. Di saat itu juga, remote TV jatuh di sofa.

"Turunkan aku, Lana!!" teriak Rion galak. Tubuhnya mengambang tiga puluh sentimeter di atas sofa. Ia memberontak, berusaha melepaskan diri dari "tali" listrik. Aku yang semakin kesal mengepalkan tanganku.

"Aww!" rintih kak Rion. Aku mengikat tubuhnya agar berhenti bergerak. Rasakan! Untung aku tidak punya belut listrik. Kalau punya, sudah aku ceburkan kau dari tadi bersama mereka di dalam air!

"Tutup mulutmu ya, kakakku sayang," aku berkata pelan, menggerakkan jemariku. Listrik melilit mulut kak Rion, membungkamnya.

Setelah itu, aku memasang kembali earphone ku, dan membaca novel dengan tenang. Sementara tiga puluh sentimeter di atas permukaan sofa, kak Rion memberontak, berusaha berteriak.

Perang dunia sesungguhnya, telah dimulai.

***

Lima belas menit yang damai berlalu. Kak Rion yang sejak tadi memberontak di atas sana sudah mulai putus asa. Ia berusaha merobek tali listrik yang membungkam mulutnya dengan meregangkan rahangnya. Tetapi, itu mustahil.

"Kakak kenapa sih? Dari tadi berteriak melulu," gumamku pelan, mendongak ke atas. Dari raut wajahnya, sepertinya dia dalam masalah. Mau buang air kecil kali, ya?

Lagi-lagi, aku menggerakkan jemariku, membuka tali listrik yang membungkam mulut kak Rion.

"Kenapa kau menyiksaku seperti ini, Lana?!" teriaknya marah.

Aku tertawa kecil. "Tidak tahu. Hanya memastikan seorang biang kerok tidak berulah dan merusak suasana saja,"

"Apa? Biang kerok? Akan ku--"
Aku menghela napas pelan. Sebelum ia mengomel lagi--dan mengganggu waktu santaiku--aku menggerakkan jemariku, kembali membungkam mulutnya.

Dua jam berlalu dengan cepat.

Aku baru melepas dan menurunkannya setelah novel yang kubaca tamat. Dua jam pula kak Rion mengambang di udara.

Ah, ini hari terbaik di musim panas. Aku merasa senang sudah bermain dengan "singa putih" sekaligus si biang kerok ini dua kali. Kakakku sayang, tunggu dengan sabar , ya. Perang ini belum selesai.
***

Apa menurut kalian sikap Lana ini? Masih berpikir Lana hanya gadis remaja manis?

P.S : Baca juga di aplikasi/website "Storial"! >•<

Love,

PoccoLoco (A).

Secret of LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang