CHAPTER 4 : POHON SEJATI

36 2 0
                                    

     Bisa dibilang dia adalah sahabatan kami. bisa dibilang juga dia adalah tumpuan berdirinya segitiga kami. dia pohon sejati. Memang pada sebagian orang melihatnya adalah pohon biasa tapi tidak dengan kami,dia adalah saksi saat kami mengucap janji persahabatan. Mungkin Megan dan Rama sudah lupa,namun aku tidak. Saat itu cuaca cerah,tidak terlalu cerah sebenarnya. Sedikit mendung disebelah baratnya.
“cuaca sedang mendung sekarang”

“tidak apa apa, Ram. Kita masih bisa memanjat! Jika hujan turun ya kita ikut turun bersama hujan”

“sialan! bukannya kesenangan yang kita dapat malah mobil ambulan yang angkat.”

“hahah… Megan! Kami naik duluan. Kamu nyusul ya! Jika kami kenapa kenapa cukup panggil peta.”

“hahahah… kau kira aku Dora the explorer?” dia tertawa terbahak bahak sambil memegang handphone yang dari tadi dia mainkan.

“Ram kamu duluan. Nanti kalau kamu jatuh tinggal aku tangkap”

“gila kau kalau aku jatuh yang terjadi malah patah tulangku.”

“aku punya sayap. Nanti aku lindungi”

“Sialan kau Angga” katanya mulai kesal padaku. Dan aku hanya dapat tertawa terbahak bahak.
Kalian pasti bertanya tanya? Apa yang kami lakukan?. Baiklah akan kujawab. Kami sedang memanjat pohon sejati. Pohon sejati? Ya pohon sejati adalah salah satu pohon yang cukup besar dirumah Megan. Kami sering menghabiskan waktu disana,tinduran disalah satu cabangnya,memetik buahnya,atau malah menulis harapan diatas kertas lalu memasukkannya kedalam sebuah botol dan membiarkannya bergelantungan.

     Kami selalu percaya kelak harapan kami akan terwujud. Harapan sejuta bintang.

     Aku sangat senang memanjat pohon. Aku bisa leluasa merasakan sejuknya angin dimusim hujan ini. Aku tidak perduli seberapa dinginnya kala itu,aku tetap saja memanjat pohon. Diatas pohon aku bisa melihat orang orang dibawahku yang membuatku merasa seperti orang orang itu sedang berlekuk lutut dibawahku. Hahah... itu terkadang membuat aku melupakan masalah yang kian menumpuk.
“Megan!”

“Oiy?”

“ayo naik! Itu liat Rama udah mulai memetik habis buahnya! Kayaknya sebentar lagi diakan jadi sarimin”

“hahah...ambilkan untukku juga!”

“ambil sendiri! Jangan manja! Naiklah dari sini kita bisa melihat Tokyo loh” sambil menunjukkan jariku kearah kanan yang entah disana memang ada Tokyo atau tidak

“Tokyo? Dasar! Kau” Megan mulai memanjat.

“Megan apa cita citamu?”

“aku belum tahu”

“kalau kau, Ram. Apa cita citamu?”

“sesuai zaman. Dan kau Ngga?”

"Sesuai zaman?" Kata Megan

"Maksudku jika pada masa itu pekerjaan yang sangat dibutuhkan adalah montir. Aku akan jadi montir"

"Oohh.. aku mengerti. Jika pada itu pekerjaan yang dibutuhkan adalah jasa kuras WC. Kau akan jadi tukang kuras WC, iya kan?"

"Sialan! Bukan seperti itu. Pekerjaan yang lebih baguslah. Masa aku yang tampan ini jadi tukang kuras WC"

"Bisa jadi Ram siapa tau Feses yang kau kuras suka denganmu. Hahaha" kataku terbahak bahak

"Hahah.. kau Angga? Apa cita citamu?"

“aku ingin menjadi musisi dan penulis”

“musisi? Suaramu saja seperti panci yang jatuh dari kahyangan” kata Megan

Segitiga MERANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang