EIGHT

483 12 0
                                    


Pagi ini di kelas ku sedang melaksanakan ujian. Cuman ujian harian aja sih. Aku sengaja nggak keluar kelas, bahkan nggak kekantin bareng Erisa. Aku lebih mimilih untuk belajar di dalam kelas. Ketimbang harus ke kantin nggak ada gunanya selain makan.

Saat bel istirahat ke dua dibunyikan aku langsung bergegas ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang sudah aku pinjam. Tadinya aku ingin mengajak Erisa. Tapi dia nggak mau katanya mau ngerjain tugas yang lain dulu.

Aku berjalan diantara koridor-koridor sekolahan. Dari kelas ku untuk menuju ke perpustakaan lumayan jauh. Kelas ku berada di dekat kantin belakang. Padahal letak perpustakaan ada di bagian depan sekolahan.

Tiba-tiba Rio berlari kearah ku.

"Ri! Tunggu deh. Kamu tadi nggak ke kantin ya?"

"Hari ini aku ada ulangan, jadi nggak sempet buat keluar kelas. Emangnya napa?"

"Oh, gitu ya. Enggak sih, cuman mau ngasih tau aja. Kamu mau kemana?"

"Perpus. Napa emangnya?"

"Enggak papa sih. Kantin aja yuk! Ada yang mau aku omongin penting nih"

"Apa?"

"Udah ikut aja!" jawab Rio sambil menarik tangan ku.

"Lepasin! Aku bisa jalan sendiri kok," sahut ku ketus.

Saat tangan ku di tarik oleh Rio aku melihat Adel dan kawan-kawannya, Adel adalah ketua geng yang pernah ngelabrak aku di kamar mandi waktu itu. Dia sudah memasang muka mangutnya apalagi waktu Rio narik tangan ku.

"Rio! Aku balik ke kelas dulu ya, ada tugas yang harus aku kerjain."

"Eh... jangan dong, jangan dulu. Kita kan belum sampai. Kok main cabut duluan sih."

"Tapi Rio..." belum selesai menjelaskan ke Rio dia sudah menarik tangan ku lagi agar aku cepat-cepat mengikuti permintaannya.

Aku berusaha untuk melepaskan tangan ku dari Rio. Tapi tetep aja nggak bisa. Sumpah nariknya kenceng banget. Muka Adel tambah memerah sepertinya. Saat aku dan Rio bersimpangan tiba-tiba... Braaakk!

"Auu... Hei! Kalo jalan pake mata dong! Situ nggak butakan?!" Adel sengaja menabrak ku. Aku berusaha buat nggak terpancing emosi.

Rio juga melepaskan tangan ku. Dan kembali lagi mengulurkan tanggannya untuk membantu ku berdiri. Emang sih Adel nggak jatuh, tapi malah aku yang jatuh.

"Ri! Kamu nggak papa kan? Kok bisa jatuh sih? Sini biar aku bantu," kata Rio sambil mengulurkan tanggannya.

"Makasih," rintihku pelan.

"Alah, orang kayak gini tu nggak perlu di bantu. Kek anak kecil aja. Dasar manja," sahut Adel.

"Del! Jaga omongan kamu!" jawab Rio ketus dan agak membantah.

"Rio! Kok kamu malah bela dia sih. Yang salah kan dia. Salah sendiri jalan nggak pake mata. Lagian kenapa sih kamu suka sama cewek kayak gituan! Nggak guna! Udah cupu kere lagi. Ih,amit-amit. Ya nggak sih gengs..." kata Adel dengan nada tinggi. Teman-teman Adel yang lain hanya mengangguk dan sedikit tersenyum sinis.

"Eh, cewek ganjen! Asal kamu tau ya dia cupu nggak asal cupu, dia kayak gitu juga buat jaga sikap karena pekerjaan ortunya yang nggak sembarangan. Dan asal kamu tahu bahkan kekayaan Riana lebih besar dari pada kekayaan kamu. Cuman dia nya aja yang nggak sok kaya kayak kamu. Karena sebenernya ortu Riana itu..." percakapan Rio terhenti karena aku menekan tangannya.

Hampir dua tahun aku sekolah di sini nggak ada yang tau apa profesi ayah ku sebenarnya. Bahkan yang tau cuman satu atau dua orang anak aja. Bahkan mereka juga taunya ayahku cuman perwira angkatan laut biasa. Cuman Rio sama Erisa aja yang tahu pasti apa pangkat sebenarnya ayahku.

From Secret To LoveWhere stories live. Discover now