School

226 29 19
                                    


Bangun pagi seperti biasa, kemudian mempersiapkan diri seperti biasa. Memasak sarapan, membersihkan tubuh. Tetapi, tidak memakai atribut biasanya. Kami juga tidak pergi ke markas seperti biasanya.

Aku mematut diri di cermin. Jas dan celana hitam cokelat kotak-kotak, kemeja abu-abu, dasi putih, dan rompi berwarna krem. Hm, rasanya benar-benar beda. Jika biasanya aku akan mengenakan jaket hitamku dan membawa banyak perlengkapan, kali ini aku berpakaian formal seperti anak seusiaku pada umumnya.

Shiro baru saja keluar dari kamar mandi. Ia terlihat mengenakan pakaian yang sama sepertiku. "Ugh, aku belum terbiasa memakainya," anak itu menggerutu. Aku tertawa kecut, rasanya Shiro agak berlebihan memang. Tetapi aku maklum saja, setelah sekian lama tidak melihat seragam sekolah pastinya akan merasa aneh ketika tiba-tiba memakainya lagi, kan?

Kami berdua keluar dari kamar, mendapati Murasaki tengah menata makanan di atas meja. Ia tampak terkejut ketika melihat kami.

"Astaga!! Apa aku tak salah lihat?? Kalian kenapa tidak bisa dibedakan begitu, sih? Wajah kalian terlalu mirip sampai aku tak yakin kalian benar-benar saudara kembar!" serunya sambil mengucek mata.

"Apa hubungannya? Bukankah saudara kembar hampir selalu mirip? Apalagi kami 'kan memang kembar identik. Jadi jangan berlagak seolah baru kali ini kau melihat saudara kembar!" Shiro naik tensi. Tanda perempatan imajiner berwarna merah seakan mencuat dari kepalanya.

Aku memijat keningku sambil menghela napas panjang. Tak kusangka Murasaki ini tipe cewek yang suka meledek orang, terutama Shiro. Sejak kemarin mereka terus saja ribut mengenai banyak hal. Parahnya, kebanyakan adalah hal-hal yang sepele.

Tapi syukurlah, kupikir suasana akan cangggung, tetapi sepertinya semua baik-baik saja. Setidaknya kami bertiga sudah mulai akrab.

"Sudah, ayo cepat makan! Kalau nanti kita kesiangan di hari pertama masuk sekolah 'kan ngga lucu," leraiku sembari menarik sebuah kursi dan duduk di atasnya. Mulai menikmati sarapanku.

Syukurlah mereka berdua menurut. Tidak ada pertengkaran lagi. Kami bertiga segera menghabiskan sarapan kami dan pergi ke sekolah baru kami.

Tempatnya lumayan dekat dari rumah asrama. Cukup berjalan selama sepuluh menit kami sudah sampai di tujuan.

Gedung sekolah itu sangat megah. Halamannya luas bukan main. Selain itu suasana tampak asri dan berkelas. Arsitektur gedung juga menyerupai gaya bangunan Eropa. Catnya putih bersih dan halamannya ditumbuhi pepohonan sakura yang rindang. Terdapat juga taman bunga yang indah di halamannya.

Meskipun kami murid baru, kami masuk di Bulan April akhir. Masih terasa sekali nuansa awal tahun ajaran baru. Bunga-bunga Sakura juga masih ada yang melekat di pohon, meskipun sebagian besar sudah berguguran.

Menapaki halaman sekolah, kami bertiga terkagum-kagum sendiri melihat lingkungan yang belum pernah kami tapaki sebelumnya. Apalah daya. Sebelum ini, kami memang hanya berkutat dengan kegelapan, bukan?

BRUKK!

"Hei! Kalau jalan lihat-lihat, dong!" kami terperanjat. Beberapa orang menabrak kami dari belakang lalu memarahi kami. Shiro yang tidak bisa menahan emosi dengan baik langsung saja menukas, "Hah?! Kalian yang menabrak kami, tahu!"

Aku segera menenangkan Shiro. Menahan dia agar tidak maju menghajar anak-anak itu. "Cih! Mereka pasti murid baru!" gerutu salah seorang yang tadi menabrak kami. "Yah, mungkin saja mereka orang miskin yang dapat beasiswa dari sekolah. Tahu sendiri, kan? Pantas saja mereka 'ndeso'" timpal yang lain.

Aku hanya memandang mereka datar. Yah, andai saja mereka tahu, gaji kami bertiga setiap bulan mungkin jauh lebih besar daripada uang saku mereka setahun. Karena pekerjaan kami sangat berisiko. Apalagi aku dan Shiro termasuk agen senior yang pangkatnya sudah cukup tinggi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Assassin KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang