Angin malam berhembus agak kencang. Jaket sepanjang betis kelam yang kupakai sampai berkibar dibuatnya. Aku bisa lihat gemerlap indah lampu-lampu kota dari ketinggian ini. Semua gemerlap itu, bagaikan lingkaran-lingkaran yang saling bertautan semu. Ah, susah menjelaskannya.
Tidak, bukan itu yang sedang kupikirkan. Melainkan sosok yang kuamati berlari diantara tumpukan-tumpukan kargo. Ia menembus dinginnya malam, menyusuri gelap dan sunyinya dermaga yang sewaktu-waktu bisa berubah.
Di depannya, tak jauh dari tempat kini ia berpacu, aku bisa lihat beberapa orang berpakaian serba hitam tengah berkumpul, semacam mendiskusikan sesuatu.
Sosok itu kini berhenti, bersandar pada sebuah kargo. "Shiro," aku memanggil melalui earphone yang terpasang apik di telinga kananku.
"Kau temukan mereka?" kali ini sosok itu; Shiro menjawab panggilanku, masih melalui earphone.
"Baiklah, aku melihatnya. Segerombolan teroris yang berencana membunuh Letkol August Proletthom."
"Katakan padaku!"
Tanpa mengalihkan pandanganku dari target lewat teropong malam, aku menjawab, "350 meter arah jam 6"
Shiro menyeringai, "Roger, kuserahkan yang disana padamu, Kuro."
Dengan kata-kata itu, aku menurunkan teropong malam. Dari atas mercusuar ini, aku bisa memberikan arahan dengan cukup efisien pada Shiro.
Shiro melesat, menampakkan dirinya setelah bermain petak umpet selama satu jam lebih. "Spesifikasi, ada sekitar sembilanbelas orang termasuk pemimpin mereka Jay the breaker. Waspada pada tiga orang di sekitarnya, mereka membawa shotgun. Aku yakin masing-masing orang mengantongi setidaknya dua buah senjata api laras pendek. Kemungkinan besar mereka bawa lebih. Pusatkan perhatianmu pada sembilan orang paling depan! Dari sini aku bisa melihat mereka bawa golok dan stungun. Waspadai juga empat orang di atas kargo, mereka bawa senapan angin! Walaupun yang kulihat hanya peluru bius, tetap waspada! Dan jangan buang kemungkinan mereka tak pakai granat atau mesiu. Dari jarak itu kau harusnya bisa mengendus baunya lebih baik dariku."
"Terimakasih, itu sangat membantu, Kuro!" ucapnya bersamaan dengan melentingnya tubuh itu menghindari peluru-peluru yang mulai berseliweran ke arahnya.
Para teroris yang menyerangnya berdecih sebal, mereka tetap berusaha menembaki Shiro. Namun aku tahu usaha mereka bakal percuma saja. Kecepatan tubuh Shiro bahkan sulit diikuti oleh gerakan mata.
Belum satu menit, jarak Shiro dengan para penembak garis depan itu tak sampai setengah meter. Dengan cekatan Shiro membuka sarung pisau di kedua pahanya dan mengeluarkan dua buah short blade, senjata andalannya.
Pertama ia fokus pada penembak, dalam hitungan milidetik pistol-pistol di tangan mereka sudah terbelah jadi dua. Mereka bahkan terlalu lambat untuk mengambil senjata kedua.
Detik berikutnya Shiro sudah merobek perut, menebas mereka semua sebelum sempat menyerang balik. Kecepatannya itu, bahkan aku sendiri agak kesulitan mengikuti gerakannya.
"Peringatan, Shiro! Waspada empat orang diatas kargo. Mereka mulai menarik pelatuknya," kataku memperingatkan.
"Aduh! Aku tahu, Kuro!"
Adikku itu langsung melompat, berlari secara menyamping dengan cepat menaiki kargo yang kumaksud. Ia menghabisi keempatnya sekali serang sebelum mereka sempat melarikan diri.
"Mereka ngga berpencar, bodoh sekali!" ujarnya kemudian melompat turun, melakukan manuver menghindari serangan shotgun yang ditembakkan ketiganya secara bersamaan.
Karena beberapa perhitungan yang kurang pas, dua buah peluru mengenai lengan dan betisnya. Well, bagi Shiro itu bukan masalah yang besar. Ia bisa menghindari keseluruhan serangan dan mendarat tepat di depan Jay the Breaker, si ketua komplotan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assassin Killer
Acciónketika seorang profesional ternyata tak berdaya di hadapannya...