Suara sepatu yang beradu dengan lantai keramik terdengar nyaring. Hanya kami berdua yang berjalan melewati koridor ini. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Seharusnya kantor pusat memang sudah sepi – kecuali yang dapat tugas ekstra lembur.
Kami berhenti di depan sebuah pintu kayu dengan ukiran yang cukup rumit. Shiro memberi isyarat padaku untuk mengetuknya. Aku mengangguk, lalu mengetuk pintu itu.
"Masuklah," terdengar jawaban dari dalam.
Kami mengikuti instruksi tersebut. Kami buka pintu itu perlahan, menampakkan seisi ruangan berukuran cukup besar dengan wangi apel. Khas sekali dengan aroma kesukaan Tuan Kimori.
Pria itu sedang memandangi berkas sambil duduk jegang di atas kursi kerjanya. Kami diam saja di tempat, menunggu orang itu peka.
Benar saja, tak lama kemudian ia menoleh ke arah kami. "Oh, kalian sudah datang, kah? Maaf, aku malah memanggil kalian tengah malam begini di saat kalian harusnya beristirahat. Bagaimana misinya?"
"Aman terkendali," balasku sekenanya, "Omong-omong, Tuan Kimori, ada perlu apa Anda memanggil kami kemari?"
Pria itu tersenyum. Belum sempat ia bicara, pintu kembali diketuk. Untuk kedua kalinya Tuan Kimori mempersilakan orang itu masuk.
Seorang wanita berrambut pendek menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Ah, Kimori, aku sudah membawa anak itu," wanita itu berujar sembari mengacungkan jempol kananya. Tuan Kimori mengangguk, kemudian wanita tadi masuk bersama dengan seseorang di belakangnya.
Kami memanggilnya Nona Aoi. Beliau adalah rekan kerja Tuan Kimori. Wanita yang lembut dan cukup ramah. Dia juga sangat baik dan pengertian. Berbanding terbalik dengan Tuan Kimori yang lebih terkesan cuek dan malas.
"Jadi," pandangan kami yang sebelumnya fokus pada Nona Aoi kini kembali menatap Tuan Kimori, "Kalian berdua adalah Assassin Killer termuda di sini, bukan?"
Kami berdua membalas dengan sebuah anggukan singkat. Kemudian, Tuan Kimori melanjutkan ucapannya, "Ada Assassin Killer baru yang sudah mulai bisa bertugas. Aku ingin kalian berdua menjadi satu tim dengannya dan menjadi mentornya. Karena umurnya sebaya dengan kalian, makanya aku memintanya menjadi rekan kalian."
Setelah Tuan Kimori berkata demikian, spontan kami menatap Nona Aoi. Wanita itu tersenyum manis. Kemudian ia mengisyaratkan pada kami untuk melihat seseorang yang berdiri di sebelahnya.
"Namanya Murasaki. Sama seperti kalian, tahun ini ia memasuki usia 16 tahun. Ia dinyatakan meninggal dua tahun yang lalu karena tertabrak sebuah truk. Setelah bangkit lagi sebagai Assassin Killer, aku yang menjadi pelatihnya," Nona Aoi menjelaskan.
Kami berdua memandangi gadis di depan kami lekat-lekat. Posturnya tak terlalu tinggi, rambut panjangnya yang sepinggang diikat dua.
Setelah merasa puas 'meneliti' calon rekan baru kami, kami kembali menghadap Tuan Kimori. "Lalu, dia tinggal dimana?" tanyaku. Tuan Kimori mengusap dagu, kemudian menjawab dengan nada datar, "Ya dimana lagi? Di rumah asrama kalian, lah..."
Kami berdua spontan membelalak kaget. Di rumah asrama? Satu gedung dengan kami???
"Tak apa, bukan?" Tuan Kimori tak ambil pusing melihat reaksi kami yang memasang tampang 'horor'. Sementara Nona Aoi menahan tawanya yang akan meledak.
"Tenang saja. Bukankah disana ada sekitar empat atau lima kamar? Lagipula rumah itu cukup luas, kan?" celetuk wanita itu enteng. Tapi bagi kami, masalahnya bukan di sana.
Tuan Kimori kini meletakkan berkas yang sedari tadi dibacanya ke atas nakas. Beliau memandang kami lurus dengan seringai tersirat. "Kenapa? Kalian takut dia akan mengganggu waktu kalian 'bermesraan'?" ledeknya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assassin Killer
Acciónketika seorang profesional ternyata tak berdaya di hadapannya...