Pavla masih memangku gitar. Ia belum meninggalkan pantai. Disisi lain bintang-bintang telah bertabur indah dilangit. Matanya semakin sembab kali ini. Tidak hanya itu mata dan hidungnya juga memerah.
Setelah menangis puas Pavla merasa berbaikan. Namun, tak dapat dipungkiri saat ini kepalanya sangat sakit. Tanpa pikir panjang, Pavla merebahkan diri diatas pasir. Tubuhnya sangat lemas. Angin-angin laut juga membuatnya mengantuk.
Dzz.. Dzz.. Dzz.. Dzz..
Getaran dari ponselnya memaksa Pavla bangun, ia segera merogoh saku celananya cepat, lalu menempelkan pada telinga kirinya. Tapi, yang ia dengar masihlah getaran itu.
"Oh, belum diangkat rupanya," gumam Pavla tersenyum kikuk.
Menyadari hal itu Pavla segera menggeser tanda hijau di layar dan,
"Yeah Ondrea, jangan katakan kau menelfonku untuk.."
"Pavla, dengarkan aku, okay. Aku harus menggunakan cara ini sebelum kau menutupnya tanpa alasan lagi."
"Jelas sekali."
"Kau harus kembali. Maksudku.. ke kampus. Kau tahu Mr. Bm? Ramon? Oh NO membicarakan ini saja membuatku mual. Mereka benar-benar sudah tergila-gila padamu."
"Kurasa akulah yang gila disini."
"Ya, sure. Cepat akhiri cutimu atau mereka tidak akan biarkan aku hidup setelahnya. Aku.. men-ja-di pelampiasan para kotoran kumbang itu."
Terdengar bunyi telepon ditutup dari seberang.
Dzz.. Dzz..
Satu panggilan masuk lagi, Nama 'Otec' terpampang disana.
Pavla memasang raut kesal pada ponsel di depannya. Sepersekian detik kemudian ia berdiri, sedetiknya lagi Pavla berlari ke arah laut dan, "Argh!" melepar ponselnya sekuat tenaga. Hingga melayang jauh sebelum tercebur ke air. Seolah itu adalah sampah.
"Pilihan yang buruk," suara seorang pria mengomentari perbuatan Pavla.
Pavla berbalik dan, "Hey, sejak kapan.."
"5 detik, ah, tidak. 7 detik yang lalu," jawab pria itu tersenyum.Gadis itu keluar dari laut. Berdiri menatap penampilan pria tadi. Dan ternyata mereka seumuran. Anehnya dia tidak pernah melihat wajah orang ini sebelumnya. Bisa dibayangkan bagaimana raut wajah Pavla yang masih kesal.
"Nadege Rumer Pavla," sebut pria kemeja hitam dengan tangan di kantong saku celana.
Karena tidak tahan dengan kepalanya yang semakin pusing. Pavla cuek bebek. Memungut gitarnya dan pergi meninggalkan pria yang sedang tersenyum padanya. Cukup mengherankan karena ia tahu nama Pavla. Namun menggubrisnya hanya membuang-buang tenaga.
"Berhenti disana," pria itu lagi.
Pavla tetap berjalan. Berpikir bahwa di wajahnya ada tulisan 'Hey, beri aku masalah' sehingga semua orang benar memberinya masalah.Apa lagi sekarang? Pria asing pembuat kriminal? Atau hobi seks yang membutuhkan uang?
Ia tergontai, seperti baru meminum alkohol dan tengah mabuk. Tapi, gadis tirus itu sedang tidak dalam pengaruh apapun. Itulah masalahnya, Pavla dalam suasana hati yang buruk.
Karena tak ada jawaban. Pria itu memutar-mutar telunjuknya serta menggumamkan sesuatu. Sekelebat cahaya membentuk dinding depan Pavla.
Brukk!
"AW!!" teriak Pavla.
Pavla menegang, ia yakin tidak ada apa-apa disana. Jadi, bagaimana jidatnya bisa terbentur. Ia perbaiki pandangannya kedepan setelah menabrak sekelebat cahaya itu, lalu mengernyit heran.
"Oh-My-God," ucapnya.
Pria tadi tersenyum puas. Ia mendekati Pavla, "Selalu ada karma dari setiap perbuatan," bisiknya tersenyum jenaka.
Pavla masih sibuk memerhatikan apa yang baru ia tabrak. Tangannya terangkat ingin menyentuh cahaya itu. Juga kata-kata Pria di sebelahnya masih ia abaikan.
Helaan nafas berat terdengar. Sepertinya Pria berambut bangs itu mulai jengah.
"Tidak bisakkah kau menjawabku, Putri Larsson," ucapnya geram memanggil nama Ayah Pavla.
Pavla menoleh, "Maaf tapi aku sedang tidak membawa uang."
"Maaf? Kau pikir aku jauh-jauh datang dari Heminer untuk mengemis?" timpalnya.
Tak ada respon.
"Oke, langsung saja. Pavla kau mendapat perintah untuk ikut bersamaku," ucapnya menawarkan tangan pada Pavla.
Pavla tiba-tiba mengejap. Ia baru sadar jika orang asing ini menyebut nama lengkap dan nama Ayahnya."Apa kau penguntit?"
"What? Ringan sekali kau menuduhku pengemis dan sekarang.. penguntit?"
"Atau.. Ya, siapa lagi jika bukan penjahat. Menculik dan mengambil nomor, menelfon keluargaku untuk meminta tebusan. Tapi, sayang sekali ponselku sedang asik berenang di sana, juga aku sama sekali tidak mengingat satu angkapun dari nomor keluargaku. Jika ingin menculikku kau hanya akan rugi," tuduh Pavla mengangkat bahu.
Ia memutar bola matanya kesal. Sungguh gadis ini sangat menyebalkan.
"Heminer. Katakan padaku siapa kau, dan apa maumu?" kata Pavla melangkah mundur. Ia seperti tahu sesuatu tentang Heminer.
"Aku menunggu pertanyaan ini. Perkenalkan.." Ucapnya ingin memperkenalkan diri, namun tak selesai, sebuah peluru dengan kecepatannya melesat. Untung saja hanya mengakibatkan goresan kecil di lengan atas pria itu.
"Bibi Paola? Aku tidak tahu kau bisa menggunakan pistol!" seru Pavla dari 10 meter pada Bibinya. Saudara kandung Foredo.
Bibi Paola hanya tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya,
"Merindukanku?"
Budayakan vote setelah membaca, hargai authornya
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls And The Covenants
Fantasy[REVISI SETIAP SAAT] Kecuali semua adalah ilusi. Di peradaban yang serba modern ini, tentu tak sedikit orang yang masih percaya pada ilmu hitam, dan kebenaran penyihir. Karena perkembangan zaman kekuatan magis itu perlahan tenggelam di pikiran mas...