5_ my reason why i love her

34 1 0
                                    

Jangan lupa untuk VOTE.


"Gak apa-apa, mungkin lu lebih senengan sama dia dibanding gua"

"Gua udah iklas Mikey sama yang lain"

°°°°



Mereka berenam, a.k.a Rivat, Rafly, Razi, Riskal, Diwa dan Mikey masih menimati malam musim panasnya dipinggir jalan, sambil menyaksikan pembalap liar melancarkan aksinya.

Drrt... Drrrtt...

Getaran berasal dari ponsel terdengar, atensi mereka lemparkan satu-satu untuk memastikan ponsel siapa yang bergetar nyaring dijam-jamnya orang tidur.

"Bentar, ternyata hp gua" Yang bergetar ternyata ponsel Razi, ia segera menjauhkan diri dari teman-temannya, kala nama yang tersayang terpampang sebagai penelfon.

"Razi, dimana"

Suaranya purau seperti sedang menangis terdengar jelas diindra pendengaran, hatinya mencelecos kala mendengar suara yang ia benci.

"Pasopati" Jawabnya singkat, sengaja, ia sangat benci kala gadis yang dicintanya menangis.

"Lagi kumpul ya? Yaudah lanjutin Razi"

Sahutnya disebrang sana, masih suara yang sama, membuat Razi reflex meremas ujung baju yang dipakainya.

"Aku otw, jangan kunci pintunya" Setelahnya ia matikan sambungan telfon sebelum gadisnya mengatakan sesuatu.

Berjalan tergesa menghampiri kumpulan temannya, meneguk wine terakhir lalu pamit untuk pulang.

"Gua cabut duluan" Ujarnya, pandangannya dingin seperti menahan emosi.

"Kenapa dah?" Sahut Diwa, yang mendongkakkan kepalanya guna menatap Razi yang berdiri disampingnya.

"Cewek gua lebih butuh gua" Setelahnya ia pergi, membawa motor tercintanya membelah jalanan yang dingin dan sunyi ini menuju rumah sang gadis.

"Masih aja mikirin cewek" Sindir Rivat, lalu senyum menyeringai.

"Jomblo sih" Celetuk Rafly, membuat Rivat mau tidak mau menggeplak kepalanya kencang.

Sambungan telfon masih terdengar, namun tidak ada tanda yang ditelfon mengangkatnya, membuat Razi yang masih berdiri didepan pintu geram.

Memutuskan untuk membuka knop pintu yang ternyata tidak dikunci, masuk kedalamnya, lalu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan yang seperti biasa, sepi.

Langkahnya ia tuntun menuju anak tangga yang ada didekat dapur, untuk menuju kamar sang gadis.

Diketuknya pintu coklat dengan gantungan dengan tulisan  "Privat room" namun tidak ada jawaban, membuatnya gusar lalu membuka paksa pintu itu.

Hal kedua yang ia benci setelah mendengar gadisnya menangis adalah, ia harus melihat gadis itu meringkuk diatas ranjang, selimut yang menutupi tubuhnya sampai batas leher, menghadap jendela, ia tahu keadaannya sedang buruk.

Dengan langkah yakin, ia menutup pintu itu pelan dan segera menghampiri gadisnya, terbaring disampingnya lalu merengkuh badan ramping sang gadis kedalam dekapannya, membuat sang gadis reflex memutarkan tubuhnya menghadap pria yang kini sedang memeluknya.

"Kenapa kesini? Bukannya lagi kumpul" Tanyanya, kepalanya ia dongkakan guna menatap sang pria yang kini sedang menatapnya.

Mengusap pipi yang masih ada sisa bulir air mata

"Ko nanya? Emang gak boleh aku samper pacar?" Razi balik bertanya, sengaja dibuat kesal, agar sang gadis merengek padanya.

Sungguh menggemaskan jika sudah mendengarnya merengek bak anak tk yang merajuk untuk dibelikan mainan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAN FRANCISCO //18++Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang