Chapter 1

21 7 0
                                    

Di sebuah bangku taman terlihat seorang gadis kecil berumur 6 tahun, gadis itu nampak sedih sambil memandang buku rapotnya.

Gimana ini? Nilaiku semester 2 ini menurun, kata Ayah kalau ingin sukses harus memiliki nilai tinggi. Sama seperti Ayah, aku ingin sukses seperti Ayah, gimana ini? Gumam gadis kecil itu dengan air mata yang mulai menganak di sudut matanya
dan bibir mungilnya nampak mengerucut dengan pipi tembem bulat yang memerah.

"Oi," tiba-tiba ada yang menyapanya.

Gadis kecil itu menoleh, dan dilihatnya seorang anak laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya memandangnya dengan wajah bertanya-tanya.

"Kamu memanggil saya?" tanya gadis kecil itu.

"Iya, siapa lagi yang ada di taman ini selain kamu? Ngapain kamu di sini? Kau bisa diculik kalau teru-terusan duduk di sini sendirian," ucap anak laki-laki itu santai sambil memasukkan tangannya ke kantong jaketnya.

"Diculik? Tapi saya belum menjadi orang sukses," jawab gadis kecil itu.

"Ahahaha! Aku hanya bercanda, ahahaha!" tawa keras meluncur dari mulut anak laki-laki itu.

Apanya yang lucu? Pikir gadis kecil itu.

"Tapi mungkin saja terjadi," sambungnya setelah tawa anak laki-laki itu reda.

Gadis kecil itu hanya menatap bingung.

"kenapa kamu selalu menatap buku itu?" tanya anak laki-laki itu.

"Ini hasil nilai saya semester 2 ini."

"Emangnya nilai kamu berapa jadi sampai sedih seperti itu?" tanya anak laki-laki itu sambil duduk di sebelah gadis kecil itu.

"Nilai saya 80,9, rangking 1." jawab si gadis kecil dengan wajah polosnya.

"Hah!? Dengan nilai segitu kamu sedih?" tanya anak laki-laki itu ternganga.

"Semester 1 nilai saya lebih tinggi dari ini, seharusnya semester 2 lebih tinggi dari ini."

"Nilai itu nggak penting." ucap si anak laki-laki sambil mengaitkan jari tangannya lalu meletakkannya dibelakang kepala sebagai sandaran.

Ucapan anak laki-laki itu membuat si gadis kecil menoleh cepat, lalu dengan lantang membalas ucapan si anak laki-laki.

"Bagi saya nilai itu penting, saya ingin jadi orang sukses, dan untuk menjadi orang sukses saya harus memiliki riwayat pendidikan yang tinggi!"

Ucapan lantang gadis kecil itu membuat anak laki-laki itu terkejut.

"Um...Itu kata Ayah saya," sambungnya pelan setelah melihat ekspresi kaget si anak laki-laki.

"Cobalah menjadi orang yang berharga bukan orang yang sukses."

"Huh? Apa maksud kamu?"

"Aku juga nggak tahu, dadah aku mau pulang," ucap anak-laki itu sambil mendekati mobil yang baru datang menjemputnya.

Gadis kecil itu memperhatikan anak laki-laki itu dan seorang pria tua yang membukakan pintu mobil, terdengar pria itu menegur anak laki-laki itu.

"Tuan muda Erik, jangan berjalan-jalan sendirian lagi, saya khwatir."

"Iya, iya. Cepet pulang aku ngantuk."

"Baik, tuan muda."

Mobil pun melaju, gadis kecil itu terdiam sebentar.
Erik namanya? Gumamnya.

"Sheren!"

Gadis kecil yang dipanggil Sheren itu menoleh ke samping kanannya ada seorang perempuan berumur 30 tahunan melambaikan tangannya.

"Di situ kau rupanya, ayo pulang, sayang!" teriaknya lagi.

"Iya, ibu!"

--------------------

Kriiing!

Alarm Sheren berbunyi nyaring, membangunkannya dari mimpi yang beberapa hari terakhir ini selalu datang, anak laki-laki bernama Erik itu selalu membuat Sheren bertanya-tanya, pernah dia mencari anak bernama Erik di sekolah SD nya dulu, ternyata setelah masuk kelas 2, anak bernama Erik itu pindah kota.

Sheren merapikan kamar tidurnya, malam tadi dia tidur larut akibat belajar,karena besok dia akan memasuki sekolah barunya di kelas XI semester 1 karena seminggu yang lalu dia baru pindah ke kompleks ini, akibat pekerjaan ayahnya, dan malam tadi dia mempelajari pelajaran kelas XI.

Setelah rapi, dia pun mandi dan memakai seragamnya, dipandangnya pantulan dirinya dicermin, tampak sosok perempuan setinggi 160 cm dengan rambut sepunggung krem kecoklatan yang di kepang dua rendah, seragam sailor berwarna hitam berless biru kotak-kotak dengan dasi pita biru mengikat kerah seragamnya.tas selempang berwarna senada dengan mata shappirenya nampak manis.

"Sheren...! Ayo, sarapan!" teriak ibunya di bawah.

"Iya, ibu!" sahut Sheren.
.
.
.
"Erik! Makan dulu, mag nanti!" kata lelaki berumur setengah abad, ayahnya Erik.

Erik mengambil roti tawar yang tersedia di meja makan lalu menggigitnya sambil berjalan keluar rumahnya lalu mengeluarkan skate boardnya dan menaikinya, tas punggung tersampir di bahu kanannya dan tangan kirinya masuk saku celana seragamnya.

"Anak itu..." ucap Ayah Erik. Dia memandang ke arah foto istrinya di salah satu dinding.

Menghela napas pelan sambil meratapi foto istrinya itu.

"Dia berubah Clara," ucapnya nanar.
.
.
.
"Silakan masuk non," ucap sopir pribadi Alya, Andre.

"Makasih," balas Alya sambil mengangguk ramah.

"Sama-sama, non."

Di perjalanan menuju sekolah, Alya hanya memandang jalanan saja, mata Emeraldnya tak sengaja melihat seorang remaja laki-laki yang dengan santainya menaiki skate board sambil memakan roti. Dibukanya kaca mobil lalu melambaikan tangannya.

"Pagi, Erik!" sapa Alya.

"Oh, Halya?" Ucap Erik dengan roti yang masih penuh dimulutnya, lalu melambaikan tangannya.

Alya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya,lalu kembali menutup kaca mobil.
.
.
.
-------------------------------------------

Fyuh selesai juga chapter 1 nya, hanya bisa 800 an kata aja nih, hehe. Semoga suka!
Maaf kalau ada typo:)

Jangan lupa vote, comment, dan share!

Ps : semua cerita hanya imajinasi, kalau ada kesamaan nama tokoh, alur cerita maupun tempat semua hanyalah ketidaksengajaan:)

Jumpa lagi di chapter berikutnya!

-Geruringo

CONSCIOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang