7. Bahagia atau Merana??

50 4 1
                                    

Pertama kali aku jatuh cinta saat masih SMP. Aku dengar putus cinta itu menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan saat yang jatuh adalah hatimu dan yang yang patah adalah hatimu.

Itulah mengapa banyak orang berpikir pendek mengakhiri hidupnya. Karna mereka tak sanggup dengan sakit itu.

Aku tak peduli. Karna aku yakin jika sepasang kekasih yang saling mencintai. Maka mereka akan saling menjaga. Kalaupun harus berpisah. Aku yakin semua bisa dengan baik-baik. Setidaknya saling memaafkan dan intopeksi diri.

Semua anggapan itu sirna saat aku putus cinta untuk pertama kalinya. Benar. Itu menyakitkan. Menyiksa.
Rinduku tak lagi diharapkan.
Cintaku tak lagi berguna.

Bagaimana kau bisa menyakiti orang yang kau cintai?
Bagaimana kau bisa mencintai jika hanya menyakiti?

Aku masih berpikir waras setelahnya.

Sepasang kekasih yang saling mencintai saja bisa saling menyakiti.
Bagaimana dengan sepasang... Apa ini bisa disebut kekasih? Bahkan rasa kasih sayangpun tak ada.

Maka cintapun juga tak ada. Jadi... Apa lebih mudah untuk menyakiti?

Lalu kenapa aku harus sakit hati? Sementara aku tak menaruh hati padanya.

Kenapa harus kecewa?
Sementara aku tak pernah ada rasa kasih sayang padanya?

Dan.. Apa aku harus bahagia?
Aku tak jadi menikah dengan lelaki yang tak kucintai dan tak mencintaiku.

Atau.. Aku harus merana?
Pernikahan beberapa hari lagi dibatalkan secara sepihak.
Tapi kami tak saling mencintai.

Bahagia??
Atau.. Merana??

Aku yakin tak seorangpun ingin pernikahannya gagal. Membayangkannya pun, aku yakin kita semua tak mau.

Rasanya....
Menyiksa.
Mungkin akan jauh lebih menyiksa jika ada cinta dihatiku atau dihati kami.

Aku pun membayangkan bagaimana perasaan Mas Abdullah saat pernikahannya gagal. Wanita yang dia cintai melarikan diri, demi karir, sehari sebelum pernikahan.
Pasti sangat hancur.

Lalu.. Jika dia tau sakit yang itu. Kenapa dia melakukannya padaku?
Apa karna tak ada cinta diantara kami?
Lalu dia mudah melakukannya?

Tidak. Tidak begitu.
Aku tidak membelanya.

Setelah pelukan dramatis aku dan Bu Nadin. Akhirnya aku tau mana yang bernama Abdullah.

Dia yang berjalan cepat disamping Bu Nadin.
Dia yang berdiri dengan raut kesedihan dibelakang Bu Nadin.
Dia.. Yang kini ada disampingku.

Kami berada didalam mobil. Mobil menghadap kedinding. Jadi tak ada yang melihat kami.

"Maaf. Aku mengacaukan semuanya."
Mas Abdullah memulai.
"Maaf. Aku sudah mengecewakanmu."

Aku masih diam. Menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar.

"Maaf. Aku harusnya membicarakan ini denganmu dulu lalu... Tidak. Seharusnya aku mempertimbangkan semua diawal."

"Maaf. Tapi sungguh. Aku belum siap untuk ini. Kau tau aku gagal menikah. Wanita itu pergi padahal dia mencintaiku. Lalu kamu?? Apa kamu mencintaiku? Tidakkan? Maka kamu lebih mudah untuk pergi."

Trauma mendalam. Batinku

"Maaf. Tapi aku tidak mencintaimu. Kamu juga tidak mencintaiku. Lalu apa jaminan jika kamu tidak akan pergi dariku?"

Dan apa jaminan kamu tidak akan pergi dariku?

Menyakitkan mendengar kenyataan dia tak mencintaiku. Meski aku sudah yakin akan itu.

[Kepingan Kisah] Kunci Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang