13. (flashback)

21 3 0
                                    

"Aku akan menikahi Rani."
Keputusan Abdullah mengejutkan Bu Nadin dan Amar.

Amar sontak berdiri dengan mata melebar. Amarah yang begitu mudah ia kendalikan kini melesat tanpa permisi.

Nadin. Sang bunda yang sedari tadi diam ikut berdiri mengelus dada putranya. Memintanya untuk sabar.

"Kau menikahinya untuk warisan? Kau tahu itu AKAN MELUKAINYA??"
Amar sudah berada didepan Abdullah.

Abdullah berdiri menghadap adiknya. Paman yang ikut berdiri malah mendapat telapak tangan Abdullah yang terangkat. Tanda jangan ikut campur.

"Ini urusanku."
Ucapnya sedikit menengok pada paman dan sang bunda.

"Aku sering cerita padamu. Aku mencintai wanita itu. Dan kau. Dengan mudah menerima pemikiran paman untuk menikahi Rani. Demi warisan."
Desis Amar tepat didepan wajah Abdullah.
Tinggi mereka sama. Memudahkan Amar.

"Aku akan menceraikannya setelah apa yang aku inginkan berada ditanganku. Lalu kau bisa menikahinya."
Lirih Abdullah namun dapat terdengar jelas di telinga Amar.

"Cih. Semudah itu kau melakukannya? Semurahan itu pernikahan menurutmu?"
"Atau.. Kau yang murahan." lanjut Amar.

"Jaga bicaramu nak. Aku lebih tua darimu. Aku janji tidak akan menyentuhnya. Jadi, kau akan mendapatkannya dalam keadaan utuh."
Enteng Abdullah. Dengan nada datar.

"KAUU!??_"
Amar sudah mencengkram kerah baju Abdullah. Kepalan tangannya juga siap melayang kewajah Abdullah.

Namun teriakan Nadin yang langsung berlari menghentikan Amar.

Wajah Amar sudah merah menahan amarah. Rahangnya mengatup kuat. Sedangkan Abdullah masih dengan wajah datarnya.

Nadin menarik lembut lengan Amar yang sudah terangkat. Hingga benar-benar turun. Lalu berganti pada cengkraman Amar di kerah baju Abdullah.

"Ikhlaskan kan nak. Ikhlaskan. Jika jodoh, Allah selalu punya jalan untuk menyatukan kalian."
Ucap Nadin pada Amar. Bergetar menahan tangis.

Amar menghela napas.

"Besok kita temui orangtua Rani."
Ujar paman.

Amar melirik pada Jodhi. Pria yang memasukkan pikiran itu pada Abdullah.
Ingin rasanya Amar merobek robek surat wasiat itu.

Karna amarahnya sudah memuncak. Amar memutuskan pergi kekamarnya. Dia tak mau membuat bunda, wanita yang paling dia cintai, menangis karna ulahnya.

Nadin mengikuti Amar beberapa detik setelah memandang Abdullah dan Jodhi bergantian.

Abdullah tau keputusannya salah dimata bunda. Dia tau bunda kecewa dengan jalan yang dipilih.

Tapi Abdullah benar benar membutuhkan warisan itu. Guna menutup hutang hutangnya.

'Maaf Amar, maaf bunda. Aku membutuhkan warisan itu. Aku akan melepas Rani. Setelah semua yang ku inginkan menjadi milikku.'
Batin Abdullah sambil menatap punggung adik dan bundanya.

Amar berwudhu untuk meredam amarahnya.
Selesai berwudhu dia menemukan sang bunda berdiri disamping ranjangnya.

Amar melangkah cepat lalu memeluk bundanya, dan menangis.

Nadin duduk diranjang. Dan Amar tidur dipangkuannya memeluk tangan kanan sang bunda.
Air matanya masih mengalir. Nadin terus mengusap kepala Amar.

[Kepingan Kisah] Kunci Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang