4.move on

41 4 4
                                    

Aku dua kali jatuh cinta. Pertama pada Kak Adam, kakak kelasku semasa SMP. Dia begitu tampan, soleh, baik pada ibunya, sayang pada adik-adiknya. Entahlah. Apa rasa itu kagum atau cinta. Dan kutau dia sudah menikah.

Kedua pada laki-laki bernama Agung. Dia memang tampan lebih tampan dari Kak Adam. Tapi ternyata tak lebih baik darinya.

Dan laki-laki itu kini ada didepanku.
Sikap baiknya pada ibu membuatku ingin menyiramkan air teh didepannya itu kewajahnya.

Dari dulu pintar sekali dia bermain drama.
Bersikap baik didepan orangtuaku. Membusuk debelakang mereka.

Jika bukan karna bapak menintaku menemaninya. Mana mau aku disini. Duduk berdua dengannya. Ditambah ocehan dari tetangga. Membuat kursi ini jadi panas. Aku ingin berdiri dan meninggalkannya.

"Ran. Aku bicara panjang lebar tapi kamu hanya diam saja."

Males. Jawabku dalam hati.

Mata masih enggan menatapnya.

"Ran. Sebenci itukah kamu padaku? Aku sudah minta maaf. Aku datang dengan baik-baik. Akupun punya niat baik untuk memperbaiki semua."
Ucapnya lembut.

"Aku tidak benci. Sudah kumaafkan. Semua sudah baik-baik saja."
Jawabku datar.

"Kalau begitu. Ijin aku memulai semuanya lagi. Kita.."

"Silahkan. Tapi tidak dengan ku. Tidak ada kita."

"Ran. Aku sungguh-sungguh. Kita mulai lagi dari awal. Lebih baik lagi. Aku juga akan berjuang. Kita berjuang bersama."
Dia meyakinkanku.
Tapi malah membuatku semakin jera dengannya.

Aku masih ingat. Dulu dia juga bilang 'kita berjuang bersama' tapi nyatanya. Aku yang berjuang meruntuhkan benteng ibunya. Sementara dia terus menyalahkanku dan keluargaku.

Aku juga ingat dia pernah membenarkan ucapan ibu dan saudara-saudaranya tentangku yang matrealistis.

"Sudahlah mas. Sudah tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan. Semua sudah berakhir. Terima perjodohan itu. Orangtua mas yang memilihnya. Sudah pasti tidak perlu berjuang menaklukan hati mereka. Pilihan mereka terbaik untuk semuanya."

"Tapi aku tidak mencintainya Ran. Aku hanya mecintamu. Aku hanya mau kamu."
Tegasnya masih berusaha meyakinkanku.

"Kenapa? Kenapa aku? Bukankah dulu mas slalu menyalahkanku? Mas slalu menyudutkanku?

"Kenapa? Karna hanya aku yang mau memperjuangkanmu? Karna hanya aku yang terus berlari mengejarmu setelah kamu jatuhkan? Karna hanya aku yang membuatmu merasa dicintai lebih dari keluargaku sendiri?

"Keluarga yang slalu kamu hina. Bahkan sangking cintanya aku sama kamu. Aku tidak pernah membicarakan keburukanmu pada mereka.
Jadi tidak heran mereka masih bersikap baik dan ramah padamu."
Lanjutku sedikit berbisik.

Emosiku memuncak. Seperti ingin mengeluarkan semua unek-unekku.

Kalau tidak ada bapak dirumah mungkin sudah kukeluarkan semuanya. Dan tak perlu menahan suara.

"Kamu sudah mempunyai yang lain?"

"Bukan urusanmu. Jangan pernah menemuiku jika hanya ini yang ingin kamu bicarakan."
Aku berdiri
"Permisi. Assalamualaikum."
Lanjutku sebelum pergi.

Bapak dan ibu menonton tv. Aku yakin mereka mendengar pembicaraan kami. Sudah kubilangkan rumah kami tidak luas.

Ruang tamu jadi satu dengan televisi, bersanding dengan kamar Bayu dan Zaki. Kamar bapak berhadapan dengan kamarku ditengahi meja makan. Setelahnya dapur lalu kamar mandi.

Aku langsung masuk kamar. Menguncinya.

Kudengar laki-laki itu berpamitan.

Ibu memintaku keluar untuk makan. Tapi aku terlalu geram untuk keluar menemui mereka.

Hingga malam aku masih mengurung dikamar dengan mukenah yang tak lepas sedari solat Ashar.
Menenangkan diri.

…………………

"Sudah. Sudah. Kalau kau terus membahasnya kau bisa-bisa kau kembali mencintainya."
Kata Risma menyudahi ocehanku tentang Agung.

Kami disalah satu ruang kelas. Murid-murid sudah pulang 10menit yang lalu. Hanya menyisahkan beberapa yang belum dijemput. Dan kami sedang mengawasi mereka bermain.

"InsyaAllah tidak akan. Lagi pula aku sudah putuskan akan move on. Aku rasanya cukup lega kemarin menyemprotnya seperti itu."
Ucapku bangga. Menekankan kata move on.

"Sungguh? Kau sudah buka hatimu?"
Risma bertanya senang.

Aku mengangguk pasti.
Memang ada kelegaan kemarin setelah menumpahkan unek-unekku. Menyendiri. Berdua dengan Allah. Membicarakan banyak hal. Termasuk tetang hatiku.

Jadilah kemudian kuputuskan untuk ikhlas. Siapapun yang datang dengan niat baik. Tak menggunakan seluruh perasaan sebelum dia halal untuk ku cintai.

"Jadi. Kalau ku kenalkan pada saudaraku. Kau mau?"

"Saudaramu? Siapa?"

"Namanya Amar. Dia bilang dia sudah lama mengincarmu. Tapi tak tau bagaimana mendekatimu. Beberapa hari lalu dia melihat kita dikafe. Jadilah dia menanyakan tentang mu padaku."

Aku hanya ber'oh' ria.
Ada kebahagian yang tak pernah kurasakan.
Beginikan rasanya memiliki pemuja rahasia?

"Bagaimana? Mau?"

"Aku serahkan padamu. Kamu yang tau dia. Dan kamu tau aku. Aku yakin pilihanmu tidak akan menjerumuskanku. Terlebih dia saudaramu."
Ucapku enteng. Entahlah. Kalimat itu meluncur begitu saja.

"Baiklah. Akan ku berikan no mu padanya. Atau kuajak saja dia langsung kerumahmu? Kamu siapkan menikah dalam waktu dekat?"

Apa?? Menikah dalam waktu dekat?

Aku tidak menjawab. Karna aku tak tau jawabanya. Tapi kurasa Risma tau apa yang harus dia lakukan.

Dan akhirnya aku mengangkat bahu. Entah untuk arti apa.

Risma memainkan ponselnya mengirim pesan.
"Sudah.. Kamu tinggal tunggu langkah besarnya. Semoga benar dia yang terbaik."

Amin...

………………

Risma

Sudah kusampaikan.
Dia menerimanya.

Sungguh?? Alhamdulillah. Semoga akan terus dimudahkan.

Amin.
Lalu apa?
Kau mau nomornya?
Atau alamat rumahnya?

Datanglah kerumah bersama suamimu.
Kita bicarakan dengan bunda.
Kutunggu malam ini.

Baiklah. Aku sepertinya tau apa rencanamu.

Terima kasih atas bantuanmu.

Dengan senang hati

&&&&&&&&&&&&

Up sudaaah.

Cerita ini memang aku bikin singkat dan g berbelit-belit. Satu kisah tanpa menambah atau menjelaskan kisah pemeran yang lain.

Soal Risma. Aku udah kepikiran bikin ceritanya sendiri.

Kemunculan Amar akan aku perjelas diakhir.

Semoga suka.

Inilah imajinasi saya.

Maaf typo. G sempet baca ulang.

Kalau suka sama ceritaku kasih vote ya. Komennya juga boleh diramein

Terimaksih sudah membaca.

Malang.
31.05.18
15.46

[Kepingan Kisah] Kunci Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang