Part 5|Emosi

34 6 6
                                    

Pagi ini, Irfan tak masuk sekolah, dia masih berada di rumah sakit. Mawar dan Chika sedang berada di ruang OSIS pagi ini—ada banyak sekali urusan.

"Chik, gimana laporan keamanan?" Perempuan berhijab itu tersenyum menatap sahabat kecilnya yang merangkap menjadi partnernya, sekaligus ketua divisi keamanan di OSIS.

"Hmm." Chika bergumam sebentar seraya menatap lembaran-lembaran kertas di depannya.

"Laporan keamanan cukup baik, tak ada masalah serius. Cuma...." Dengan cekatan, dia menyerahkan kertas berisi nama-nama ke tangan Mawar.

"Hn?" Mawar tak terkejut. Saat lima orang yang dia kenal namanya berada paling atas di kertas ini. "Kak Chaca," gumamnya membaca nama yang berada di posisi pertama.

"Kita panggil dia ke ruang OSIS saat istirahat sebentar … dan oh ya, kurasa kita harus izin bolos seharian ini. Tidak apa-apa kan, Ishaq?" Ishaq yang tengah menatap undangan dari sekolah lain mendongak. Dia mencibir pelan. "Bilang aja, lo malas belajar."

Chika tertawa menatap wajah kesal Mawar.

"Heh, lo juga seneng-seneng aja kan bolos?" Ishaq tersenyum tipis, bahkan dia tidak mengira bakal tersenyum seperti itu.

"Yes, gue juga suka bolos. Lagipula urusan kita di sini bisa seharian." Dia menghela napas. Terlihat lelah sekali.

"Yakin nih, guys?" Mawar dan Ishaq kontan menatap wajah Chika. "Maksud gue, bolos seharian?" tanyanya tak percaya.

Ishaq mengangguk. "Ya, emangnya kenapa, Chik? Lo nggak mau ikutan bolos? Nggak papa kok, lo bisa masuk ke kelas sekarang." Ishaq mengalihkan pandangannya ke arah Mawar.

"Oh, ya. Mawar, bukannya sekarang pelajaran ibu Ani di kelas lo ya? Guru paling membosankan, gue aja hampir mati bosan saat dia mengajar." Ishaq terlihat memasang wajah mengompori Chika untuk tinggal di sini.

"Hn, iya juga sih." Chika menggaruk tengkuknya. "Yaudah, gue ikutan bolos."

Waktu terus berlalu, tanpa sadar mereka telah mengahabiskan waktu sekitar tiga jam di sana. Kini waktunya istirahat tiba.

"Chik, lo bisa umumin, panggil tuh kak Chaca?" Chika baru saja ingin berdiri, sebelum Mawar melanjutkan, "atau Ishaq aja deh."Ishaq melotot.

"Harus gue?" Dia mendecak, tapi tetap beranjak dari sana dan berjalan ke ruang informasi sekolah.

"Kita bakal apain kak Chaca? Hukum lagi? Kasih SP?" Chika bertanya dengan menatap serius Mawar. "Kita udah tegur dia, masih aja gitu. Kemarin kita kasih SP,dia malah ngerobek itu. Kita kasih panggilan untuk orang tuanya, sama aja, dia robek kan?"

"Kita ancam dia, kita bakal kasih buku ini di meja kepala sekolah. Tau kan apa akibatnya kalau kepala sekolah tau?" Mawar tersenyum lebar. Menatap wajah tekejut Chika. Tapi raut wajah Chika berubah, dia ikut tersenyum lebar.

Ketukan pintu membuat mereka menoleh ke arah pintu yang terbuka. Di sana, berdiri perempuan yang terlihat modis, baju diperkecil, seakan-akan kekurangan bahan, rambut yang dicat seperti tembok rumah, dan paling parah rok sepaha yang digunakannya.

Mawar menggeleng, dia menatap kakak kelasnya itu seraya tersenyum lebar. "Masuk kak," ajaknya. Dia duduk di salah satu kursi di sana. Chika pura-pura tak melihat, dia mendekati Ishaq dan tersenyum menyodorkan balasan surat undangan untuk sekolah lain yang dicetak oleh sekretaris—yang dititip ke Chika tadi.

"Gue kenapa dipanggil ke sini ya? Gue buat kesalahan lagi? Perasaan dah nggak deh."
Mawar tersenyum sinis, lalu menghentakkan foto-foto dan nama kakak kelas di depannya yang tertulis jelas di sebuah buku besar—catatan khusus anak OSIS.

"Itu apa kak?" Chaca menunjukkan raut wajah terkejut. Darimana anak OSIS mendapat foto ini? Astaga.

"I-ini, ini, ini bukan gue. Gue nggak tau apapun soal ini."

Chika tersenyum mencibir. Dia mendekat dengan anggun, lalu berkata, "Kak, itu sudah jelas kakak. Nggak usah ngelak deh."

"Diem!" bentak Chaca cukup untuk membuat Chika mundur kaget. Dia melotot tak terima.

"Lo suruh gue diem? Helo, lo yang harusnya diem! Semua bukti ada di tangan OSIS, lo bisa aja di DO dari sekolah, kalo lo masih terus ngelakuin ini," ucapnya dengan nada tinggi, dia bahkan lupa bagaimana cara menghormati wanita di depannya.

"Oh, jadi lo yang ngadu ke temen lo ini?" tunjuk Chaca ke arah Chika dan Mawar bergantian.

Ishaq terdiam, dia cukup memperhatikan dengan wajah tenang. Tapi, dia tahu, akan ada hal besar yang terjadi di sini.

"Mentang-mentang lo anggota OSIS, temen lo ketua OSIS, lo bebas ngelaporin gitu? Cih," decihnya membuat amarah Chika tersentil.

"Sekalipun gue nggak kenal sama Mawar, gue bakal tetap ngelaporin ini, Kak. Bahkan gue kepengin lapor langsung ke kepala sekolah."

"Sok banget lo, ngomong aja sih, lo tuh nggak bisa apa-apa tanpa Mawar, lo nggak ada apa-apanya dibanding Mawar."

"Kak!" tegur Mawar, dia mulai merasa tak suka dengan perkataan menusuk dari Chaca

"Apa?! Lo mau belain dia? Silakan, bela aja dia bela. Tapi perlu lo tau, semua orang di sekolah ini, juga tau kok, apa yang gue omongin itu benar. Chika … bergantung sama lo."

"Dan lo Chik, lo ... astaga! Berani-beraninya banget sih lo fotoin gue gitu? Lo cari mati hah?!"

"Iya kak, gue cari mati, eh salah. Gue cuma cari kebenaran."

PLAK!

Tamparan di pipi Chika yang dilakukan Chaca sukses membuat Ishaq dan Mawar terkejut bukan main.

Ishaq sudah ingin mendekat, tapi perkataan Chika membuatnya mundur kembali.

"Oh, hebat ya, sekarang gue dah ditampar sama senior tak bermutu kek lo!"

Chaca mendesis. "Lo—"

"Gue? Gue kenapa? Gue cantik? Oh, makasih." Dia mengangkat tangannya dan memegang pipi Chaca yang tentu langsung ditepis kasar oleh Chaca.

Chika tertawa sinis. Dia menatap Mawar dan tersenyum lembut seakan-akan memberi kode.

Dan … sebuah tamparan melayang ke pipi Chaca dengan keras.

"Huh?!" dengus Chika dan mulai berjalan ke luar, meninggalkan Mawar dan Ishaq serta Chaca yang terkejut dengan tindakannya.

Mawar mendekat, saat kesadarannya kembali. "Jadi? Masih mau ngulangin lagi kak? Saya rasa, ancaman kami itu tidak ada yang main-main, kakak bisa saja kami DO jika ketahuan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya."

"Dan oh ya, gue cuma mau ngasih...." Tangan Mawar dengan kencang melayang ke pipi Chaca.

"Anggap itu balasan untuk menyakiti temanku. Oke kak, kami berdua pamit dulu."

Ishaq dan Mawar-pun mendekati gagang pintu dan keluar dari sana.

Chaca berteriak histeris. Sesaat dia memasang ekspresi begitu marah dan akhirnya berjalan ke luar dengan emosi.

****

Chika mendengus bosan, dia menaruh tangannya ke pipinya. Menyentuh pelan dan meringis saat rasa sakit itu ada. "Sial!" umpatnya kasar. Dia rasa dia harus ke UKS sekarang.












Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friendship and FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang