Prolog

50 10 4
                                    

Malam mulai beranjak larut. Tidak seperti biasanya, kali ini tak ada satupun bintang berkilau kerlap-kerlip di langit, juga tak ada bulan benderang yang menerangi langit malam. Bisa dikatakan langit malam ini mendung yang saat itu juga terdengar rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi ini, membuat suasana terasa menjadi semakin kelam yang mencekam.

Namun, suasana yang tercipta itu tetap saja tidak mengalahkan suasana kelas yang ada dihati seorang laki-laki yang kini tengah duduk dikursi yang sudah reyot sambil merenungkan perilaku yang sudah dilakukannya selama ini.

Dia memandang lurus kearah padatnya kendaraan yang berlalu lalang dimalam ini. Tak bisa dipungkiri, walaupun malam telah mulai larut seperti ini, tetap saja masih saja terdapat antrian kendaraan yang terjebak macet.

Dimanakah dia berada?
Rooftop? Yap betul sekali. Kini dia berada di sebuah rooftop yang ada di sekolahnya.

Pasti kalian bertanya-tanya, mengapa dia berada di rooftop sekolah malam-malam begini. Simple saja. Dia sangat menyukai tempat ini, tempat favoritnya yang selalu dijadikan tempat pelarian ketika dia mendapatkan masalah.

Michael Franantyo Damanic, atau kerap dipanggil dengan sebutan Dama. Seorang laki-laki tampan, yang mempunyai tubuh tinggi tegap hidung mancung, berkulit kecoklatan, tak lupa dengan kedua lesung pipit yang membuatnya semakin menarik perhatian para perempuan.

Dama termasuk orang yang supel, cepat akrab dengan orang lain, yang membuat orang-orang nyaman berteman dengannya, apalagi dengan senyuman yang menampilkan lesung pipitnya membuat perempuan banyak yang menaruh hati kepadanya. Namun, di samping itu sikap dan perilakunya sangatlah berbanding jauh sekali dengan wajah yang dikira baik itu. Dia adalah orang yang memanfaatkan ketampanannya hanya untuk menarik perempuan untuk menjadi pasangannya dan setelah itu dia mencampakkannya begitu saja. Playboy? Tepat sekali.

Mungkin benar, semua perbuatan atau perilaku yang dilakukan itu pasti ada balasannya. Karma, orang-orang menyebut balasan atas perbuatan yang dilakukan. Pepatah mengatakan, "apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai nanti".

"Belum mau pulang?" Suara Mang Ujang, penjaga sekolah ini, terdengar mengagetkan Dama yang sedang melamun.
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya "Saya masih ingin di sini, mang"
"Masih ingin melamun menyesali semua yang telah terjadi?"
Dama menghela nafas sesaat. Kemudian dia mengangguk.
"Kalau gitu, apa perlu saya temani di sini?" Kata mang Ujang.
'Tidak perlu ,mang. Pergilah pulang ini sudah malam. Mang Ujang juga harus istirahat karena lelah bekerja seharian ini"

Mang Ujang memandang Dama dengan iba. Setiap malam dia akan berdiam hingga larut malam di rooftop ini hanya untuk menyesali semua perbuatan yang telah dilakukannya hingga dia harus kehilangan orang yang amat sangat dia cintai. Dama memang sering bercerita pada mang Ujang ketika dia sedang berada dalam masalah. Dama yang dikenal sebagai seorang lelaki tampan yang murah senyum dan suka tebar pesona kini menjadi seorang yang dingin dan acuh terhadap orang lain.

"Tapi,---"
Ucapan mang Ujang terhenti oleh suara pintu rooftop yang mendadak terbuka, disusul dengan sepasang pria dan wanita -Sandra dan Bryan, pacarnya, yang memandang ke arah Dama dengan amarah yang tercetak pada ekspresi keduanya.
Dama menghela napas. Dia sama sekali tidak terkejut melihat mereka yang selalu seperti itu kala mereka berhadapan dengan dirinya. Sejujurnya Dama sangat geram terhadap tingkah mereka yang selalu seperti itu. Tetapi dia sadar kalau bukan karena dirinya, Sandra tidak akan kehilangan kehilangan Cia, sahabat yang sudah dianggap saudaranya itu. Sandra akan selalu menjadi penyebab meninggal Cia, dan selalu menganggap Dama tidak berperikeperasaan.

SelfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang