5

22 1 0
                                    

Dama men-dribble bola basket yang ada ditangannya beberapa kali ke lantai lapang basket ini sebelum melemparkannya ke ring. Latihan rutin seminggu sekali. Itulah yang sedang dia lakukan sekarang bersama teman-temannya di setiap akhir pekan seperti ini. Keringat mulai bercucuran di dahi Dama menunjukan bahwa dia mulai kelelahan dan juga ditambah dengan cuaca sangat panas pada siang ini.

"Dam, tangkap!" seru seseorang padanya.

Dama menoleh, dengan sigap dia menangkap sebotol minuman dingin yang Rico telah lemparkan padanya. Lalu Dama membuka tutup kemasan dan meneguknya hingga bersisa setengah. "Thanks, Ric"

Dama berjalan ke arah bangku, untuk mengambil handuk yang disimpannya tafi di bangku itu. Dia mengelap cucuran keringat yang membasahi tubuhnya.

"Dam"
"Napa?" sahut Dama sambil menaikkan alis matanya.
"Lo kenapa sih, dari sekian banyak perempuan yang cantik di sekolah ini, malah milih Cia jadi pacar lo? Buka maksud gue Cia gak cantik, tapi... Ya dia bukan tipe lo banget tahu gak" tanya Rico tiba-tiba sambil berjalan menghampiri Dama dengan sebuah botol minuman yang sama seperti yang diberikan kepada Dama tadi.

Dama hanya mengedikkan bahu, acuh, tidak berkeinginan untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Rico merasa gemas sendiri melihat Dama.

"Dam, jangan gitulah. Kasih tahu gue, tinggal jawab aja. Gue tahu alesannya bukan hanya manfaatin Cia untuk ngerjain tugas-tugas lo doang. Gue tahu, lo gak sepicik itu Dam. Gue kepo nih, jangan bikin gue penasaran. Lo gak maukan sahabat lo ini mati karena penasaran?" ucap Rico dengan mendramatisir keadaan.

"Siapa suruh lo penasaran sama hidup gue?" sahut Dama santai bahkan kelewat santai. "Gue juga gak tahu, kenapa tiba-tiba gue berkeinginan jadiin dia pacar gue. So? Stop tanya-tanya gue masalah itu lagi" Dama heran, mengapa sabahatnya ini memiliki kadar ke-kepoan sangat tinggi sekali mengalahkan kecerewetan perempuan.

Dama tidak berbohong atas jawabannya yang diberikan pada Rico. Sempat terpikir olehnya untuk menjadikan Cia sebagai pelampiasan dan pelarian saja. Brengsek kah dia? Tak dapat memungkiri bahwa dihatinya masih ada sosok seorang perempuan. Namun, bohong sekali kalau Dama tidak tertarik pada Cia.

"Bukan karena Cia mirip dengan Anggun?" tanya Satria, yang merupakan sahabat Dama juga. Yang daritadi hanya mendengarkan percakapan antara Dama dan Rico mulai angkat bicara, membuat Dama diam membisu dengan tatapan kosong. "Gue sahabatan sama lo sama Rico bukan setahun dua tahun, Dam. Gue gak bodoh, tiap lo lihat Cia, mata lo terpancar kesedihan sekaligus kebencian, cuma orang yang bego yang bilang mereka gak mirip, bedanya Cia pake kacamata sedangkan Anggun enggak, walaupun sikap dan perilakunya berbeda sekali.  Bukankah begitu, Dam?" lanjut Satria dengan menaikkan alisnya.

"Gak, nggak, gue gak mikir gitu" bantah Dama dengan keras. "Tapi itu kenyataannya, kan? Mereka berdua mirip banget malah" telak Rico.
"Gue gak pernah mikir gitu" sanggah Dama lagi, namun kedua sahabatnya hanya terkekeh.

"Saran gue, lo jangan mainin cewek lagi lah Dam, terutama Cia. Cewek itu memang seperti boneka. Tapi inget laki-laki itu gak main boneka. Sudah sepatutnya sebagai cowok itu harus ngelindungi cewek. Hati cewek itu lembut, selembut sutra, jadi jangan sekali-sekali buat nyakitin cewek. Sekalinya cewek itu disakitin, kesakitan itu akan terus membekas dihatinya sampai kapanpun, meskipun dia udah bilang dia udah memberi maaf pada cowok. Jadi, sebaiknya sebelum lo nyakitin cewek, pastiin dulu perasaan lo sama dia itu bagaimana. Inget, orang yang menyakiti, akan tersakiti pada waktunya." ucap Satria.

Rico ternganga mendengar apa yang diucapkan oleh Satria, dia mengerjakkan matanya beberapa kali. "Satria teguh" gumam Dama. "Tumben bijak gini kata-katanya. Ngopas kata-kata dari tumblr atau dapat hidayah mau jadi motivator?"tanya Rico, yang malah langsung mendapat sebuah jitakan di kepalanya. Satria memberengut kesal pada Rico.

"Uuu sayang sayang" goda Rico. "Sini-sini Abang Koko peluk, uuuhh" lanjut Rico sambil berjalan ke arah Satria dan merentangkan tangannya.

Satria bergidik melihat sahabatnya yang mulai tidak waras segera bergegas pergi dari tempat itu. "Gue duluan, Dam" pamitnya sambil berlari.

"Sayang jangan lari-lari gitu, Aa gak pengen lari-lari kayak yang di India gitu" Teriak Rico sambil mengejar Satria yang telah pergi.

Kedua sahabat Dama meninggalkannya yang masih berdiam mencerna ucapan Satria tadi.

***

"

Lah, lo gak jemput cewek lo, Dam?" tanya Satria saat melihat Dama baru saja sampai ke sekolah sendiri. Dama hanya mengangkat bahunya. Dama terdiam di atas motor kesayangannya, tanpa ingin beranjak masuk ke kelasnya, begitupun dengan Rico dan juga Satria.

"Kebiasaan banget sih, kalau ditanya jawabnya kalau gak geleng-geleng kepala, ya ngangkat bahu doang" celetuk Satria kesal.
"Lo gak cemburu gitu liat cewek lo dijemput sama cowok lain?" tanya Rico dengan serius.

Dama menghentikan kegiatan memutar-mutar kunci motornya. Lalu menatap kedua sahabatnya secara bergantian. "Nggak" sahutnya.

"Yakin nih? Kalau Cia direbut cowok lain lo ikhlas? Kalau gak salah denger kemaren gue denger ditembak sama Bryan, si kapten futsal sekolah ini, atau Cia buat gue aja kali ya, gue juga ganteng kok gak masih sebelas dua belas mirip Harris J"

Rico langsung mendapatkan tatapan tajam dari Dama. "Wihh, lo gak terimakan?" Rico tersenyum meremehkan.
"Terserah lo" timpal Dama cuek, kemudian menyibukan diri dengan memainkan ponselnya.Dama juga heran kenapa dia merasa kesal saat Rico berbicara seperti itu, sepertinya ada yang aneh dengan dirinya.

"Ini pertanyaan yang entah keberapakalinya gue tanyain sama lo, Dam. Lo sayang nggak sih sebenarnya sama Cia?" tanya Satria.
Dama terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang dirasakannya pada perempuan itu. Apakah ketika Cia ditembak laki-laki lain, dia kesal, itu namanya sayang? Namun perasaannya ini sangat berbeda dengan apa yang dia rasakan dulu.

"Huahhh, malah diem aja lo. Apa pertanyaan itu susah banget kah? Menurut gue nggak sih. Tinggal bilang Ya atau Nggak, itu aja. Kalau emang lo gak sayang, lo lepasin aja, jangan nyakitin anak orang. Gue tahu lo masih stuck di masa lalu. Lo masih belum bisa ngehapus Anggun dari hati lo" cecar Satria.

Rico mengangguk sambil menepuk bahu Dama. "Gue setuju sama Satria. Jujur gue bingung sama pemikiran lo saat ini. Lo masih stuck di dia tapi lo minta Cia jadi pacar lo, karena dia punya wajah mirip sama dia." Rico menatap Dama dengan serius. "Ngeliat sikap lo yang kayak gini, gue curiga ngejadiin Cia mainan pelampiasan atas kepergian dia dari lo"

"Udahlah, berisik kalian, gue cabut" Dama men-starter motornya kemudian dia pergi melesat meninggalkan parkiran sekolah.

Rico hanya mendesah melihat kelakuan sahabatnya. "Bener-bener gak bisa ditebak" ujarnya.
"Ya gitulah" timpal Satria

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SelfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang