Jika tidak bisa membuat bahagia,
tolonglag jangan menambah luka,
terlalu rapuh hati ini untuk menerima luka lagi.***
Rara berjalan tergesa-gesa di tengah kerumunan orang-orang yang sedang meliuk-liukkan badannya di dance floor diiringi musik yang sangat keras sehingga dapat memekakan telinga.
Malam semakin larut, tidak menyurutkan keinginan orang-orang untuk datang ke tempat seperti ini. Nyatanya semakin malam, tempat ini malah semakin ramai orang yang datang. Dengan sepatu booths warna hitam setinggi mata kaki, celana jeans hitam dan dan juga jaket kulit berwarna hitam pula Rara berusaha untuk mencari seseorang di tempat terkutuk itu. Semua orang yang berada di sana menatap heran kepada Rara, mengapa datang ke tempat seperti ini dengan pakaian seperti itu, namun Rara masa bodoh akan hal itu.
Langkah Rara terhenti saat dia melihat siluet seorang laki-laki yang sedang dicarinya bersama dengan perempuan berpakaian sangat minim sedang menikmati minuman. Tangannya terkepal menahan geram. Rara melihat perempuan itu mencoba merayu dengan tangan yang berada di bahu si laki-laki.
Dengan gerakan cepat, Rara menarik rambut Dama sehingga laki-laki itu hampir terjungkal ke belakang, dan menarik kerah bagian belakang jaketnya menjauhi perempuan yang bersamanya. Sebelum sempat Dama protes, Rara telah melayangkan tamparan di pipi kanan Dama dan sebuah pukulan yang lumayan keras di perutnya.
Plak! Bugh!
"Anjing! bangsat!" Dama mengumpat keras, sambil menahan kesakitan akibat tamparan dan pukulan itu. Mata elang laki-laki itu menatap tajam ke arah Rara. "Maksud lo apa bangsat? Berani-beraninya lo sama gue?!"
"Cih, bangsat teriak bangsat! Lo yang bangsat!" Ucap Rara sengit. Dia menatap tajam balik tatapan yang diberikan Dama tanpa rasa takut. Dia melihat ke arah perempuan yang bersama laki-laki itu tadi dan memberikan pelototan sebagai petunjuk untuk pergi menjauh, perempuan itupun dengan rasa takutnya berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Lo apain temen gue, hah? Lo buat dia nangis terus-terusan, tapi lo gak peduli sama sekali, sebenernya lo anggap dia itu apa? Babu lo? Yang bisa lo suruh-suruh seenak jidat lo? Yang bisa lo manfaatin kepinterannya demi kepentingan lo sendiri?" Ujar Rara dengan ketus, kesal setengah mati pada laki-laki dihadapannya ini.
Dama hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli sama sekali.
"Biadab lo!"
Rara bersiap untuk memberikan Dama satu tamparan lagi, namun laki-laki itu telah waspada dan mudah membaca situasi. Cowo itu memegang pergelangan tangannya sebelum tangan itu mengenai pipinya, dengan keras membuat Rara meringis kesakitan.
"Berpikir dua kali kalau lo mau ngelawan gue" ucap Dama sinis, sambil menghempaskan tangan Rara dan berjalan menuju dance floor tanpa mempedulikan ocehan dari Rara.
"Kalau sampai lo nyakitin sahabat gue lagi, gue akan pastiin lo akan menyesal. Inget itu!" Ancam Rara, yang malah membuat laki-laki itu tertawa terbahak-bahak.
Dama berbalik ke arah Rara, "Lo ngancem gue? Cih gede juga nyali lo" kata Dama meremehkan. Membuat Rara melayangkan pukulan ke perutnya lagi, sedangkan laki-laki tak bisa menghindar karena gerakan Rara sangat cepat tanpa Dana bisa membaca situasi.
Bugh!
"Sialan!" Umpat laki-laki itu meringis kesakitan. "Lo gak pernah diajarin sopan santun sama yang lebih tua ya lo?"
"Gue diajarin sopan santun kok sama orang tua gue. Tapi gue gak akan sudi buat sopan santun sama cowo kayak lo. Lo sendiri yang harusnya punya etika yang baik, kalaupun memang lo udah gak punya moral sama sekali" Rara tersenyum miring saat Dama mulai terpancing emosinya.
"Terus mau lo apa hah?" Tanya Dama menggeram kesal.
"Gue cuma mau lo jangan nyakitin Cia, udah cukup beban yang berat ditanggungnya selama ini, dan lo malah menambah bebannya dengan nyakitin dia?" Cecar Rara dengan nada sedikit melunak. "Gue cuma pengen liat dia bahagia, gitu aja. Apa gue salah? Apa gue salah pengen liat sahabat gue sendiri bahagia? Gue berusaha semampu gue buat ngebuat dia seneng, tapi lo? Lo dengan mudahnya nyakitin dia, ngebuat dia nangis, lo manfaatin kepintaran dia, lo manfaatin kepolosan dia! Lo gak pernah mikirin perasaan yang dirasain Cia saat ini seperti apa? Sebenernya lo itu manusia apa iblis? Kenapa gue bilang gitu? Karena mana mungkin ada manusia di dunia ini yang gak punya hati kayak lo, bahkan lo lebih dari seorang iblis dari neraka Jahannam!"Dama tertohok atas ucapan panjang lebar dari Rara. Dia egois, dia gak pernah mikirin perasaan pacarnya itu sama sekali. Dia hanya memanfaatkan Cia hanya untuk mengerjakan semua tugas-tugas nya. Selama ini dia hanya memerintah ini-itu pada Cia, dan dengan kepolosannya selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh Dama.
"Kenapa diem aja? Nyadar diri lo?" Ucapan Rara membuyarkan lamunan Dama.
"Apa?" Sewot Dama. "Ngertiin Cia sekali-sekali, atau kalau bisa lo putusin sahabat gue, gue pengen dia bahagi, gak kayak sekarang yang tertekan sama lo" peringat Rara lalu berlalu pergi meninggalkan Dama yang berkutat pada pemikirannya.Sepeninggalan Rara, Dama hanya berdiam diri tak berkutik. Dia masih memikirkan ucapan Rara yang menohok hatinya.
'Apa mungkin gue keterlaluan ya sama Cia?' 'Tapi buat apa gue peduliin dia? Gak ada gunanya' Batinnya beradu argumen yang membuatnys bingung.Argghh!
"Gak, gak, gak seharusnya gue bingung mikirin ini, buat apa gue mikirin dia? Toh gak ada faedahnya ini buat gue. Pokoknya selama dia masih gue butuhin buat mengerjain tugas-tugas gue, gue gak akan pernah ngelepasin dia gitu aja. Lo gak akan pernah bisa lari gitu aja dari gue Cia. Gue akan terus buat lo luluh sama gue, gimanapun caranya." Tekad Dama, kemudian pergi berjalan meninggalkan tempat ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Selfish
Teen FictionKamu tahu? Apa yang menjadi musuh terbesar dalam hidup seseorang? Jawabannya adalah egonya sendiri. Mengapa begitu? Karena dengan ego atau sering kali kita ketahui dengan egois, orang lebih mempedulikan perasaannya, keinginannya, atau apapun yang be...