"Dam, lo mau kemana?"
Sapa seseorang yang dari arah pintu kelas, membuat langkah Dama terhenti yang akan menuju ke arah tangga kelas 10. Dama menoleh ke arah orang yang menyapanya. Terlihat Rico, sahabat karibnya, yang sedang menatap kearahnya dengan tatapan bingung."Biasalah, mau nyamper doi buat ke kantin bareng" ujarnya dengan santai. "Lo mau ikut?"
"Bukannya Cia kelas sebelas ya?" Rico melihat Dama dengan tatapan bingung.
"Yang bilang gue mau ketemu Cia siapa sih? Gue mau cari Tasya kekelasnya" jawab Dama, lantas dia melanjutkan kembali langkahnya menuju kelas seorang perempuan yang bernama Tasya itu, diikuti dengan Rico yang berjalan dibelakangnya."Dam, Tasya siapa lagi sih? Lo udahan sama Cia?" Heran Rico sambil mengerutkan keningnya untuk berpikir.
"Adik kelas gue yang lagi deket sama guelah, emang lo pikir dia siapa?" Ketus Dama seolah-olah tidak mau untuk ditanya-tanya lagi." Lo tanya gue udah sama Cia? Ya enggaklah, yakali gue udahan sama dia. Nanti yang ngerjain tugas-tugas gue siapa kalau gue udahan sama dia? Atau lo yang mau ngerjain, hah?" Lanjutnya dengan kesal."Yaelah Dam, mau sampai kapan sih lo manfaatin kecerdasan Cia buat ngerjain tugas-tugas lo. Lo sekarang udah kelas 12, lo harusnya coba buat mikirin masa depan lo, jangan kayak gini terus. Gue kasian sama Cia, mau-maunya pacaran sama lo padahal dia tahu lo cuma manfaatin dia doang. Tiap hari lo gonta-ganti cewe, bahkan di depan Lala sekalipun. Coba lo sedikit hargai dia, sebelum lo nyesel nantinya" ceramah Rico mencoba menyadarkan Dama yang sangat-sangatlah keras kepala dan juga egois.
"Udah ceramahnya? Gue mau cari Tasya. Kalau lo mau ke kantin duluan aja. Nanti gue nyusul" Ujar Dama acuh kemudian pergi meninggalkan Rico yang masih mematung setelah mendengarkan respon dari sahabatnya itu.
Rico menghelakan napas gusar. Dia cukup lelah untuk menyadarkan sikap Dama yang suka bermain-main dengan perempuan. Padahal Dama sudah memiliki seorang kekasih, walaupun Dama hanya memanfaatkan kecerdasan kekasihnya itu.
"Semoga lo gak bakalan nyesel atas karma yang akan lo terima nanti, Dam" gumam Rico sambil mengusap wajahnya gusar.
***
"Cia, Ciaa" teriak seseorang yang sambil berlari menghampiri sosok perempuan yang dipanggil Cia itu. Cia, seorang perempuan kutu buku, yang kerap dikatain teman-temannya dengan sebutan nerd itu bernama lengkap Caecillya Latucia Nadiyah Faullin, mendongak kepalanya sambil membuka kacamata minus berbingkai bulat yang digunakannya ketika belajar dan membaca.
"Kenapa, Ra?" sahut Cia memandang heran kepada Rara, sahabatnya, Rania Aura Nadine. "Lo tau gak? Barusan gue liat kak Dama sama cewek lagi" seru Rara heboh atas kejadian yang baru saja dilihatnya.
"Dimana?" tanya Cia, masih berusaha terlihat tenang saja dihadapan sahabatnya itu."Gue liat kak Dama lagi makan di kantin sama adek kelas yang waktu itu ngedeketin dia pas MOS, yang kelas 10 itu, yang namanya siapa ya gue lupa" Rara berusaha mengingat nama perempuan yang makan bersama dengan Dama. "Oh iya gue inget, namanya Tasya, anak 10 MIPA 2" ujar Rara menjawab pertanyaannya sendiri.
Sedangkan Cia hanya bisa berdiam mengetahui hal itu. Ini bukan kali pertama dia tahu bahwa Dama, sang pacar, sering bersama perempuan yang berbeda tiap harinya, walaupun itu di depan Cia sekalipun. Dia hanya bisa pasrah atas perlakuan Dama yang seenaknya dan tidak pernah memikirkan apa yang dirasakan oleh Cia.
"Ciaaa, Hellooo" Rara mengibas-ngibas tangannya di depan wajah Cia yang tengah melamun.
"Eh, iya? apa Ra? Maaf maaf, aku tadi melamun" ucap Cia setelah tersadar dari lamunannya. "Ah lo mah, gue ngomong panjang lebar gak didengerin" kesal Rara menghentak-hentakan kakinya ke lantai."Iya iya, maaf, tadi bicara apa?" Tanya Cia lagi kepada Rara. "Tau ah gue kesel sama lo" "Btw, lo gak apa-apa diperlakuin gitu terus sama kak Dama?" Lanjutnya dengan nada khawatir.
Cia adalah satu-satunya sahabat paling dekat dan akrab dengan Rara begitupun dengan Cia. Cia merasa sangat bersyukur, karena Rara mau berteman baik dengannya, disaat semua orang menjauhinya karena dia tertutup, dan bisa dibilang ansos -anti sosial.
"Aku? Kenapa denganku?" Heran Cia atas pertanyaan Rara yang dianggapnya aneh.
"Aishh, kesel lama-lama gue ngomong sama lo" Rara mengusap wajahnya dengan kasar. "Maksud gue, lo gak sakit hati gitu sama sikap seenaknya, kak Dama?" Jelasnya dengan geram atas kepolosan Cia."Sakit sih, tapi mau bagaimana lagi?" Terangnya sambil menunduk
"Ya, kalo gitu lo tegasin hubungan lo sama dia" cecar Rara menasehati Cia yang terlalu menerima Dama setulus hati."Caranya?" Cia bingung apa yang harus dilakukannya. Walaupun dia sakit hati, gak terima atas sikap dan perilaku Dama yang seperti tidak menganggap Cia sebagai pacarnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri menahan rasa sakit yang dirasakannya.
"Ya, lo lakuin apa kek, tanya kek ke dia buat apa jadiin lo pacar tapi dia tiap hari selalu makan bareng cewek lain, bahkan di depan lo, atau gak lo tanya mau dia apa, mungkin lebih baik sebagai final lo minta putus dari dia"cecar Rara dengan menggebu-gebu saking kesalnya.
"Nanti aku coba bicara sama dia" pasrah Cia, lalu kembali berfokus pada sebuah novel dihadapannya. "Bagus deh, lu tegasin dia mulai sekarang, jangan mau dimanfaatin terus-terusan sama dia"
"Kantin aja kuy, gue mau ngambil pesanan makanan yang tadi gue pesen" ajak Rara sambil menarik tangan Cia tanpa persetujuan dari temannya itu.
***
"Tasya, ayo dong cepet makannya, udah mau bel nih" bujuk seorang laki-laki agar perempuan yang dipanggil Tasya itu memakan makanan yang telah dipesankan olehnya.
"Gak mau, pengen disuapin" tolak Tasya pura-pura marah. "Aku gak mau makan kalau aku gak disuapin sama Kak Dama" lanjutnya. Sekarang di sinilah Dama berada, dikantin menikmati makanannya bersama dengan Tasya yang susah makan."Makan atau gue tinggalin lo di sini" ancan Dama yang mulai kesal dengan Tasya. "Iiihh gitu, iya deh aku makan" ujar Tasya dengan suara yang sengaja diimut-imutkan sambil mulai makan.
Sambil menunggu Tasya selesai makan, Dama mengamati keadaan sekitar kantin ini. Matanya terpaku melihat seorang perempuan yang tengah menatap kearahnya dengan tatapan sendu. Saat mata mereka bertemu, perempuan itu segera menundukkan kepalanya dan buru-buru bergegas meninggalkan kantin dengan menarik lengan temannya. Perempuan itu, Cia, pacarnya.
Dengan cepat Dama menyusul Cia, mempedulikan Tasya yang memanggilnya. Dia berlari mengejar Cia yang mulai menjauh meninggalkan kantin.
"Ciiaaa" teriak Dama agar Cia menghentikan langkahnya. Namun perempuan itu tidak menghiraukan terikan dari Dama. "Ciaa, tunggu" teriaknya lagi.Sedangkan Cia dan Rara malah berlari menghindar dari Dama ke arah taman belakang sekolah yang tidak banyak diketahui oleh banyak siswa karena tempat itu lumayan sepi dan sedikit tidak terurus.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Selfish
Teen FictionKamu tahu? Apa yang menjadi musuh terbesar dalam hidup seseorang? Jawabannya adalah egonya sendiri. Mengapa begitu? Karena dengan ego atau sering kali kita ketahui dengan egois, orang lebih mempedulikan perasaannya, keinginannya, atau apapun yang be...