Palsu | A

32 5 1
                                    

MENCEBURKAN diri ke dalam suatu proyek besar itu adalah suatu tantangan. Gue suka banget sama tantangan besar dan melibatkan banyak orang. Seperti yang sedang gue lakukan sekarang ini, menjadi salah satu anggota yang terlibat dalam acara Festival Rakyat yang akan berlangsung di Bandung.

Gue menjadi bagian dari divisi Event Management, gue mengemban jabatan sebagai sekretaris. Ini hobi sampingan aja sih, selebihnya gue kerahin untuk mengerjakan riset salah satu mata kuliah. Gue terus me-review lagi beberapa kegiatan acara, mulai dari sponsor, target peserta, sampai-

"Lo gila ya, Kin? Masa udah gua yang bacain berita, gua juga yang harus mempoles??" Yuan melempar sebuah kertas ke arah Kinan. Ah, Kinan.

"Heh! Gausah lebay. Gue aja yang nyari berita, gue juga yang edit. Masih mending lo ga disuruh nyari berita panas kepanasan, hujan kehujanan!" Kinan menggebrak meja. Gue yang ada di sudut kantin cuman bisa melihat keributan mereka dari jauh. Beberapa pasang mata hanya bisa menonton, emang ga ada bedanya sama yang gue lakukan sih.

Gue yang sedikit terhibur merasa perlu menyudahi keributan-- terganggu juga sebenarnya. Akhirnya gue mematikan layar laptop dan memasukannya kembali ke dalam tas ransel. Gue menghampiri mereka yang sedang adu mulut. "Apaan sih ribut-ribut. Lo berdua kira tempat ini pasar?"

"Dia duluan yang mancing keributan. Masa gue dikasih berita mentah kayak gini?" Yuan mengambil kertas yang berserakan di meja lalu diperlihatkan ke gue.

"Yaelah, lebay amat lo jadi laki-laki. Kerjaan lo apa sih di radio? Cuman sekadar baca berita kan? Ya harusnya lo kreatif dikit edit beritanya." Kinan mengibaskan tangan nya ke udara.

"BAGIAN EDIT KAN TUGAS LO, KINAN!" Yuan mulai emosi dengan pembawaan Kinan yang ngeselin. "Udah.. Berhenti ributnya! Berita ini gue aja yang edit sampe rapih. Lo tinggal siarin aja. Ini mau disiarin kapan?"

"Emang lo bisa, Li?" Yuan menatap gue ga percaya, "Lo ga percaya?" gue balas bertanya, "Bukan maksud meremehkan sih, Li. Lo bahkan ga pernah ikut UKM apa pun."

Ck, gue tertawa dalam hati. Urusan remeh-temeh edit berita yang bentuknya artikel ini sih gampil. Gue udah terbiasa banget siarin artikel atau bahkan gosip yang bentuknya masih caption instagram buat jadi topik pembicaraan di radio tempat gue kerja.

"Ga pernah ikut UKM apa pun bukan berarti ga bisa apa pun, kan?" Yuan tergelak atas jawaban yang gue lontarkan. Sementara Kinan cuman memperhatikan dengan tenang, walaupun dari raut wajahnya juga menunjukkan bahwa dia ikut tergelak atas jawaban tadi.

"Yaudah deh, atur aja. Sore ini ya jam 3, langsung kirim file nya ke WhatsApp ya." Yuan memasukan ponsel nya ke dalam saku, "Gue ada kelas nih bentar lagi, yaudah.. Thanks ya, bro."

Yuan berjalan pergi, meninggalkan gue dan Kintut. "Lo seriusan bisa?" Kinan memertanyakan hal itu lagi. Gue menghela napas panjang, "Kalau gue ga bisa, lo mau ngedit ini?"

Dia menggeleng dan cengengesan. Dan menyebabkan gue tahu bahwa dia punya gingsul. Gue dan dia akhirnya memutuskan untuk duduk sejenak sambil menyeruput segelas minuman. Dia memesan milkshake coklat, sementara gue cukup dengan segelas green tea.

"Lo serius ga pernah ikut UKM?" Kinan memulai topik percakapan, gue mengangguk pelan. "Kenapa?" Kinan menyeruput milkshakenya.

"Males." jawab gue sekadarnya. Ya iyalah, ngapain gue ikut UKM? Gue udah cukup sibuk jadi penyiar di radio. Belum lagi kalau tempat gue kerja ngadain event bulanan. Konser kecil-kecilan gitu, atau ngadain MnG penyiar.

Belum lagi tugas kuliah yang harus bertanggung jawab atas kerontokan rambut gue, nah kebetulan gue ambil peminatan Komunikasi Strategis. Jadi nanti waktu semester 4-6, mata kuliah itu mulai berat, eh sangat berat:

Marketing Communication
Crisis Management
Event Management
Social Marketing Communication
Riset Komunikasi Strategis
Periklanan
dan lain-lainnya

See the difference? Mati gak tuh dalam satu semester biasanya itu ngerjain lebih dari satu campaign yang pastinya bukan cuma konsep tapi harus eksekusi. Bikin event yang bener-bener dari konsep, nyari duit, eksekusi, belum lagi nanti pas pitching dimaki-maki dikomentarin sama dosen.

Kuliah gue emang kelihatannya gampang, bikin event dan campaign sana sini, yang bener-bener terjun ke lapangan dan ngadepin orang yang aneh-aneh mulai dari client dan lain-lain. But this is why I love my major because semua teori yg ada di kelas itu applicable ke society.

"Kok lo tengil banget sih, Li?" Kinan menyemprotkan milkshake dari sedotan yang gue yakin udah terkontaminasi sama air liurnya ke wajah gue. "Lo yang tengil!" gue balas dengan hal yang sama.

"Ih! Jorok, Onta!" Kinan mengambil tisu dan mengelapkan wajahnya yang penuh green tea. Gue tertawa singkat, "Lo duluan yang mulai, Kintut. Lo jangan songong sama kating."

"Idih. Pingin banget dianggap sesepuh?" Kinan melirik gue dengan sinis, "Oh ya jelas lah. Lo gatau Ali Husein itu siapa disini?"

Iya, gue adalah kakak tingkatnya Kinan. Kita beda jurusan tapi satu fakultas. Kinan mengambil jurusan Antropologi dan masih semester 2, sementara gue-- bisa lo tebak, ya, jurusan Ilmu Komunikasi. Sekarang gue udah masuk semester 3, itu berarti hampir terbitlah KKN. Oh, jangan tanya kenapa gue bisa kenal Kinan. Karena... Gue gatau jawaban nya. Mungkin gue emang ga inget, merasa tiba-tiba akrab sampe sesuka hati ngatain dia dengan sebutan Kintut.

"Gatau dan ga peduli juga." Kinan mengaduk milkshakenya. Gue menyemprotkan lagi green tea ke wajahnya yang menyebalkan itu.

"Jorok!" Kinan berusaha menutupi wajahnya yang terus gue serang pake green tea. Gue tertawa puas, sukurin. "Udah ah mainan nya." Kinan mengambil tisu dan membersihakan wajahnya lagi.

"Berani kotor itu baik." gue tertawa meledek, dia cuman mendecih sebal. "Eh iya, Kintut... Lo sengaja kayaknya ngasih artikel mentah ke Yuan, ya? Lo mager, kan? "

Raut wajah Kinan berubah menjadi sendu? "Nggak gitu.. Habis gue kesel, minta artikel baru tapi nyuruh cepet-cepet. Emang kerjaan gue buat menyuplai kebutuhan UKM dia doang!"

"Belum sempet ngedit karena galau kali lo," gue asal sebut, seketika ekspresinya berubah lagi jadi ketakutan seperti takut rahasianya terbongkar. "Eh, gue bener?"

"Apaan sih, udah gue mau cabut dulu. Udah ada janji.." Kinan langsung berdiri dan memasangakan earphone abu-abu-- earphone yang sempat gue lempar ke dia. Sebenarnya masih gue pingin pake sih, tapi yaudah lah, masa mau gue minta lagi?

"Bertepuk sebelah tangan.. Sudah biasa," Kinan mendelik sebal ke arah gue, "Ditinggal tanpa alasan.. Sudah biasa.." gue tetap menyanyikan lagu itu sambil menjadikan meja sebagai gendang dadakan. Kinan cuman berdecih sebal, kemudian mulai berjalan pergi tanpa menghiraukan suara gue.

Gue tertawa hambar, lucu seorang Kinan menyembunyikan apa yang dia rasakan dibalik tingkah menyebalkan dan rasa tidak peduli nya. "Gue tau semua ekspresi ga pernah peduli lo terhadap apa pun itu palsu, Kinan."

Radio Playlist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang