Senja | K

33 2 0
                                    

Pahit sekali secangkir kopi yang disajikan disini, sudah dua menit tidak tersentuh semenjak seruputan pertama. "Kok ga diminum?"

Gue menoleh ke arahnya, "Bukan itu pertanyaan yang seharusnya kamu lontarkan," menarik nafas panjang yang kemudian gue hembuskan pelan, Gema mengerutkan kedua alisnya, "Kenapa kamu suka kopi tanpa gula gini? Ini kan pahit!"

Gema sontak tertawa, begitu renyah sekali, bahkan taco yang ada dihadapan kami sepertinya kalah renyah. Gema berdeham, "Siapa suruh pesan minuman yang sama?"

Gue menggeleng cepat, "Fokus, Gema. Itu bukan jawaban," mataku menatap pria yang terkekeh itu. Rambutnya ikal, warna kulit sawo matang, tubuhnya sedikit gempal namun tidak bisa dikatagorikan obesitas.

"Mau jawaban jujur atau bohong?" Gema menyesap kopi pahit itu lagi, gue melemparkan taco ke wajahnya. Dia menaruh cangkir kopi kembali ke meja kayu putih ini. "Kamu tahu aku paling ga suka dibohongin."

"Tapi suka bohongin perasaan sendiri?" Gema mengambil tacos dimangkuk berukuran besar lalu melahapnya. Aku melirik tajam ke arahnya, "Gema!"

"Kinan!" Gema terkekeh sambil terus menyantap taco, "Jujur." gue langsung mengintrupsi tawa yang terus menggema. Gema berusaha meredam tawanya, "Kenapa, ya? Karena kalau aku pesan kopi dengan tambahan gula atau krim, rasa kopi yang aku tenggak nanti akan pahit,"

"Loh?"  gue menyirit ke arahnya, "Pernah ga sih kamu habis makan makanan manis trus setelah itu minum minuman manis?"

Gue berpikir sejenak, mengingat waktu di rumah Nenek, gue pernah makan nastar pas lebaran, minumnya sirup. Lalu gue mengangguk antusias, "Nah.. Rasa minuman itu jadi apa?"

"Hambar?" gue menatap Gema yang tersenyum singkat, "Benar, manis bertemu manis maka tidak akan terasa apapun. Seperti itu yang akan aku rasakan jika meminum kopi dengan campuran gula atau krim, dan ditambah lagi meminumnya bersama wanita yang terlampau manis."

"Gombaaaaaaaaal!" gue menyirit geli ke arahnya, "Bukan gombal, tapi jujur. Tadi minta jawaban jujur, kan?" Gema tersenyum jahil. "Ok, sekarang bohongnya apa?"

Gema berpikir sejenak, kemudian tersenyum singkat. "Semua penjelasan yang tadi itu bohong." gue terdiam sesaat, sampai akhirnya tawa Gema kembali pecah. "Ngerti ga?" Gema membenarkan letak kacamatanya yang turun.

Gue mengangguk pelan dan berusaha tidak tersenyum atau tersipu. Kalau gue merasa tersipu atau menampilkan cengiran, Gema pasti akan meneruskan kata-kata yang seratus persen bikin gula darah naik. "Rese!" gue pura-pura marah, sejujurnya mana bisa gue marah ke Gema. "Hahaha.. Yaudah buruan habisin minumnya, udah mau magrib."

"Ga doyan, pahit." gue menolak untuk menghabiskan kopi yang rasanya pahit banget, bayangin aja, kopi gayo tanpa gula! "Makanya jangan ikut-ikutan, yaudah sini aku aja yang ngabisin, kan sayang.."

Selepas Gema menghabiskan kopi pahit itu, kita langsung beranjak pergi dari kedai kopi. Menaiki motor bersama Gema, kami membelah jalan yang tidak begitu padat. Gue memejamkan mata, menikmati angin sore yang menerpa pori-pori kulit. "Gem, kenapa ya kalau matahari mau beranjak turun selalu terkesan terburu-buru?"

"Iya, seperti begitu cepat. Mungkin matahari ga mau lihat bulan menunggu untuk bergantian menerangi bumi." Gema melirik sesekali ke arah spion, "Selain itu, matahari ga mau buat orang dibelahan bumi yang lain menunggu sinarnya."

"Tapikan, aku mau nya matahari tetap bersinar, dengan begitu sore akan terasa lama, biar bisa terus sama Gema." gue mencoba menggombal, walaupun terdengar basi. "Matahari atau bulan, Gema akan selalu ada." timpal Gema yang tidak kalah basi. Kami berdua tertawa, menertawakan betapa menggelikannya rayuan yang  saling kami lontarkan.





"Weis. Kintut!" lamunan gue berkendara saat sore bersama Gema hilang begitu aja, tergantikan tepukan seseorang tepat dibahu gue. Gue melirik sekilas, yailah dia lagi. "Bengong mulu, mikir jorok lu ya."

"Apaansi, onta. Otak gue mah ga kotor kayak pikiran lo." gue mendecih sebal, Ali mencubit hidung gue. "Ih! Pergi sana jauh-jauh dari hidup gue!" gue mendorong dia untuk segera pergi atau setidaknya berada dalam radius 5 km.

"Lo ga pulang? Nunggu siapa disini? Emang ada salah satu anak futsal yang mau sama lo?" gue melihat ke sekeliling, astaga.. Jadi selama pertandingan gue cuman bengong doang? Tiwi sama Rena udah pulang? Mereka kenapa ninggalin gue sih?! Mana udah sore banget, 20 menit lagi mau magrib.

"Brisik, udah ah gue mau pulang." gue mengalungkan sling bag, kemudian lekas pergi. Gue berhenti sejenak, ada yang ga beres. "Lu mau ngapain?" gue mendelik sebal ke arah pria yang berbalut hoodie berwarna abu-abu dan celana bahan berwarna coklat selutut.

"Pulang juga, kan pintu keluarnya cuman satu." Ali menunjuk pintu keluar lapangan futsal, "oh." gue berjalan lagi, Ali mengekor di belakang. "Pulang sama siapa?"

"Abang ojol." gue menjawab tanpa  melihat ke arahnya, gatau kenapa setiap ketemu Ali, gue selalu merasa sensi. "Bareng aja, gimana? Indekos lo daerah Margonda, kan?" Ali tahu-tahu sudah menyamai langkah gue. "Hm.. Boleh deh, kalo lo maksa."

"Dih pede banget," Ali mengacak-acak rambut sebahu gue. Gue mencoba menyingkirkan tangannya. "Nih pake." Ali menyerahkan helm berwarna pink, "Lo kerja part time jadi tukang ojek, Nta (re: oNTA)?" gue memperhatikan helm pink bergambar hello kitty yang dia berikan. "Iya, ojek dadakan kakak gue." Ali menstater motor berwarna merahnya.

WhatsApp
______________________________________

Kinan : Vespa banget?

gue mengomentari display WhatsApp nya.

Gema Faskandi : bukan, itu honda C70, motoe jadoel..
Gema Faskandi : *motor

Kinan : Oalaa.. Ku kira vespa.. Mirip gitu ga sih?

Gema Faskandi : iyaa mirip, tapi bukan jenis vespa

.
.
Dan dilanjutkan dengan membahas hal tidak penting lainnya.

______________________________________




"Ye.. Malah bengong lagi, buruan naik, udah mau hujan." Ali membuyarkan lamunan gue yang lagi-lagi tentang Gema. "Sorry aja nih, kalo lu berharap kita bisa kayak scene ftv yang hujan-hujanan bareng, mending lo naik ojol aja." Ali mengadahkan wajahnya ke atas, dan benar saja, awan kelabu sudah sangat pekat.

Pertanda bahwa nanti malam bulan tidak bersinar. Ada atau tanpa matahari dan bulan, Gema tidak lagi ada.

Radio Playlist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang