Radio Playlist

Nada Panggilan Alam | A

SENGAJA datang lebih awal ke tempat kerja supaya bisa menikmati indahnya senja di rooftop gini udah jadi kebiasaan saat gue lagi bete sama tugas kuliah yang bikin sakit jiwa. Gue menyesap segelas kopi sambil memandang beberapa gedung pencakar langit dan deretan rumah yang semrawut.

Matahari perlahan turun, semburat jingga menyebar ke seluruh langit, gue menghembuskan nafas perlahan, sore yang indah. Hembusan angin yang bercampur polusi depok menerpa pori-pori kulit wajah gue yang makin hari mirip Reza Rahardian.

"Hai," gue menoleh ke arah suara yang memecahkan lamunan, "Udah aku tebak sih pasti kamu ada disini," gadis berambut setengah pirang dan hitam itu tersenyum, gue sedikitpun enggan rasanya buat ikut tersenyum. "Kamu udah lama disini?" dia berjalan mendekat, gue kembali pada posisi semula.

"Berhenti alay bisa?" gue langsung mencelos begitu dia tepat berada di samping tempat gue berdiri. "Alay?" dia balik bertanya, gue menyesap kopi sambil tersenyum sinis. "Gausah pura-pura gatau dan seakan biasa aja. Gue ga bisa, Rindi. Berhenti untuk bilang aku-kamu." gue langsung berjalan untuk pergi, lebih tepatnya ingin segera menuju kantor.

Ting!

Gue memasuki lift yang pastinya kosong, Rindi ikut masuk ke dalam lift, gue menekan tombol ke lantai 4. "Kamu tahu ga kenapa aku masih berusaha dapetin hati kamu? Kamu tahu ga aku sedalam apa suka sama kamu? Kamu tahu ga.." Rindi meracau bermacam hal yang ga gue hiraukan sama sekali, bahkan buat denger kata perkata yang dia ucapkan itu bikin mau muntah.

Ok, kalian pasti bilang kalo gue adalah cowok jual mahal, belagu, dan jahat setara plankton di film kartun Spongebob. Percayalah, gue ga akan sekejam itu, asal dia segera melangkah mundur untuk berhenti bucin. Gue berjalan ke arah kantor, membuka pintu kaca perlahan, dan langsung merebahkan tubuh di sofa. Sengaja gue rebahan di sofa yang kosong, biar Rindi ga ikut duduk, kalo dia duduk sama gue tuh nempel banget!

"Alibi!" Rindi memekik keras, gue memejamkan mata, persetan sama dia, ah.. Sial, earphone yang biasa gue pake buat ga denger suara Rindi udah gue kasih ke Kintut. Omong-omong soal Kintut, sumpah itu orang bikin gue ga bisa berhenti buat iseng sama dia. Apalagi pas sebelum gue ke sini, gue nganter dia dulu ke indekos nya, sepanjang perjalan gue denger suara aneh gitu, kayak bunyi perut yang breeett.. Drrrtt.. Pokoknya mencurigakan, Kinan laper kali, ya? Jadi gue sengaja mampir dulu ke KFC terdekat, ternyata dia langsung lari ke arah toilet. Yaudah sambil nunggu dia selesai dari urusan pribadinya, gue memesan dua rice box dan float-- paket anak kost akhir bulan.

"Kenapa ketawa? Emang ada yang lucu?" Kinan mendelik sebal ke arah gue, gue mengatur napas supaya berhenti ketawa. "Jadi tadi suara aneh itu bukan karena lo laper?" gue menyeruput float perlahan, "Wajar banget kan seorang manusia dapet panggilan alam?" seketika minuman gue ga sengaja menyembur ke wajah Kinan. Matanya langsung seperti ingin lepas menatap tajam ke arah gue, gue otomatis makin ketawa tanpa rasa bersalah.

"Aww.." gue memekik kesakitan, tubuh gue yang ada di atas sofa seketika tergeletak tidak berdaya di lantai, "Apaan sih, Bang!" gue menatap sebal ke arahnya, "Ya habisnya serem banget lu, tolol! Pake ketawa sendiri pas tidur lagi! Bikin parno aja lu." Bang Fahri mencoba membangunkan tubuh gue yang tergeletak tidak berdaya. "Buruan sana siaran! Bini udah di dalem, katanya kebelet ingin berduaan dengan dirimu, sayang." Bang Fahri tersenyum jahil. "Dia bukan bini gue!"

"Tips yang ketiga adalah rajin untuk minum air putih! Dan minum minuman isotonik. Cuaca pancaroba gini rawan banget kan bikin tenggorokan kering, sariawan, bibir pecah-pecah, gerah body sampai gerah hati! Hahaha..."

"Itu tadi tips terakhir dari Rindi, btw yang masih mau request bisa banget loh, Rindi sama Alibi selama beberapa jam kedepan masih stay buat kalian ya, sobat Poofie!"

Rindi menatap ke arah gue dengan tatapan ramah sambil tersenyum singkat, gue langsung duduk pada kursi putar dan memasang headphone.

"Selanjutnya sesuai janji gue yang tadi, kita akan puterin lagunya Ed Sheeran yang Perfect, tapi sebelum itu kita dengerin dulu Lauv - I Like Me Better.. Pas banget nih buat kalian yang lagi berduaan dengan crush,"

Rindi langsung menoleh ke arah gue sambil tersenyum senang dan seketika gue malah eye roll! Ya Tuhan.. Kenapa Rindi begitu annoying? Dia emang suka sama gue sih, ya ga masalah juga, gue wajar dengan perasaan suka itu, tapi masalahnya dia nge-gas terus! Bisa ga sih dia suka sama yang lain aja?

Bang Fahri, misalnya. Dia tuh selain pinter dalam bidang teknisi penyiaran radio banyak banget kelebihan lainnya. Bertubuh atletis-- ga kayak gue yang buncit ini, rambutnya selalu klimis karena setia pake pomade-- kalau gue pake cukup mengandalkan minyak goreng yang curah, dan Bang Fahri ini ganteng! Cocok banget deh buat digandeng ke acara kondangan atau sunatan masal.

"Lauv - I Like Me Better.. Check this out....."

Dan entah kenapa gue malah kepikiran Kintut dengan nada dering panggilan alamnya.