"Kau akan jadi milikku meskipun kau sekarang milik Reinaldo Angkasa."
Seketika mataku terbelalak. Darimana dia tahu nama lengkap Rei?
"Ternyata benar dugaanku. Kau sudah sadar sejak kau turun dari mobil tadi."
Kuangkat kepalaku dan melihat wajahnya. Sialan. Darimana dia tahu bahwa aku sudah siuman sedari tadi?
"Berani-beraninya kau berbicara padaku dengan nada sinis? Aku yang seharusnya tanya padamu soal perlakuanmu yang tidak senonoh ini."
Dia tertawa setelah mendengar ucapanku. Seluruh emosiku sudah sampai pada puncak kepalaku. Aku tidak ingin kewalahan menonjok orang yang tidak kukenal. Sebaiknya sesegera mungkin aku meninggalkan ruangan ini.
Kulebarkan langkah kakiku agar sampai pada pintu. Saat tanganku sudah meraih kenop pintu ruangan itu, dia tertawa lagi dan mengejekku.
"Mau kemana kau? Jangan kau sentuh kunci itu kalau kau masih ingin keluar dengan keadaan bernyawa."
Sudah cukup lama aku menahan emosiku, aku beranjak dari pintu kembali ke hadapannya. Aku menamparnya dengan keras.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? Aku bahkan tidak kenal ataupun ada urusan denganmu."
"Wah,wah. Mademoiselle yang sangat garang. Untung kau perempuan, kalau tidak, sudah kuhabisi kau sedari tadi." balasnya dengan tatapan sinis.
"Tolong beritahu apa maumu. Aku benar-benar muak dengan sikapmu!" jeritku jengkel.
"Hey Mademoiselle, kuperingati sekali lagi. Jaga cara bicaramu atau kuhabisi kau."
"Hey Monsieur Tua, berkacalah sana. Aku bertindak seperti ini karena ulahmu sendiri manusia bodoh dan banyak tingkah!"
PLAK!
Manusia yang tidak berotak itu menampariku. Seumur hidup aku belum pernah ditampar oleh laki-laki. Bahkan Papa saja tidak berani melakukannya. Dasar laki-laki tidak punya moral!
"Sudah kubilang bukan? Jangan main-main denganku. Aku benci perempuan yang berbicara kepadaku dengan aksen dan gaya seperti yang kau perbuat tadi."
"Kau tahu? Kau adalah laki-laki yang tidak akan pernah dihormati oleh siapapun dan dimanapun."
PLAKKKK!
Kali ini tamparan itu jauh lebih kuat. Gigiku berdarah dan bekas telapaknya masih tertinggal dipermukaan pipiku.
"Memang manusia bebal. Kau rasakan ini!"
Aku tidak pernah mau menggunakan kemampuanku dalam bela diri untuk melukai orang, tetapi dia adalah salah satu yang terkecuali. Aku memukulnya sekuat yang kubisa. Aku melampiaskan semua emosi yang sudah kutahankan sedari tadi dengan menonjok mukanya berkali-kali. Bukan hanya emosi, harga diriku juga sudah dilecehkan oleh manusia ini karena sudah menampariku 2 kali. Setelah aku puas dengan memberikan pukulan yang bertubi-tubi kepadanya, aku menatapnya dengan sinis.
"Jangan pernah menganggap aku lemah dan tidak bisa membalasmu. Aku tidak pernah mau melukai orang tapi aku rasa kau memang pantas untuk mendapatkan ini semua."
Aku membuka kenop pintu itu dan menarik koperku keluar dari kamar itu. Aku kembali menatapnya yang tidak berdaya dan kututup lampu dan pintu itu kembali. Aku menguncinya dari luar dan kunci itu kubawa. Aku beranjak keluar dari rumah besar itu secepat mungkin.
/////
Aku akan mulai aktif kembali!
Thanks for reading!
❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone
Ficção Adolescente" Jika saja aku bisa memilih takdir manakah yang harus kujalani, aku takkan pernah memilih untuk dipertemukan denganmu. " . . . .