17. kejujuran

42 3 0
                                    

Sudah 1 minggu semenjak pernikahan Dimas, yang artinya keberangkatanku ke Yogya semakin dekat. Aku akan berangkat 3 hari lagi. Aku sudah bicara kepada keluargaku, dan mereka menyetujuinya. Jujur saja, berat rasanya saat mengucapkan kebohongan kepada keluargaku. Tapi mau bagaimana lagi, aku benar – benar butuh waktu.

Sebenarnya aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan kehamilanku. Toh, ujung – unjungnya aku juga tidak bisa menutupinya. Perutku akan membesar, dan bayiku juga akan lahir. Tapi seperti yang sudah aku bilang, aku butuh waktu.

Saat ini aku sedang ada di café bersama Dina. Menyusun laporan keuangan dan perencanaan manajemen untuk cabang yang di Yogya. berhubung aku ada disana, tentu saja aku yang turun langsung untuk mengelola café. Dina awalnya melarangku untuk mengurusi café, tapi aku memaksa. Lagi pula bosan juga rasanya jika hanya di apartemen tanpa melakukan kegiatan.

Hp ku berdering, dan nama Dimas terpampang disana

"halo"

"dimana?"

Aku mengernyit mendengar suara Dimas. Suaranya sangat dalam. Aku tidak pernah mendengar suara Dimas yang seperti ini. Dan itu membuatku takut.

"dimana?" tanya dimas kembali dengan suara yang semakin dalam

"di café" jawab ku lemah

"pulang, sekarang" ucap Dimas penuh penekanan.

Dimas langsung memutuskan sambungan telfon, setelah aku menjawab "iya". Saat ini perasaanku tidak enak. Ada apa sebenarnya. Perutku mendadak mulas tanpa sebab. Pikiranku sudah kemana – mana saat ini.

Dina sepertinya menyadari perubahan raut muka ku "kenapa ka?" tanyanya

"gue disuruh pulang sama Dimas"

"ya udah, pulang gih. Siapa tahu penting. Ini tinggal dikit lagu kok, biar gue yang nyelesaiin"

"ya udah, gue duluan ya" pamit ku pada Dina

Dan sepanjang perjalanan menuju rumah, jantungku berdegup kencang, dan aku punya firasat bahwa sesuatu telah terjadi. Tapi aku tidak tahu apa itu.

***

Oke. Firasatku semakin buruk, ketika aku sampai di depan rumah, pagar rumahku terbuka. Dan ada mobil Reno disana. Aku langsung keluar dari mobil dan masuk kedalam rumah.

Tubuhku seketika mendingin melihat pemandangan didepaku saat ini. Ibu menangis, ayah dan Dimas menatapku tajam. Dan Reno... bagaimana cara aku menggambarkan keadaannya saat ini. Keadaan Reno benar – benar kacau, kemeja berantakan, luka lebam hampir diseluruh mukanya. Bahkan ada darah yang mengalir di pelipisnya.

Tidak perlu dijelaskan lagi apa yang terjadi. Aku sudah tahu. Dan saat ini aku tidak tahu harus marah atau merasa sedih kepada Reno. Reno, pasti memberitahu keluargaku yang sejujurnya.

Aku hanya bisa terpaku. Tidak mampu bergerak dari posisi berdiriku saat ini. Sampai suara ayah mengintrupsiku.

"duduk"

Dengan langkah gemetar aku duduk di sofa ruang keluarga. Didepanku ada ayah dan ibu. Disamping kiriku ada Dimas, dan disis kanan ku ada Reno. Baiklah.. aku merasa seperti ada dipersidangan, dan siap divonis hukuman mati.

"kami sepertinya gak perlu menjelaskan apa – apa lagi sama kamu. Kamu sepertinya paham apa yang sudah terjadi. Ayah mau dengar cerita versi kamu. Ceritakan semuanya dari awal, tanpa ada kebohongan. Percaya lah, kalau ada satu kebohongan saja yang kamu ucapkan, jangan anggap saya ayah kamu lagi. sudah cukup semua kebohongan kamu selama ini"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GabardinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang