Dengan pikiran yang kosong aku berjalan tanpa tahu arah tujuanku. Hujan mengguyuri kota ini. Seperti nya London tahu sekali isi hati ku saat ini. Aku memang sangat membutuhkan hujan. Tanpa kusadari aku sudah berjalan kaki lebih dari satu jam. Tanpa tahu saat ini aku berada dimana. Namun, ada satu tempat yang sangat familier bagiku. Tempat itu pernah ku datangi bersama Maggie, sebelum ia meninggalkan ku dan bertunangan dengan Barnaby, dosen kami di kampus. Tanpa berpikir panjang aku memasuki toko buku tersebut. Sebenarnya aku tahu toko buku ini akan tutup, karena lampu neon toko baru saja di matikan oleh penjaga toko.
Seorang wanita ber topi baret hijau lumut, berambut merah dan berbadan mungil menghampiri ku dengan senyum yang ia paksa. Namun, aku tidak menangkap sama sekali apa yang wanita itu katakan padaku, aku hanya terlalu terfokus pada deretan buku Harry Potter. Aku menghampiri rak buku tersebut dan mengambil salah satu seri buku Harry Potter yang berjudul Goblet of Fire. Masih segar di ingatan ku Maggie sangat menyukai seri ini, karena mengingatkannya pada adiknya Libby yang terkena kanker sel darah putih tahun lalu dan meninggal sambil menggenggam buku ini. Maggie berkata padaku bahwa dengan membaca buku ini ia terasa sangat dekat dengan Libby.
Sekelibat memori kembali lagi di ingatanku, Libby yang saat itu terbaring lemah di kamar rumah sakit setelah menjalani kemoterapi membuat air mata Maggie mengalir deras di pipinya, ku genggam tangan Maggie dengan erat lalu kutatap wajah Libby yang tersenyum lemah pada ku dan Maggie
"Please Mag, kenapa kau jadi cengeng? Kemana larinya kakak ku yang berusaha menyewa DJ terkenal di London agar aku dapat merasakan clubbing yang sebenarnya? Akhirnya kau, Tom dan DJ tersebut dilarang mendekati kamar rumah sakit ini bukan?," Libby terkekeh lemah lalu Libby menggenggam tangan Maggie
"Sist, I'm Fine... ini hanya efek obat sementara, jangan jadi pecundang Maggie, Siapa lagi yang akan menemani ku berkhayal hal gila tentang menjadi salah satu murid Hogwarts? Dan memenangkan Triwizard Cup? " Maggie terkekeh lalu menggapai pipi Libby dan mengecup nya. Dr.Brown meminta kami untuk meninggalkan Libby agar ia dapat beristirahat setelah kemoterapi yang ia jalani.
"Mantan kekasih ku sangat menyukai buku ini," Kenapa kenangan tersebut membuatku meracau? Apa yang kukatakan sebenarnya? dan kuyakin wanita penjaga toko ini juga tidak peduli dengan racauan ku.
"Ia meninggalkan pesan di buku ini, seharusnya kertas itu ada di halaman ke 20, apakah kau tidak melihatnya disini?," lagi-lagi aku meracau hal yang tidak jelas, karena tidak ada yang mengetahui kertas tersebut selain aku, Maggie dan Libby. Lagipula, kertas tersebut bukan berada di buku yang saat ini kupegang, namun kertas tersebut berada di buku yang Libby miliki, yang selalu Maggie bawa kemanapun ia pergi. Kertas itu berisikan pikiran-pikiran gila yang akan Libby lakukan sebelum ia meninggal. Sayangnya dari 20 daftar yang Libby buat hanya 9 yang berhasil ia lakukan, dan hal itu membuat Maggie sangat rapuh dan menyesal.
"Sir, saya tidak tahu apa yang anda maksud, dan siapa yang anda maksud, anda bisa kembali besok pagi dan mencari jawabannya," tentu saja dia tidak tahu apa yang kumaksud, aku hanya meracau hal yang tidak jelas karena pikiran ku sedang kacau.
"Saya sebenarnya tidak mau kasar kepada konsumen tetapi jam kerja saya sudah habis, dan saya harus pulang, anda meghalangi saya untuk pulang," aku penghalang nya utuk pulang ke rumah. Namun, yang kuingin kan saat ini adalah duduk di toko buku ini sambil menyelami memori-memori ku bersama Maggie disini. Tak kusangka aku aan kembali lagi ke toko buku ini. Di tempat inilah aku melamarnya dan menyatakan bahwa aku mencintai nya dan ia adalah hal terindah yang pernah aku miliki. Namun, takdir berkata lain, aku mendapati calon istriku melakukan hubungan seks dengan dosen yang sangat akrab dengan ku Mr. Joseph Barnaby di ruang kantor nya. Seketika dunia ku hancur berantakan dan aku tak dapat mengenali diriku sendiri. Hari ini aku ingin menenggelamkan diriku di sungai Thames, namun aku mengurungkan niatku karena aku masih ingin menyaksikan Maggie dengan balutan baju pengantinnya, walaupun baju tersebut tidak dipersembahkan untukku.
Aku merasa tak enak degan pegawai tersebut karena membuat jam kerja nya bertambah lalu aku minta maaf. Kuputuskan untuk keluar dari toko tersebut sebelum pegawai itu mengutuki ku. Saat kubuka pintu toko aku tersentak terkaget lalu terjatuh karena suara petir yang menggelar. Aku pria 29 tahun yang tidak tahan akan suara petir, karena trauma masa kecil yang kualami.
Pegawai berbaret hijau lumut itu menghampiriku dan menanyakan keadaanku. Aku merasa ada sesuatu yang perih terasa di tangan ku, lalu kudapati darah berlumuran di seluruh telapak tanganku. Pegawai tersebut menatapku dengan wajah yang horror. Lalu ia bergegas menuju belakang toko dan mengambil sesuatu untuk membersihkan dan mengobati tanganku yang terluka.
Saat ia kembali tanpa sungkan pegawai tersebut mengambil tangan ku dan membersihkan nya dengan alcohol. Kurasakan perih yang amat sangat menjalar di kulit ku. Aku memandangi pegawai wanita itu secara lekat-lekat. Jarak kami hanya beberapa inci. Harum tubuhnya tercium di hidungku. Wangi tubuh nya mengingatkan ku pada wangi tubuh Maggie. Rambut pegawai wanita tersebut menyetuh sedikit pergelangan tanganku dan membuatku berdesir. Warna mata nya sama dengan warna mata Maggie. Bagaimana mungkin wanita ini mempunyai kemiripan dengan wanita yang pernah ku cintai? Dari aroma hingga fisik nya? Hatiku berdesir ngilu. Wanita ini membuatku merindukan wanita yang pernah menjadi rumah bagiku.
"Topi ini lumayan konyol untuk penjaga toko buku Sir? Atau ada yang aneh di wajah saya?," Ah, dia mengetahui bahwa aku memerhatikannya dari tadi. Aku mengalihkan pandangan ku darinya dan menatap hujan lebat yang masih mengguyuri kota ini. Aroma tubuh wanita itu masih tercium di indera ku. Aku merindukan aroma ini, aroma cinnamon hanya saja aroma cinnamon yang keluar dari tubuh wanita ini lebih pekat dibanding Maggie, begitu pula warna rambut nya yang merah lebih menyala terang dibanding wanita yang dulu pernah menjadi calon istriku. Bentuk bibir wanita itu pun hampir sama dengan nya, bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Bibir merah nya mengatakan sesuatu pada ku namun aku tak menangkapnya dengan baik hanya kata-kata perban saja yang tertangkap oleh ku. Pikiran ku penuh akan kerinduan ku terhadap Maggie, seketika wajah wanita ini berubah seperti wajah Maggie di pikiranku yang sedang kalut. Tanpa berpikir panjang aku menarik lengannya dan menggapai rahangnya lalu mendarat kan bibir ku pada nya dan melumatnya dalam-dalam.
Setelah kusadari aku mencium seorang pegawai toko buku yang sama sekali tidak kukenal aku melepaskan bibir ku dari nya dan berlari keluar toko sambil mengutuki diri ku sendiri
"Stupid! What the fuck that I'm doing?," Bibir ku masih terasa panas ketika aku berlari menghadang hujan yang masih mengguyur kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TELAH TERBIT!) Married With a Stranger (Stranger Series 1) [END]
RomanceTELAH TERBIT DI NOVELINDO PUBLISHING! 21+ (bijak-bijak lah dalam membaca ada beberapa bagian mature content) Takdir mempertemukan Lucy Rupert Darcy dan Thomas Edward Harrison mereka bertemu di situasi yang tak terduga dan mereka terjebak di sebuah...