Bagian 9

153 13 0
                                    

Mungkin part 9 ini masih seumur jagung ya tapi menurut aku part ini lumayan berintrik yang biasanya intrik keluar pas di part yang berbelas belas. Happy reading kalau begitu.

Sebelumnya,

"...aku merasa belakangan kau sedikit banyak pikiran. Setidaknya dengan ikut bakti sosial dapat mengurangi pikiran beratmu"

Yasmin mencerna. Benar, apa yang dikatakan Carissa benar. Ia harus menyegarkan pikiran. Menghilangkan rasa bersalah mungkin. Hanya untuk membuat Marshall menyadari kesalahannya dan meyakinkan diri Yasmin untuk membatasi diri dari berpikir tentang lelaki itu.

Apalagi skripsi yang belum kelar bisa saja menambah masalah pikirannya.

"Ok. Aku ikut" Yasmin setuju.

Keputusannya telah telak dan mungkin situasi ini lebih baik. Tatapan Yasmin turun pada tangan kanannya yang mencengkram erat tas selempang. Menyadari getaran ponsel di dalam tas yang semenjak kemarin terus bergetar tiap menitnya. Tentu tahu siapa ia, namun Yasmin sampai saat ini masih mengabaikannya.

Biarkan seperti ini dulu.

Bab 9

Empat hari setelah kejadian itu...

Yasmin tidak mendengar lagi atau bahkan notifkasi yang menandakan Marshall menghubunginya lagi. Setidaknya notifikasi itu berhenti sejak dua hari lalu tepat sehari setelah pertengkarannya dengan Marshall dimulai malam itu.

Yasmin menghela nafas,

Entah mengapa diwaktu ini ia merasa banyak merenungi dirinya dan itu menyangkut bagaimana perkataan kasarnya pada Marshall waktu itu. Oh, jika dipikir ulang Yasmin merutuki perkataannya terlepas dari perkataan kasar Marshall pada Melia. Tidak seharusnya ia mengatakan benci, bahkan letak benci yang dikatakan Yasmin dirasa salah jika kebenciannya terpaku pada perbuatan Marshall dimasa lalu, diwaktu lelaki itu melecehkannya.

Dan waktu yang seiring membuat Yasmin merenung dan menggaris bawahi kenyataan yang ada adalah, Marshall yang sekarang bukanlah Marshall yang waktu itu. Marshall yang sekarang, sangat membutuhkan pendampingan mengenai gangguan mental psikologisnya, sehingga entah mengapa membuat pribadi lelaki itu melupakan jati dirinya. Rasa bersalah terasa menghantui sekarang, meski nyatanya bagaimanapun dia adalah Marshall yang sama dengan waktu itu.

Lagi, Yasmin menghela nafas,

"Sudah siap?" Yasmin tergeragap saat Carissa menyenggol bahunya dari belakang.

Ya, hari ini adalah keberangkatan Yasmin dan teman-teman lainnya menuju tempat tujuan bakti sosial di daerah Bandung. Mungkin tidak seharusnya Yasmin ikut dalam even ini mengingat semester akhir dan skripsinya yang seolah membebas tugaskannya dari segala kegiatan diluar perkuliahan. Namun kata sanggup yang ia setujui pada Carissa membuat Yasmin tidak bisa menarik ulang, apalagi setelah ketua acara menyambut baik hal ini.

"Siap" ucap Yasmin sembari mengeratkan tas ransel bawaannya dipunggung.

Keduanya berjalan menuju bis yang telah menanti mereka. Setelah meletakkan tas dibagian sudut atap, Yasmin menyamankan duduknya dikursi dekat jendela, tepat sebelah Carissa duduk disampingnya yang sedang mengotak atik handpone berlabel buah apel tersebut.

Yasmin membuang muka, menghela nafas menuju arah pelataran kampus dari balik jendela. Perasaan tak menentu membuat hari-harinya tidak nyaman dalam menjalani.

'Semoga Melia sedang bersama Marshall sekarang'

Doa Yasmin dalam hati. Mengingat Melia, sepulang dari kampus sore itu, Yasmin sempat mampir di cafe milik Melia, namun nyatanya yang ia dapatkan dari manajer cafe adalah gadis tomboy itu sedang cuti seminggu yang artinya dalam seminggu Melia tidak akan datang ke cafe.

SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang