Bagian 10

97 9 2
                                    

Setelah Yasmin memutus teleponnya dengan Melia. Gadis itu mengusap air matanya, menahan diri dari gemetar tubuh yang tak tertahankan. Ia harus melakukan sesuatu, Yasmin harus pulang, kembali ke Jakarta untuk memastikannya sendiri.

***

Nafas Melia sesak, tatapan murka dan panik seolah bercampur menjadi satu. Waktu semakin larut, tapi tak membuat dirinya tenang menikmati malamnya. Persetan, dengan pria yang menikahinya enam bulan ini yang masih berdiri dipentri.

Melia meraih Marshall tak sadarkan diri, menyeret lelaki betubuh tinggi itu susah payah. Air matanya masih basah, panik dan khawatir semakin menggerogot saat Marshall terlalu lekat menutup mata.

'Bagaimana jika Marshall tidak bangun lagi?'

Melia semakin panik. Setelah ia berusaha menidurkan Marshall disofa. Wanita itu mencari cari ponselnya yang tergeletak diatas meja. Kedua tangannya gemetar, saat mencari kontak rumah sakit biasa Marshall dirawat.

"Ha,, hallo tolong..."

BiB

Panggilan Melia terputus saat Sean sudah berada dipunggungnya. Merebut ponsel itu dan mematikannya tanpa segan.

"Kembalikan ponselnya" Melia menggeram.

Sean melempar ponsel Melia ke sofa yang lain. Tatapan lelaki itu datar, nampak tenang seolah tak terjadi apapun.

"Tidak perlu berlebihan. Tembakan itu hanya bius. Dia akan bangun setelah 3 atau 5 jam kedepan"

Ucapan Sean masih belum melegakan perasaan Melia, wanita itu berbalik menatap pongah dihadapan Sean.

"Kamu lupa Sean? Lupa Marshall sedang sakit? Tidak, kamu tidak akan pernah tahu. Kamu nggak mau tahu. Sekarang tolong kamu pergi dari rumahku"

Usir Melia dalam sekali tarikan nafas. Untuk alasan apapun Melia tidak akan memaafkan lelaki ini, meski dia suaminya. Marshall adalah keluarganya dan Melia masih ingat, amat sangat pekat bahwa dulu kedua lelaki ini tidak pernah akur sama sekali.

Rahang Sean mengetat, ingin sekali membentak. Namun lelaki itu mengurukan jika semua itu akan membawa Melia lari darinya lagi. Dan bahkan melakukan hal bodoh lagi.

Sean mengendurkan ototnya yang menegang, menenangkan diri. Sebelum berniat menuju pintu keluar.

"Kamu akan menyesal" tutup Sean sembari berjalan pasti kearah pintu.

Melia masih gemetar ditempat, memikirkan kemungkinan bila ia mengatakannya. Kedua tangannya bertaut menguatkan diri sebelum kembali berbicara,

"Aku... Aku akan memikirkan langkah kita untuk bercerai"

Suara Melia seperti mencicit, namun ia yakin lelaki yang telah berada didepan pintu itu masih mendengar. Jelas terlihat bagaimana lelaki itu berhenti tiba-tiba.

"Kita lihat saja nanti" balas Sean saat ia memberi jeda dirinya yang mendengar keputusan istri enam bulannya ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang