Bab 1

22 3 1
                                    

Sebulan setelah kematian kakek. Awal tahun ajaran baru.

"Jau, cepat!" Teriak Rayhan sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Iya, bersabarlah sedikit!" Jawab Jauna sedikit kesal. Karena sejak tadi Rayhan terus mengetuk pintu kamar mandinya.

"Kita bisa terlambat dihari pertama sekolah. Dan itu akan membuat reputasiku buruk dihari pertama,"

"Berisik! Hentikan bicaramu, dan itu akan membuatku lebih cepat"

"Dasar adik kurang ajar!" Umpat Rayhan sambil berlalu.

Rayhan Purnama, kakak dari seorang Jauna Syasya. Mereka berdua adalah murid baru yang akan terlambat. Pasalnya, Rayhan sudah membangunkan Jauna sejak pukul 5 namun gadis itu malah terbangun sejam setelahnya.

Dan benar, mereka terlambat. Upacara sudah dimulai, dan satpam telah mengunci gerbang sekolah.

Seorang satpam melihat mereka dengan tatapan sinis, "Hari pertama sudah terlambat, bagaimana seterusnya?" Sedang yang disindir tak menyadari.

Alhasil, mereka baru masuk setelah upacara selesai. Belum lagi hukuman yang diberikan guru BP, biasa dikenal bu Tia. Berjemur dilapangan sejam. Heh, gila saja! Mereka sudah menunggu setengah jam di depan gerbang, dan kini berjemur di bawah matahari yang mulai panas.

"Kamu sih, kalo bangun dari tadi kan gak bakal gini jadinya." Omel Rayhan pada adiknya.

"Bawel!" Umpat Jauna, namun masih bisa terdengar oleh Rayhan. Rayhan mencubit pipi adiknya gemas, bagaimana pun juga ia takkan bisa marah pada adiknya. Tak dipungkiri, ia sangat sayang pada adiknya. Apapun akan Ia berikan untuk Jauna. Karena kini, Rayhan lah yang menjadi tanggung jawab adiknya. Setelah kakeknya meninggal sebulan yang lalu, keluarga besarnya mengirim mereka ke kota ini. Rayhan sudah menduga akan rencara buruk kelurga besarnya, mereka hanya menginginkan harta kakeknya.

Benar dugaan Rayhan, dua hari yang lalu mereka mengirimnya bersama Jauna ke kota ini. Memberikan sebuah rumah beserta fasilitasnya, motor keluaran terbaru, uang jajan yang terus mengalir setiap bulan, semua kebutuhan Rayhan dan Jauna mereka yang menanggung. Cukup memadai memang, tapi tak sebanding dengan wasiat harta yang kakek berikan untuknya dan Jauna. Ia dan Jauna tak mempermasalakannya memang, justru mereka bersyukur bisa jauh dari keluarga terkutuk itu.

Setelah selesai menjalankan hukuman, mereka berjalan menuju kelas masing-masing. Jauna mencoba menemukan kelasnya setelah melihat papan pengunguman tadi. Ah, ini dia, 10-2 dengan wali kelas bu Lenna Dara. Jauna mencoba mengetuk pintu kelas itu. Tak lama, seorang guru perempuan keluar,

"Ada apa?" tanya nya bingung.

Jauna mulai gugup untuk menjelaskan, "Eee ... itu Bu, saya Jauna Syasaya. Murid absen empat belas di kelas ini." Begitulah yang tertera di papan pengunguman, no. 14 Jauna Syasya.

"Mengapa kamu terlambat?" Tanya wanita itu, bu Dara mungkin.

Sambil terbata-bata, "Sa-saya bangun kesiangan Bu."

"Jangan pernah mengulanginya lagi! Dan saya, Lenna Dara. Panggil bu Dara," ujarnya sambil mempersilakan Jauna masuk.

Jauna berjalan mengikuti wanita itu. Eh maksudnya, bu Dara. Wanita dengan alis tebal tanpa sulaman itu menatapnya, "Silakan perkenalkan diri!"

"Sa-saya Jauna Syasya. Biasa dipanggil Jauna. Salam kenal" Ucapnya sambil tersenyum, berusaha menutui kegugupannya.

"Ya, boleh duduk disana," katanya sambil menunjuk bangku kosong paling pojok. "Untuk sementara ini kamu duduk sendiri dulu, satu siswa lagi belum datang." Intruksi bu Dara yang hanya diangguki Jauna.

Jauna tak pernah mempermasalahkan dengan siapa ia duduk. Ia hanya berharap semoga yang duduk di sampingnya bukan siswi yang banyak tingkah. KarenaIa bisa dikategorikan penyendiri.

Lalu kemudian bu Dara melanjutkan pembicaraan pemilihan ketua kelas beserta koordinat lainnya yang dilakukan esok hari. Lalu kemudian mulai membacakan peraturan yang berlaku di sekolah ini. Seperti dilarang merokok, dilarang menggunakan sepatu converse, dan banyak lagi.

Tiba-tiba pintu kembali diketuk, "Maaf Bu Dara saya terlambat."

Bu Dara menatap siswa itu jengah. Bukan hanya jengah padanya, namun pada siswa siswi yang terlambat hari ini. Pasalnya, memang banyak sekali yang terlambat hari ini, bahkan ada beberapa guru pula yang terlambat.

Tapi tunggu, dia langsung tahu nama bu Dara sebelum bu Dara memperkenalkan diri? Aneh sekali.

Bu Dara menarik napasnya panjang, "Silakan perkenalkan diri!"

Siswa itu berjalan dengan santainya. Jalannya yang terlihat cool ditemani wajah datarnya, membuat beberapa siswi mulai berbisik-bisik. Oh jangan lupakan wajah ke-arab-an nya, hidung mancung, alis tebal yang cetar membahana, matanya pun tak kalah indah. Pokoknya Jauna yakin dia punya darah luar negeri, sepertinya daerah Timur Tengah. Apalagi tubuh tingginya yang lebih membuat terlihat gagah. Kalau dipikir-pikir menikah dengannya bisa memperbaiki keturunan Jauna.

Eh tunggu, barusan Jauna berpikir apa? Menikah? Dengan siswa itu? Seketika Jauna sadar dari hayalannya. Jauna yang jauh dari kata cantik dan mancung, tinggi badan pun biasa saja. Lalu tiba-tiba mengharapkan menikah dengan siswa tampan itu? Hanya mimpi. Apalagi Jauna sejak kecil tak pernah memperhatikan penampilannya. Jika bukan babysitter nya yang menyisirkan rambutnya, mungkin rambut Jauna tidak pernah tersisir. Jika tidak ada yang memandikannya mungkin ia hanya mandi setelah dua hari, jika tak ada yang mencarinya pulang untuk istirahat mungkin ia tidak akan pulang. Dan hal semacam itu berlngsung hingga ia kelas lima di sekolah dasar (SD).

"Gue, Altan Al-Fatteh. Serah lo pada mau manggil gue apapun. Ukuran sepatu 44, kalau ada yang mau ngasih boleh." Beberapa siswa tertawa, sedangkan siswa itu masih dengan wajah datarnya

Heh, gimana bisa dia ngelawak tapi mukanya masih datar. Ujar Jauna dalam hati.

Seusai memperkenalkan diri siswa itu berjalan menghampiri kursi sebelah Jauna dan mulai duduk.

"Harusnya tadi gue terlambat aja biar bisa duduk bareng dia"

"Ish, coba aja si culun itu gak ada, gue bisa duduk samping dia tuh"

"Ganteng banget sih"

Beberapa bisikan menghampiri telinga Jauna, heh mereka pikir Jauna mau duduk di sebelah siswa itu? Jauna mulai kesal. Jauna akui Altan memang tampan, tapi memangnya kenapa jika Jauna yang duduk di sebelahnya? Apa ada yang salah?

Ya, seketika Jauna sadar, penampilannya lah yang salah. Bagai langit dan bumi jika ia dibandingkan dengan Altan. Menyedihkan sekali.

Bu Dara mulai melanjutkan pembicaraan yang sempat terputus. "Ya, jadi kita lanjutkan, ingat peraturan yang berlaku, taati dan hormati. Saya harus pamit karena pagi ini ada rapat guru dadakan. Untuk masalah kursi, saya harap tetap seperti ini hingga akhir semester ya. Dan, untuk Altan," kata bu Dara smbil menunjuk kearah mejanya, "Kamu bisa meminta penjelasan pada Jauna!" Altan hanya mengangguk.

Bu Dara keluar kelas setelah mengucapkan salam.

"Lo gak usah jelasin apapun, gue udah tau semuanya." Dia ngomong apa barusan? Tidak usah menjeaskan apapun? Dia pikir Jauna mau? Menyebalkan. Lalu Jauna mulai memperhatikan pandangan siswi-siswi pada mereka, lebih tepatnya pada Altan.

Tiba-tiba seorang siswi menghampiri Altan, "Eh, kita belum kenalan loh. Kenalin, gue Nadya." Sambil mengulurkan tangannya pada Altan.

Altan menatap Nadya sebentar lalu bangkit melewati Nadya, "Terus, apa hubungannya sama gue?" Jauna menengokkan kepalanya, barusan Altan ngomong apa? Songong banget nih orang. Kalo Jauna jadi Nadya, ia akan memukul Altan.

Tanpa sadar Jauna mengeluarkan raut tidak suka pada Altan. Nadya pun kembali ke kursinya dengan wajah ingin menangis. Ini baru hari pertama, dan ia tidak bisa membayangkan satu semester duduk bersama Altan.

Kelas sudah hampir kosong, tapi Jauna masih nyaman dengan posisinya. Memang hobinya berdiam diri di kelas sampai sepi. Untuk apa? Untuk mendapatkan inspirasi. Ia memiliki hobi menulis sejak kecil. Menurutnya, tulisan-tulisannya lah yang membuatnya terus hidup. Ia akan mati, tapi tidak dengan tulisannya.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang