Bab 2

10 3 0
                                    

"Dek, ayo! Kakak udah nunggu daritadi." Tanpa Jauna sadari Rayhan telah berada di depan kelasnya.
"Eh iya Kak, Jauna lupa. Abisnya Kakak gak kesini." Hanya cengiran yang dapat Jauna berikan. Sedangkan Rayhan menatapnya dengan wajah kesal sambil berlalu.

---

"Dek, ayo. Aku gak mau terlambat kayak kemarin." Rayhan kembali mengetuk pintu kamar Jauna. Sedangkan Jauna hanya menjawab dengan gumaman.
"Buruan bangun! Aku dobrak ya pintunya." Suara Rayhan sedikit meninggi.

***

Dan ya, disini Jauna sekarang. Kelas tercinta. Eh, ngomong-ngomong tentang kelas, sejak kemarin ia belum mendapatkan teman di kelas.

Sejak kecil Jauna memang tidak pernah mempunyai teman dekat. Hanya Rayhan dan ... Dave mungkin. Ya, teman kecil ia dan Rayhan. Karena dia tidak terbiasa berdekatan dengan siapapun. Bahkan, tidak ada seorangpun yang tahu tentang rahasia hidupnya. Ya, hanya ia dan Tuhan yang tahu.

Tanpa ia sadari, seseorang telah duduk di sampingnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Altan Al-Fatteh. Ia menatap Altan, yang dibalas tatapan tajam dari sang empu.

Sial. Napa juga gue liatin dia. Jadi dapet mata judesnya kan. Batin Jauna mengumpat.

Teett teet

Bel berbunyi tanda pelajaran sudah akan dimulai. Jauna mulai mengeluarkan buku , tempat pensil dan ... Kacamata! Ia lupa membawa kacamata. Bagaimana bisa ia meninggalkan kacamatanya di meja makan. Pantas saja sedari tadi ia merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Minus pada matanya memang belum besar. Tapi ia juga tidak bisa melihat huruf dari jauh. Apalagi ini di pojok. Ia harus bagaimana?! Meminjam catatan teman. Catatan siapa? Maju ke depan lalu menulis di lanta tanpa kursi seperti yang ia lakukan ketika SMP? Ah, tentu saja tidak!

Ia mulai gelisah sendiri. Celingak-celinguk, berharap ada wajah baik bak dewa yang akan menolongnya. Mengecek tasnya hingga berkali -kali. Mengeluarkan seluruh isi tasnya. Dan sialnya, tetap tidak ada.

Tanpa Jauna sadari, sejak tadi Altan memperhatikannya dengan tatapan bingung.

Lalu tiba-tiba seorang guru masuk ke kelas. Memberi salam, kemudian mulai memperkenalkan dirinya,

"Perkenalkan, nama Bapak Asep Rahmat. Biasa dipanggil Pak Asep. Disemester ini Bapak akan mengajar mata pelajaran Kimia. Ada yang mau bertanya?" Tak ada yang menjawab, kelas tetap hening seperti semula.

"Baiklah kalau begitu, kita mulai pelajaran. Tapi sebelum itu, mari kita mulai perkenalan. Cukup dari tempat masing-masing saja," pak Asep menunjuk siswi paling depan sebelah kanan. "Ya, mulai dari kamu!"

"Saya, Sarah O'Black." Kata seorang siswi blasteran dengan logat luar yang masih kental. Entahlah bagaimana wajahnya.

"Saya, Leon Puta." Dan terus berlanjut hingga hanya tersisa ia dan Altan.

"Gue, Altan Al-Fatteh." Katanya masih dengan dingin.

"Sa--ya, Jauna Syasya." Jawab Jauna sedikit gugup sambil berusaha menutupinya.

"Baiklah. Sudah selesai perkenalannya. Kita mulai pelajaran. Sebelum itu Bapak akan tulis terlebih dahulu materi dasar yang akan dipelajari." Pak Asep mulai menulis di papan tulis. Jauna tambah gelisah, ia melirik kanannya. Altan sibuk menulis, terlihat tergesa-gesa.

"Gue tahu lo gak bawa kacamata. Nih tulis." Altan menyodorkan bukunya. "Dih, malah bengong. Gak mau? Yaudah." Katanya sambil kembali menarik bukunya, menyadarkan Jauna dari keterkejutannya, membuat debaran di hatinya tambah menjadi.

"I--i--iya, gue mau." Sepertinya sudah menjadi kebiasaan Jauna untuk gagap ketika grogi. Kemudian Altan kembali memberikan bukunya.

"Biasa aja ngeliatinnya." Sahut Altan, menyadarkan Jauna dari menatap Altan. Ia hanya terkejut, merasa tidak yakin dengan sikap Altan.

"Makasih." Jauna menyodorkan buku Altan pada sang pemilik. Sedangkan Altan hanya menjawab dengan deheman. Jauna menaruh buku itu di meja Altan.

Pelajaranpun berjalan normal, seperti pada umumnya. Begitupun dipelajaran kedua, Altan kembali meminjamkan buku padanya.

---

"Baik anak-anak, kita tutup pertemuan ini dengan salam." Ucap bu Diana, guru sejarah mereka.

Tiba-tiba perut Jauna berbunyi. Ah ia baru ingat, ia belum sarapan. Ia dan Rayhan memang tidak pernah sarapan semenjak kepindahannya ke kota. Rayhan tidak bisa memasak, dan Jauna selalu bangun terlambat membuatnya tidak ada waktu untuk menyiapkan sarapan.

Jauna berjalan menuju kantin. Penuh dan sesak, itulah gambaran pertama ketika melihat kantin SMA Jaya Putra. Jauna menarik napasnya sesaat. Ia tidak suka keramaian.

Ia memesan es teh dan nasi goreng, mencoba bertahan di tengah-tengah keramaian. Setelah pesanan datang, Jauna mulai mencari bangku kosong, hampir semua penuh. Ah lebih tepatnya, penuh semua. Ia mulai kebingungan, sedangkan perutnya sudah minta untuk diisi. Menyedihkan. Ia memberanikan diri mendekati siswi yang duduk sendiri, ternyata Sarah, siswi bule dikelasnya.

"Ma--af, boleh aku duduk sini?" Tanya Jauna gugup.

Sarah menatapnya bingung, kemudian tersenyum ramah, "Oh, silakan."

"Makasih." Jawabnya sedikit canggung. Sarah O'Black, entah ia punya darah apa, tapi yang jelas rambut pirang, hidung mancung, dan kulit putihnya cukup membuktikan kalau ia blasteran. Cantik.

"Eh iya, nama kamu Jauna bukan?" Sepertinya Sarah ingin memulai obrolan dengannya.

"Iya." Sarah kembali tersenyum. "Salam kenal ya. Aku Sarah. Kita satu kelas bukan?" Katanya sambil mengulurkan tangannya, Jauna membalasnya kaku.

Dan istirahat kali ini, istirahat paling absurd dalam sejarah hidup Jauna.

---

Warning! Typo bertebaran, sangat pendek, bahasa kaku. Harap dimengerti.🙇

Vote and comment nya ditunggu.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang