IM(Possible) 11

52 13 2
                                    

Vote sebelum membaca dan comment setelah membaca.

Happy reading!

"Padahal, Dia lebih baik dari Bima loh. "

Berkali-kali Vanya menghembuskan nafas lelah. Pasalnya, pulang sekolah tadi, dia telah menceritakan perihal Bima yang meminta maaf padanya. Tapi, Mama selalu membanding-bandingkan Bima dengan orang lain yang lebih baik dari dia.

"Ma! Stop lah, kemarin Mama bilang ke Aku. Tunggu besok, kalau Bima memang menjauh, berarti dia ingkar dan gak sayang Aku. Tapi dia udah minta maaf Ma, " erangnya sedikit kesal.

Mama hanya menggedikkan bahu, lalu beranjak pergi.

"Terserah Kamu itu, Mama membandingkan seperti itu supaya Kamu lebih berpikir lagi kedepannya Van. Kamu,anak Mama! Jahat, kalau Mama tidak memberikan wejangan untuk Kamu. "

"Kamu juga harus ingat, Van! Tidak selamanya Kamu bisa cerita kayak gini sama Mama, adakalanya Mama sibuk. Coba, Kamu kenalan dulu sama Kevan anak teman Mama itu!"

"Dari awal, Mama memang kurang tertarik dengan Bima. Bukan apa-apa, Sayang! Tapi, seperti ada yang mengganjal di hati Mama.
Oh, Mama lupa! Pagi tadi, penyakit Papa kambuh. "

Vanya terdiam memikirkan kalimat terakhir yang diucapkan Mama.

"Terus? Papa gimana? "

"Ya, kata Dokter. Penyakitnya bisa kambuh kapan saja, lagipula Papa itu terlalu sibuk untuk tahun ini. Makanya, Mama suruh Vanya belajar yang giat, supaya Kamu bisa bantu melanjutkan perusahaan Papa-mu. "

Sejenak, Mama diam. Ia memikirkan sesuatu yang selalu membuatnya tak tenang.

"Kamu masih belum bisa menerima Bang Aksel sebagai Kakak-mu, kan? " tanya Mama sesaat setelah beliau terdiam.

Vanya mengangguk, entah kenapa acap kali ia mendengar ada orang yang menyebut nama Aksel, selalu saja mood-nya berubah menjadi kesal.

"Apa hubungannya sama orang itu, sih? Mama sayang banget sama dia. " ujar Vanya.

"Mama sayang dia. Tapi, Mama lebih sayang Kamu! Mama bicara seperti itu karena ingin membuat dirimu termotivasi, sedikit saja. Bang Aksel termasuk golongan anak yang cerdas, maka dari itu dia lolos masuk Universitas Luar Negeri yang dulunya ia idamkan. Dan, Mama harapkan, Kamu mencontoh dia. Setidaknya kalau Kamu cerdas sepertinya, sebagian aset milik Papa jatuh ke tangan Kamu. "

Mama menggedikkan bahu, tatapannya seperti sedang meremehkan Vanya.

"Walau tidak semua. Karena yang pasti sebagian lagi jatuh ke tangan Aksel. "

Ini yang Vanya suka dari kehidupannya. Ada Mama yang tak pernah bosan memberinya nasihat. Ada Papa yang- walaupun- seringkali tak mengizinkan dirinya melakukan hal lain yang menurut Papa tak berguna, tetapi Papa tetap memberinya izin. Dan-- ada Aksel, yang kadang kala menemaninya kala tertidur saat sakit, dan orang itulah yang membuatnya berani jika sedang disudutkan seperti waktu itu.

Seharusnya Vanya bersyukur! Bersyukur pada Tuhan yang Maha Kuasa, atas semua kenikmatan yang ia berikan.
Tapi, ada satu kenikmatan lagi yang saat ini belum Vanya sadari.

Apa itu?
Siapa itu?

Pikirkanlah, orang-orang disekelilingmu juga termasuk nikmat yang Tuhan berikan.

"Vanya sayang Mama! Vanya juga sayang Papa! Tapi, Vanya gak akan pernah sayang sama Bang Aksel, dia bukan Kakak kandung Aku, kan? Buat apa, Aku kasih tempat dihati Aku untuk orang yang bukan dari keluarga Aku. " ucap Vanya sendu, ada rasa bersalah pada Aksel ketika ia mengatakan hal itu. Tetapi, masa bodoh dengan Aksel. Toh, siapa dia?

IM(Possible)✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang