BAB 2

586 42 2
                                    

Pagi ini Luna rada telat bagun. Akhirnya dia kesiangan tapi untung pas di depan pintu gerbang sekolah, Pak Dodi sang security, baru setengah menutup gerbang. Luna pun memohon agar diperbolehkan masuk. Saat bernegosiasi dengan pak Dodi, tiba-tiba dari belakang ada seorang lagi yang lebih lambat dari Luna, dia lari-lari sambil teriak, "Tunggu Pak!"

Matahari bersinar indah dan menyinari seraut wajah laki-laki idaman Luna 'Rio' orang yang terlambat itu Rio, anak kelas sebelas yang jago basket. Luna terlongo memandang wajah itu ada di dekatnya, selama ini Luna hanya memandangnya dari jauh.
Rio berdiri sambil ngos-ngosan di depan Pak Dodi. Luna menatap Rio dengan seksama, peluh di dahinya seperti kristal yang bergulir perlahan. Bibirnya merah, hidungnya mancung dan rahangnya begitu kokoh. Rio seperti lukisan yang dilukis oleh Johannes Vermeer, detailnya sangat mengagumkan.

"Ya ampun, Rio ada di samping gue," pekik Luna dalam hati.

Setelah bernegosiasi dengan pak Dodi akhirnya mereka diperbolehkan masuk. Rio langsung berlari, tapi tanpa diduga saat dia sudah beberapa meter di depan Luna, tiba-tiba dia berhenti dan menengok kebelakang.

"Lo, Aluna Prameswara kan? Anak kelas XII IPS 1?" tanya Rio. Luna tersentak, tidak percaya apa yang didengarnya sekarang. "Rio tahu gue?" gumam Luna dalam hati.

"I_iya, kok lo tahu?" tanya Luna sedikit gugup. Rio lantas tersenyum, "Siapa sih yang enggak kenal elo, cewek segudang prestasi di sekolah ini," jawab Rio. Rasanya Luna ingin berjingkrak-jingkrak saat itu juga.

"Senang bisa ketemu lo sekarang. Bye Luna, sampai ketemu lagi ...." ucap Rio, lalu dia kembali berlari menuju kelasnya, dan Rio terus memikirkan pertemuannya dengan Luna hingga ia sampai di kelas.

Saat itu rasanya kaki Luna tidak berpijak di bumi lagi, dia merasa melayang menyumbul awan-awan dan berlari-lari di atas langit sendirian sambil berteriak: "Rio ngenalin gue ...." siapapun tentu tahu bagaimana rasa senang seperti itu. Sulit dipercaya hari ini diawali dengan kejadian ini.

"Friday i'm in love."

Hampir satu menit Luna mengumpulkan kesadarannya lagi, lalu dia teringat sekarang pada jam pertama ada ulangan Sosiologi. Dia pun langsung berlari ke kelasnya. Tapi setelah sampai di kelas, dewa keberuntungan berada di pihak Luna. Ternyata bu Melani guru Sosiologi tidak masuk. Katanya mertuanya meninggal, jadi dia hanya memberikan tugas soal-soal.

Luna bersandar di kursinya dan membuang nafas lega. Diam-diam Adit melirik Luna sambil tersenyum tipis, tapi pas Luna melempar pandangannya sama Adit, dia langsung menyembunyikan senyumannya.

"Kenapa kamu telat?" tanya Adit, tanpa melihat Luna. Dengan sikapnya yang sok cool dia hanya membolak-balik halaman buku di meja.

Jujur, Luna rada kaget juga Adit bertanya padanya, karena selama seminggu duduk dengannya, Adit tidak pernah sekalipun berbicara padanya.

"Kamu, nanya sama saya?" tanya Luna tidak percaya. Adit menghentikan aktifitasnya lalu menatap Luna tajam, "Gak usah ngomong kalau gak niat jawab," geram Adit. Luna menciut kalau Adit sudah begitu, ia takut diperlakukan seperti Nina.

Luna menunduk. "Sory," ucapnya.

Tatapan tajam Adit masih mengarah ke Luna, tapi tiba-tiba Nina menyelamatkannya.

"Hai Adit, gue bawain kue nih buat lo." Nina senyum manis sambil menyodorkan sekotak kue ke depan Adit.

Adit cuek. Dia malah menulis sesuatu di bukunya.

"Ini bikinan gue, loh. Special buat kamu," sahut Nina. Adit masih cuek, "Dit ...!" seru Nina sebal karena dicuekin sama Adit, padahal dia selalu dicuekin.

Adit mulai mengangkat wajahnya karena ketenangannya mulai terusik.

"Gue gak mau," jawab Adit tegas.

"Gue gak peduli, kue ini gue taro di sini ya?" Nina tidak menyerah. Ia meletakan kue itu di atas buku Adit lalu dia kembali ke bangkunya.

Adit tidak tergiur sedikitpun oleh kue itu, malahan Luna yang belum sarapan hampir saja air liurnya jatuh.

Adit mulai terganggu oleh kue itu, lalu dia bangkit dan membawa kue itu ke belakang.

"Hei kalian, siapa yang mau kue ini?" seru Adit ke kerumunan cowok-cowok rakus di belakang. Langsung saja tawaran Adit diserbu oleh mereka, lalu memakannya dengan lahap. Sedangkan Adit tidak memakannya sedikitpun, Adit kembali duduk di bangkunya dengan santai, tanpa memedulikan sikap Nina yang ngomel-ngomel sama cowok-cowok yang memakan kuenya.

Luna melirik teman sebangkunya yang sok-nya selangit itu.

"Kenapa lu gak ngebagi kue itu sama gue? Gue kan lagi laper banget," oceh Luna dalam hati.

Sebenarnya Luna penasaran kenapa Adit mempunyai sifat seperti itu, pasti dia mempunyai masa lalu yang buruk. Luna menerka-nerka sendiri. Anehnya Adit dingin hanya sama cewek, kalau sama cowok dia biasa saja, bahkan Luna melihat kemarin Adit senyum dan ngobrol biasa dengan Samuel di kantin.

Sebenarnya ada apa di balik keangkuhan Adit sama cewek? Sepertinya Luna tertarik untuk mencari tahu.

🌠🌠🌠

Sadalsuud (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang