Masih begitu pagi, tapi di sekitar komplek perumahan tempat Luna tinggal sudah ramai oleh aktifitas penghuni komplek itu. Ini yang membuat Luna betah tinggal di sini.
Para tetangga yang ramah dan religius. Jam setengah enam pagi orang-orang ada yang baru pulang dari mesjid komplek sudah solat subuh berjamaah, ada pula yang sudah mulai lari pagi, bersepeda atau hanya jalan-jalan membawa hewan peliharaan. Luna sendiri hanya duduk-duduk di teras ditemani teh manis hangat sambil iseng membuka akun facebook membuat status dan nge-like status-status temannya.
Pak Herman tukang sayur langganan ibunya setiap hari selasa suka datang lebih pagi dari biasanya, jadi Luna disuruh jaga di depan sama ibunya untuk menghadang si tukang sayur itu. Sementara ibu lagi nyuci piring di dapur. Kebetulan keluarga Luna tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga. Jadi semua pekerjaan rumah ditangani oleh ibu Luna. Dan Luna hanya membantu yang ringan-ringan saja seperti menyapu halaman dan bersih-bersih rumah.
"Luna? Sudah bangun kamu? Tumben kamu bangun pagi. Semalam enggak curhat sama Sadalsud gitu?"
Tiba-tiba Juli si cowok mature tetangga Luna menyapa dari depan gerbang besi minimalis rumah Luna.
Nampaknya dia sedang lari pagi.
Celana trening, kaus oblong dan sepatu converse, style dia pagi ini.
Manager hotel ini sangat hobi sekali lari pagi, dan hobi dia yang lain di pagi hari adalah diam-diam memperhatikan jendela kamar Luna, hanya untuk melihat lampu kamar Luna masih mati atau sudah menyala.
"Hai, tiap hari juga aku bangun pagi kali. Semalam sadalsud-nya tertutup awan gak keliatan. Kak Juli lagi joging nih?" tanya Luna basa-basi. Juli tersenyum, padahal Juli juga tahu, baru hari ini lampu kamar Luna menyala sepagi ini.
"Iya nih, mau joging juga?" tanya Juli. Luna langsung menggeleng.
"Aku lagi disuruh mama nungguin Pak Herman, kan tiap hari selasa jam 6 pagi dia udah nongkrong di depan." Juli manggut-manggut.
Dari lahir Juli sudah tinggal di komplek itu, dia tidak tahu apa yang terjadi di kalangan ibu-ibu tiap hari selasa. Dia berpikir, apa selama ini dia terlalu cuek? Hanya Luna yang dia perhatikan di komplek itu. Dari Luna kecil dan sekarang dia tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik, Juli sangat hapal betul semuanya tentang gadis itu. Bahkan saat ayah Luna menjalani operasi usus buntu di salah satu rumah sakit, atau mendadak orang tua Luna harus ke luar kota, ibunya Luna tidak sungkan minta tolong sama Juli untuk menjaga Luna di rumah. Juli menunduk dan diam-diam tersenyum menyadari hal itu.
Kadang pertanyaan itu terlintas di kepalanya. "Apa gue suka sama Luna?"
Tidak tahu kenapa, Juli hanya ingin melindungi Luna dan membuat dia senang. Tapi apakah itu sudah dikategorikan suka sama seseorang?
Untuk mencintai Luna, dirasanya sangat tidak mungkin. Luna masih terlalu kecil untuk dia cintai. Perbedaan umur mereka terpaut jauh_Tiga belas tahun.
"Hari ini, mau berangkat bareng sama saya gak?" tanya Juli. Luna nampak berpikir sambil mengkerutkan keningnya.
"Kalau kamu sudah janjian sama Amy, cancel dulu aja," Juli rada maksa. Entah mengapa mood-nya akan baik sampai sore kalau paginya Luna ikut berangkat dan satu mobil dengannya. Ah konyol sekali memang. Tapi memang begitulah kenyataannya. Sudah berapa kali Luna ikut dengannya dan sampai sore Juli bawaannya happy terus. Entahlah mengapa bisa begini. Juli tidak mengerti.
Luna pun perlahan mengangguk setuju. Tanpa bisa ditahan lagi Juli tersenyum lebar.
"Baiklah, saya tunggu jam setengah tujuh di depan. Dah Luna," ujar Juli sambil melambai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadalsuud (End)
Teen FictionMemang selalu menyenangkan membahas cinta. Tersenyum, tertawa, menangis, bahkan hampir gila semuanya karena cinta. Cinta juga bisa merubah karakter seseorang. Yang tadinya baik jadi tidak baik, atau sebaliknya. Cinta itu cair, dia mudah untuk memasu...