BAB 4

549 36 5
                                    

Bel istirahat berdering, semua siswa XII IPS 1 berhamburan keluar. Ada yang ke kantin, ada yang ke perpustakaan bagi anak-anak yang rajin, dan ada pula yang cuma duduk-duduk di depan kelas sambil melihat anak-anak kelas sebelas yang sedang main basket.

Luna termasuk orang yang duduk di depan kelas. Kebetulan di sana Rio sedang main basket. Ah, Rio pesona mu sesuatu banget di mataku, batin Luna.

Ternyata bukan hanya Luna yang suka sama Rio. Di pinggir lapangan, cewek-cewek kelas sebelas memberikan semangat pada Rio seperti cheerliders. Terlihat sekali dari sikap mereka menyukai Rio.

Tidak bisa dipungkiri, Rio adalah salah satu cowok idaman wanita di sekolah itu. sikapnya yang selalu ceria dan ramah pada siapapun, itu menambah nilai plusnya selain mempunyai wajah yang tampan, dan perawakan yang nyaris sempurna.

Mendapatkan Rio dirasanya sangat tidak mungkin. Nampaknya Luna harus tahu diri dan realistis.

"Luna!" seru Amy sambil berlari menghampiri Luna. Sepertinya dia sudah dari toilet. Terlihat rok abu-abu panjang semata kakinya sedikit basah di bagian bawah. Amy langsung duduk di sebelah Luna dengan nafas sedikit ngos-ngosan.

"Lun, ngapain sih nongkrong di depan kelas sepuluh begini? beli bakso yuk laper nih," ajak cewek berbulu mata lebat itu sambil mengibaskan rambut panjangnya kebelakang. Luna sedikit malas menanggapi ajakan Amy. Pandangan Luna masih tertuju pada Rio yang baru saja memasukan bola ke dalam keranjang lawan, kemudian diikuti oleh teriakan histeris cewek-cewek yang menyemangatinya.

"Lo lagi ngeliatin si berondong itu ya?" tebak Amy. Luna mengangguk seraya tersenyum.

"Luna-Luna, emangnya cowok di kelas kita enggak ada yang cakep apa? Dari dulu naksirnya sama si Rio doang, dia kan berondong, Lun. Nih ya, Deon cakep, Sakti cakep, Iwan cakep, terus si Malik juga lumayan. Atau Adit, diakan cetar membahana, semua cewek di sekolah ini pada kelepek-kelepek sama Adit." Luna langsung menunjukan raut muka protes pas Amy menyebut nama Adit.

"Adit? Orang galak kayak gitu, apa bagusnya dia? Cewek-cewek yang naksir dia itu udah gak waras. Contohnya si Nina, udah dibentak-bentak di hadapan semua orang masih aja ngebet sama Adit. Menurut lo, apa itu bukan bego namanya?" Amy manggut-manggut, nampaknya dia setuju dengan ucapan Luna.

"Lun, lo ngerasa gak sih kalau Adit itu aneh? Lo perhatiin deh, dia galak cuma sama cewek, tapi kalau sama cowok dia biasa aja. Malahan gue denger dari si Malik, Adit gabung sama THE ANGKASA."

Sontak Luna langsung melototi Amy saking terkejutnya.

"Gak salah denger gue? Adit gabung sama The Angkasa? Yang bener aja." Luna tidak percaya.

"Kata Malik sih, Adit cocok jadi personelnya The Angkasa ngegantiin si Raya basis lama. Terus katanya lagi, Adit udah lulus tes The Angkasa gitu deh, dan mereka udah mulai latihan bareng."

Luna jadi ingat beberapa hari yang lalu Adit terihat sedang ngobrol sama Semua personel The Angkasa di kantin. Mungkin dari sana mereka jadi dekat.

"Dan gue denger dari Nina, sore ini The Angkasa mau perform di Sarinah," ujar Amy antusias.

"Terus?" ucap Luna sambil melirik curiga sama Amy. Soalnya Luna sudah menerka Amy pasti minta ditemani nonton.

"Kita kesana yuk? Gue penasaran sama Adit nih. Tadi di toilet gue denger anak-anak kelas sebelas sama kelas sepuluh juga pada mau kesana. Masa kita yang sekelas sama Adit enggak kesana sih!"

Luna sampai speechless mendengar ucapannya Amy. Gila ya, ternyata Adit sepopuler itu di sekolah. Luna yang sebangku dengan Adit malah tidak tahu apa-apa.

Luna menghela nafas, bagaimana Luna bisa tahu, ngobrol juga tidak pernah. Walaupun kadang tanpa disengaja tangan mereka saling senggol kalau lagi menulis, tapi sedikitpun mereka tidak pernah bicara. Luna sendiri tidak mau mengakrabkan diri. Karena dia malah keburu takut duluan saat Adit melirik padanya.

Di tengah lapangan basket, Rio melirik Luna sambil tersenyum senang karena dia baru saja memasukan bola ke dalam keranjang untuk yang kedua kalinya.

Sayang, Luna tidak menyadari itu, karena dia asik ngobrol soal The Angkasa dengan Amy.

⭐⭐⭐

Sudirman Thamrin padat merayap. Sekarang jamnya orang-orang kantoran pada pulang. Dari tadi Amy gelisah sambil sesekali menatap jam tangannya. Kata Nina acaranya jam lima, sekarang jam lima kurang sepuluh.

Jam lima lebih sepuluh menit, mereka baru sampai di Sarinah. Setelah membayar argo taxi, Amy dan Luna langsung melesat ke tempat perform The Angkasa di lantai sepuluh. Saat di dalam lift mereka bertemu beberapa adik kelasnya. Luna bergumam sendiri. "Gila, mereka kayak mau ketemu super star aja. Hey please dong, ini hanya seorang Aditya Nugraha yang galak dan belagu."

Kerumunan orang-orang dengan penampilan khas remaja Jakarta memadati area khusus penonton depan stag tempat The Angkasa manggung. Sekarang yang tampil masih dari band sekolah lain yang ikut diundang di acara itu juga, dan nampaknya band itu mau menyelesaikan lagunya. Kata Amy setelah ini giliran The Angkasa.

Tata panggung yang dibuat sedemikian unik membuat event ini terlihat khusus untuk ABG-ABG. Sebenarnya Luna malas kesini kalau bukan Amy yang maksa. Amy sendiri akhirnya membuat pengakuan, sebenarnya enggak ngebet-ngebet banget ingin melihat Adit, tapi gitaris The Angkasa, Malik, adalah teman dekatnya Arial. Malik dan Arial sekelas waktu kelas sebelas. Dan sudah tentu dua ratus persen Arial bakal ke sini.

Diam-diam Luna melirik sahabatnya itu. 'Emang paling bisa lu ya!'

Tak lama kemudian suasana makin riuh oleh suara penonton, dan tentu saja sekarang giliran The Angkasa yang tampil. Awalnya Luna ingin berusaha cuek, tapi penasaran juga pengen melihat teman sebangkunya itu.

Luna dan Amy jinjit-jinjit di belakang, terlihat penonton paling depan ada Nina CS. Mereka terlihat paling heboh, sambil menyebut-nyebut nama Adit. Sumpah itu adalah pandangan ternorak yang pernah Luna lihat.

Empat cowok tinggi dan ganteng mulai memasuki panggung. Dan suasanapun semakin riuh. Luna menahan nafas. Pandangannya lurus ke orang yang sangat dikenalnya di atas panggung sana.

Adit

Dia sempat bertanya pada dirinya sendiri, apakah itu Adit? Basist The Angkasa, Adit? Laki-laki itu tersenyum dan sesekali tertawa, saling mengadukan permainan bassnya dengan permainan gitanya Malik.

Adit tertawa? Ini adalah penemuan terlangka. Luna semakin menajamkan pandangannya, takut ini hanya ilusi atau apapun itu. Tapi sekarang dengan jelas Luna melihat Adit tengah tertawa.

Dia bahagia.

Wajah horornya lenyap, sedikitpun tidak terlihat. Bahkan bayangan horornya pun tidak nampak. Luna melihat Adit sangat berbeda hari ini.

Saat Luna sedang serius mengamati Adit, tiba-tiba sebuah cengkraman tangan menggenggam pergelangan tangannya dengan kuat dan menariknya hingga ia terhuyun dan hampir jatuh di antara orang-orang yang larut dengan penampilan The Angkasa. Tapi dengan sigap orang yang menarik tangan Luna langsung menahannya, dan tanpa diminta Luna terjatuh di dada orang itu.

Dan orang itu adalah, Rio.

Lengkaplah sudah keanehan hari ini, batin Luna. Beberapa detik Luna meyakinkan dirinya sendiri hari ini bukan mimpi. Ini kenyataan, dan kenyataannya sekarang adalah dia berada di dekat Rio. Bahkan sangat dekat. Luna bersandar di dada cowok itu.

Lalu aroma Black Code langsung menyeruak di hidung Luna menyadarkan sepenuhnya jika sekarang bukan mimpi.

Rio tersenyum, lalu berkata, "Maaf."

⭐⭐⭐

Sadalsuud (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang