Enam; Kesayangan Tuhan + [Epilog]

316 115 213
                                    

Happy & enjoy reading guys!

🍁🍁🍁

Jika Tuhan berkenan aku tinggal bersamanya, maka aku akan berhenti sampai di sini~

°°°

Zeva menutup teleponnya, memandang Arsen yang sedari tadi mengamatinya sambil tersenyum.

'Apa tidak sakit? Dari tadi dia tidak mengeluh bahkan meringispun tidak!' Batin Zeva.

"Ayo kuobati lukamu sebelum aku pulang!" Zeva membuka suara.

"Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengobati ini semua?" Arsen balik bertanya tanpa menjawab.

"Hmm, setengah jam mungkin," menjawab setelah beberapa saat berpikir.

"Kalau begitu diam di sini selama setengah jam!" Final Arsen sembari mengamati wajah Zeva.

Zeva mengernyit heran, ia sungguh tak paham apa yang diinginkan pemuda di hadapannya ini.

"Untuk?" Memutuskan untuk bertanya saat otaknya tak mampu menemukan jawaban yang logis.

"Aku ingin melihat wajahmu!" Jawaban yang menurut Zeva sangat buruk meluncur dari bibir pucat Arsen.

"Kau bisa melakukannya saat aku mengobatimu!" Zeva mencoba memberikan solusi lain.

"Kau mengobati punggungku, bagaimana aku melihatmu?" Sanggahan menjadi balasan Arsen.

"Lukamu bisa infeksi, Arsen. Itu bukan luka kecil yang bisa diremehkan, banyak yang mengeluarkan darah!" Sekali lagi Zeva membujuk agar Arsen mau diobati.

"Tidak akan Ze! Lagi pula aku sudah terbiasa!" Tetap pada pendirian membuat gadis cantik itu geram.

"Jangan sok kuat, Abrizan Arsenio!" Zeva menaikkan nada suaranya, sedikit membentak berharap Arsen menurutinya. Namun nyatanya itu tak berpengaruh pada Arsen, pemuda itu masih memandangnya dengan kekehan samar.

"Tak ada obat di sini!" Ucapan Arsen menjadikan penutup, keduanya terdiam.

.
.

Tiga puluh menit terlewati dengan keheningan, Arsen beranjak dari duduknya, meringis kecil saat rasa sakit yang tak tertahankan menyergap seluruh tubuhnya.

"Kuantar ke depan!" Arsen melangkah keluar diikuti Zeva yang hanya diam, ada rasa ingin mencegah gadisnya pergi tapi ia sadar tak memiliki hak apapun.

Zeva memasuki mobilnya, menurunkan kaca kemudi, tersenyum manis ke arah Arsen.

"Aku merasa ini pertemuan terakhir kita, bye Ar!" Entah kenapa kalimat itulah yang keluar dari mulutnya, deru mesin mobil yang melaju kencang terdengar setelahnya.

Arsen memegang kepalanya, kepalanya sakit bukan main, tidak! Bukan hanya kepalanya, tapi seluruh tubuhnya, fisik dan batinnya sakit sekali, ia lelah, Arsen menyerah sampai di sini.

Dor...

Bruk...

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Haphephobia |COMPLETED✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang