[W A R N I N G]
Part ini mengandung konten depresi dan percobaan bunuh diri. Jangan dibaca kalau kamu tidak kuat. Tolong diperhatikan :)
∆∆∆∆∆∆∆
Tiada laut tanpa ombak, tiada langit tanpa senja, begitu pula tiada manusia tanpa kekurangan. Namun bagaikan ditimpa musibah yang sangat dahsyat, pemuda ini hanya mengurung dirinya di dalam kamar. Tak ingin menyapa dunia luar seolah mereka akan menertawakannya jika ia berani keluar rumah.
"Neo gwenchana, Tae?" tanya seorang wanita berambut panjang yang sedari tadi memperhatikan anaknya yang terdiam menatap jendela. (Kau baik-baik saja?)
"Anni." jawab Taehyung singkat. (Tidak)
Wanita tersebut meghembuskan nafas, untuk kesekian kalinya. Akhir-akhir ini Taehyung memang berubah 180 derajat. Ia bukan lagi Taehyung yang ceria dan penuh suka cita. Ia hanya pemuda murung dan sedih yang hanya meratapi nasibnya dalam diam. Namun demikian, ia tetaplah pemuda yang jujur, karena sebanyak apapun ibunya bertanya "apakah kau baik-baik saja?" ia akan selalu menjawab tidak.
"Baiklah, Eomma rasa sudah cukup hari ini, sayang. Kau sudah hampir tiga jam hanya diam disini dan tidak melakukan apa-apa. Udaranya mulai dingin, lebih baik kau istirahat karena besok kita akan pindah" (Mama)
Lama tidak ada jawaban, wanita paruh baya tersebut memutuskan untuk beranjak duluan.
"Eomma.." ucap Taehyung yang otomatis menahan langkah wanita tersebut. (Mama)
"Ya, sayang?"
"Haruskah kita pindah?" tanya Taehyung dengan suara beratnya. Ia berbalik menatap ibunya.
Ibunya menunduk sejenak, lalu mengangguk pada anaknya "Ne, kita harus pindah. Secepatnya." (Iya)
Kemudian wanita tersebut melangkah pergi meninggalkan ananknya tanpa menoleh lagi.
Bukan karena ia marah pada pertanyaan anaknya, tapi ia hanya tak ingin Taehyung melihat air matanya karena sedih dengan keputusan yang harus mereka ambil. Ia hanya tak ingin menambah kesedihan putra semata wayangnya.
♦♦♦
KIM TAEHYUNG
Kurasa langit tak pernah sekelam ini sebelumnya. Sejak aku membuka mataku sebulan yang lalu, saat itu juga aku merasa duniaku sudah runtuh. Semua sudah selesai. Namun aku masih tak mengerti kenapa sampai saat ini aku masih saja bernafas. Bukankah akan lebih baik bagiku untuk tetap terlelap?
"Aku sudah lelah" ucapku lirih. Berulang kali aku mengucapkan kalimat ini. Berulang kali aku meraba silet yang ada di balik saku celanaku. Berulang kali aku mencoba mengakhiri semua ini. Tapi entah mengapa seolah ada dorongan dalam diriku yang menahannya.
Aku sudah tidak memiliki arah tujuan lagi, lalu untuk apa aku masih hidup?
Ya, benar! Seharusnya aku tak usah bangun saja saat malam valentine itu. Ketika semuanya merayakan hari kasih sayang, aku justru menghadapi kenyataan yang lebih pilu dari sekedar sakit. Aku merasa hilang. Kosong. Itu sebabnya aku berubah menjadi orang yang tak banyak bicara.
Aku lebih suka memendam semua pilu ini sendirian meskipun kadang pada akhirnya aku meluapkan semua pilu ini pada orang yang tak seharusnya.
"Aku harus menyelesaikannya malam ini, sebelum pindah ke rumah itu. Ya, harus." ucapku lirih namun yakin.
Kemudian kudorong kursi roda ini dengan kedua tanganku yang lemah agar aku bisa berpindah dari hadapan jendela kamarku yang sudah empat jam aku pandangi dalam diam.
Eomma hanya salah mengira saja. Ia datang menengokku di kamar saat aku sudah terdiam selama satu jam lebih disini.
"Baiklah, kurasa silet tak cukup dalam menyayat nadiku. Jadi aku butuh sesuatu yang lebih tajam dan kuat dari ini" aku mulai membuka laci meja di samping ranjangku. Namun aku tak menemukan apa-apa. Jadi aku terpaksa mendorong kursi roda yang kududuki ini agar berpindah ke hadapan lemariku. Mau bagaimana lagi? Hanya ini satu-satunya cara aku bisa berpindah tempat.
Tapi lemarikupun nampaknya hanya berisi pakaian saja. Bahkan layang-layang bagong milik sepupuku yang kusembunyikan disinipun sudah tak ada.
"Yokshi, pasti appa atau eomma yang sudah membersihkan semuanya." (tak salah lagi. Ayah atau Ibu)
Kurasa mereka takut terjadi apa-apa denganku sampai semua benda tajam disingkirkan dari kamarku. Padahal aku yakin aku punya pisau lipat kecil di laci lemariku.
"Ya! Padahal aku hanya melakukan percobaan tiga kali tapi dampaknya kamarku benar-benar bersih dari benda tajam" aku sedikit kesal karena pisauku menghilang. Tapi kalau aku menanyakan pada Eomma ia pasti curiga dan langsung tahu maksudku apa.
"Yah, baiklah silet kecil, kurasa hanya kaulah penyelamatku malam ini" kataku pada silet yang kini sudah ada di tangan kananku.
♦♦♦
Catatan Harian Kim Taehyung
Seoul, 14 Februari 2016
Dingin.
Semua yang kurasakan adalah dingin, dan hampa. Aku tak tahu harus mulai dari mana karena aku sendiri tak paham kenapa aku bisa terbangun di atas ranjang rumah sakit sialan ini.Aku hanya ingat saat itu adalah malam natal. Aku menghabiskan malam yang indah bersama seseorang, entah dia laki-laki atau perempuan aku sama sekali tak ingat.
Kami baru saja makan di sebuah restoran dan akan pergi ke rumah lama orangtuaku di daerah pedesaan.Malam itu dingin dan kami melaju dengan cepat menggunakan mobil yang baru seminggu kubeli spesial untuk merayakan natal tahun itu. Aku tak begitu ingat kelanjutannya tapi yang kuingat pasti saat itu mobil yang kami tumpangi kehilangan keseimbangan karena mendadak remnya tidak berfungsi. Hoel, Padahal ini mobil baru!
Aku benar-benar panik saat itu, bukan karena aku mencemaskan dampaknya terhadap diriku ataupun mobilku, tapi karena aku tahu ini akan berakibat fatal bagi orang yang duduk di sebelah kananku. Aku tidak ingin dia terluka.
Jadi dalam keadaan terjepit itu aku putuskan untuk banting stir ke kiri, menabrakkan mobil ini ke pohon besar di sebelah jalan raya.
Aku masih ingat debam keras akibat tabrakan yang kubuat, dapat kurasakan darah mengalir di pelipisku atau bahkan disekujur tubuhku, entahlah karena semua itu terjadi begitu cepat dan menyakitkan. Yang kuingat hanyalah sakit disekujur tubuhku, dan juga ada sebuah cahaya putih yang mengarah tepat ke kepalaku. Lalu semuanya gelap.
Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu, tapi aku juga tak bisa mempercayai ingatanku sendiri karena semua begitu tidak masuk akal dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu aku menuliskannya di buku ini―yang entah kenapa ada di bawah bantalku, seolah ada seseorang yang sengaja meletakkannya disini untukku.
Aku sedikit menyesali perbuatanku barusan, saat aku baru sadar dari koma aku langsung marah-marah kepada semua orang, termasuk kedua orangtuaku, dan sekarang tenggorokanku rasanya sakit akibat berteriak-teriak seperti orang gila.
Tapi aku memang sangat marah karena aku dibangunkan dalam keadaan yang sama sekali tak ada makhluk di bumi ini ingin merasakannya.
Aku lumpuh.
XOXOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GUARDIANS | KIM TAEHYUNG
Fiksi Penggemar[ON GOING] Menjadi incaran para penyihir tentu tak pernah masuk dalam daftar keinginan Kim Taehyung, tapi sayang takdirnya berkata lain. "Mianhae, aku hanya mencoba melindungimu." - Jungkook. "Apa itu yang kau sebut melindungi? Kau bahkan berniat me...