8. Kebenaran yang Semestinya

895 55 5
                                    

'Izinkan aku mengikhlaskannya, Ya Allah...'

🐋🐋🐋

     Setelah acara sholat terawih berjamaah di Masjid dekat rumah keluarga Mas Arhim, semua keluarga berkumpul di ruang tamu. Terkecuali Mas Arham, aku tidak menemukan keberadaannya di ruang tamu.

     "Ummi, kamar mandinya sebelah mana?" Iya. Ummi Mas Arhim menyuruhku memanggilnya 'Ummi' sejak selesai berbuka tadi.

     "Di sebelah dapur, Shah."

     Aku mengikuti arahan Ummi Gia, aku menemukan letak kamar mandi yang lumayan jauh dari ruang tamu jika mengukur besar rumah ini.

     Setelah selesai dengan urusanku di kamar mandi, aku berkeliling rumah ini. Di sebelah kanan rumah besar ini ada sebuah paviliun yang ukurannya tanggung, lalu di sebelah kiri rumah terdapat sebuah taman yang rindang.

 Di sebelah kanan rumah besar ini ada sebuah paviliun yang ukurannya tanggung, lalu di sebelah kiri rumah terdapat sebuah taman yang rindang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Aku melihat ke sekelilingnya, mulai masuk ke dalam tempat indah ini. Sampai di pertengahan taman, aku melihat Mas Arham yang tengah melamun dengan memegangi sebuah kotak.

    Mas Arham berdiri sambil melihat ke arah kolam, aku terus memandanginya dari kejauhan. Seperti ada raut kesedihan di wajahnya, aku mendapati itu.

    Saat aku tengah serius meneliti apa sebuah kotak yang dibawanya, Mas Arham mengetahui keberadaanku. Dia berjalan ke arahku, aku bingung setengah panas dingin.

     "Mas, maaf tadi saya cuma mau...."

     "Ini untuk kamu, hadiah untuk pertemuan kita. Kalo kamu gak suka, bisa dibuang." Mas Arham memberikan kotak yang sedari tadi ia bawa untukku. Setelahnya dia berjalan pergi meninggalkan aku. Aku bingung apa maksutnya dia memberikan barang ini.

     "Mas ini buat apa?" Aku berjalan cepat membuntutinya di belakang. Dia berhenti. Aku dan dia masih di area taman.

     "Buat kenang-kenangan. Supaya kamu bisa ingat, kita pernah bertemu sebelumnya." Dia membalikkan badannya menatapku. Wajahnya sangat menyedihkan.

     "Oh ya? Dimana?"

     "Di masjid, tiap kali sholat subuh. Kamu gak ingat?" Aku benar-benar bingung.

     "Maksudnya, yang selama ini aku temui di masjid itu Mas Arham, bukan Mas Arhim?" Dia mengkerut kan alisnya, seperti berpikir keras.

     "Jadi kamu ngiranya itu Arhim?"

🍁 🍁 🍁

Assalamualaikum Subuh [Tahap Revisi, Lebih Baik Jangan Dibaca Dulu Hehehe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang