NR - 3

106 18 0
                                    

Radit mengetukan sepatunya ke aspal sembari melakukan hal yang sangat bukan dirinya. Menunggu. Hal yang belum pernah Radit lakukan selama tiga puluh duabtahun hidupnya.

Satu jam yang lalu Mayang memaksanya untuk menjemput Nabilla karena gadis itu harus makan malam bersama keluarganya di rumahnya.

Radit yang terus mencari alasan untuk tidak menjemput gadis bawel itu berakhir kalah argumen. Jika bukan karena Bundanya, ia tidak akan menunggu seperti ini.

Lima menit lalu Nabilla mengirimnya pesan untuk menunggu karena ada yang harus di selesaikan. Radit agak terganggu kala Nabilla memiliki nomor ponselnya.

Karena sejak semalam, Nabilla terus menghubunginya.

"Maaf Om lama nunggunya."

Radit menoleh cepat dan menemukan Nabilla yang tengah tersenyum padanya.

"Cepat masuk," seru Radit datar yang langsung di angguki Nabilla.

Sepanjang perjalanan Nabilla hanya memperhatikan mobil Radit. Tak ada yang aneh. Terlalu membosankan. Apalagi ketika melirik calon suaminya itu yang nampak tenang dan serius di balik kemudi.

"Om aku dengerin musik ya."

Nabilla terus mengganti lalu membuat Radit jengah lalu mematikan musiknya. "Kalau nggak ada yang di suka nggak usah di setel. Ganggu."

Nabilla mengerucutkan bibirnya, "Kan bosen Om. Dari tadi Om diem aja."

"Memang saya harus gimana?"

"Ya tanya apa kek. Ajak ngobrol gitu, Om kaku banget sih. Nggak asik."

Radit mendengus kemudian memberhentikan mobilnya secara tiba-tiba membuat Nabilla menoleh cepat.

"Kenapa sih Om?"

"Kalau kamu bosan turun dan cari taksi saja."

Nabilla mendengus kemudian menatap Radit usil. "Masa Om tega nurunin Billa sih? Billa kan nggak tau rumah Om," ucapnya percaya diri.

"Nggak peduli. Turun enggak?"

"Enggak." Nabilla memegang erat sabuk pengamannya ketika Radit menatapnya tajam.

"Ayo jalan Om. Nanti makin sore makin macet," seru Nabilla cepat membuat Radit berdecak. Namun tak urung ia menjalankan mobilnya.

Nabilla menghela napas lega sambil mengelus dadanya. Akhirnya ia memilih mengeluarkan ponsel dan melihat-lihat instagramnya.

Dua puluh menit berlalu bersama beruang es, Nabilla bisa bernapas lega pada akhirnya. Ia menatap rumah Radit yang luas di kelilingi taman.

"Kamu mau berdiri di sana sampai kapan?"

Nabilla berbalik menatap Radit yang sudah berdiri dekat pintu. Nabilla menyengir kemudian berjalan anggun menghampiri Radit.

"Habis rumah Om nyaman, padahal baru pertama kali liat."

Radit memutar bola matanya malas kemudian membuka pintu yang langsung di sambut oleh kedua orang tuanya. Nabilla langsung memasang senyum lebar saat akan menyalami Mayang dan juga Yudha.

Radit selalu anak mereka di abaikan membuat pria itu mendengus lalu bertolak ke kamarnya. Ia butuh menyegarkan tubuh juga pikirannya.

Berada di tengah-tengah keluarga Radit, Nabilla merasa nyaman. Apalagi ketika bertemu Revan, adik Radit, yang sangat humble. Nabilla jadi tak khawatir jika kelak ia menjadi bagian dari keluarga ini.

"Gimana Kak Radit? Pasti kaku ya?" tanya Revan pelan. Takut ada yang mendengar walau sekarang ini hanya ia, Nabilla, dan Ardan putra sulungnya yang berada di ruang tengah.

Nabilla & RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang