NR - 6

129 8 0
                                    

Acara pernikahan Nabilla dan Radit tinggal dua minggu lagi. Mendekati hari H keluarga besar dua belah pihak mulai sibuk. Entah membantu mengurusi detail-detail atau menyiapkan tugasnya masing-masing.

Pertemuan antara Nabilla dan Radit pun jadi jarang. Radit sibuk menyelesaikan semua tugasnya selama sebulan kedepan karena selama dua minggu setelah menikah, Yudha sudah menyiapkan hadiah pernikahannya dengan berbulan madu. Tempatnya masih di rahasiakan tapi yang pasti Radit tidak boleh menolak.

"Sayang, jangan terlalu cape. Nanti kamu sakit lagi." Mayang berucap khawatir karena melihat Nabilla yang sibuk menyelesaikan gaunnya sendiri.

"Iya Bunda, nggak cape kok. Lusa juga Insya Allah selesai."

"Kalau nanti sempat mampir ke rumah ya? Bunda sama Ayah ada yang mau di obrolin."

Nabilla menatap layar ponselnya kemudian tersenyum. "Iya nanti kalau Billa senggang Billa mampir ke rumah."

"Pokoknya jangan lupa istirahat ya sayang. Jangan sampe sakit."

Nabilla mengangguk. Setelah itu ia meminta maaf harus menutup teleponnya. Mayang yang maklum pun mengangguk.

Nabilla menghela napasnya. Oke, Bill. Lo harus fokus. Inget, hari H nya bentar lagi.

Menjelang malam Tere dan staff lainnya berpamitan pulang. Sampai jam sebelas ia masih berkutat. Sebenarnya Nabilla tak sadar waktu sudah larut. Ia baru sadar saat tiba-tiba Radit meneleponnya. Tumben sekali.

"Masih di butik?" tanya pria itu.

Nabilla berdeham, mulutnya menguap yang langsung di tutup.

"Pulang sendiri?" tanyanya lagi.

Entah kenapa sejak pulang dari puncak sikap Radit sedikit beda padanya. Namun Nabilla sih senang-senang saja.

"Mas mau jemput? Billa nggak bawa mobil nih."

Hening tak ada jawaban membuat Nabila mengerucutkan bibirnya.

"Bercanda doang ko Mas. Nanti Billa pulang pake grab kayaknya. Kalau nggak pesen taksi."

Bukannya jawaban, Nabilla malah mendengar suara krasak krusuk tidak jelas.

"Hallo Mas? Lagi sibuk ya? Kalau sibuk Billa tutup ya, jangan lupa istirahat." cerocosnya tanpa menmberi waktu Radit bicara.

"Ini saya di depan butik, kalo udah selesai cepetan keluar."

Nabilla terperangah. Ia buru-buru ke arah jendela untuk mengecek apakah pria itu benar atau sekedar bercanda padanya. Dan senyum Nabilla mengembang melihat mobil hitam milik Radit terparkir di halaman butiknya.

"Iya Billa siap-siap sekarang."

Setelah memutuskan sambungan itu Nabilla segera meraih tas tangan dan jaketnya. Lalu mematikan lampu dan mengunci semua pintu.

Nabilla tersenyum pada Radit yang menunggu di depan. Meski tak membalas senyumnya, Nabilla cukup senang bisa melihat Radit setelah hampir satu minggu mereka tidak bertemu.

"Tumben jemput?"

"Bunda yang minta, katanya akhir-akhir ini kamu pulang malam dan sendirian."

Nabilla mengangguk, "Biasanya Billa bawa mobil. Cuman karna cape jadi nggak bawa."

Tangan Radit ingin sekali mengelus puncak kepala Nabilla tapi selalu ia tahan. Ia tidak ingin menyalahartikan perasaannya pada Nabilla.

"Yaudah ayo pulang."

Nabilla mengangguk. Keheningan meliputi keduanya. Sedari tadi Nabilla melirik ke arah Radit yang hanya diam. Padahal selama ini Radit memang selalu diam. Nabilla lah yang selalu banyak omong dalam pembicaraan mereka.

Nabilla & RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang