Istri

6K 511 53
                                    

Kongpob. Mahasiswa baru fakultas tekhnik. Usia 19 tahun. Terlalu muda untuknya...menemukan istri.

"Jadi istriku,ya. P'Arthit."

Oh.

Belum kering tenggorokan Arthit yang dipaksa bekerja melebihi batas, mengoceh sana-sini, aslinya ia enggan memaki, berteriak pada orang lain. Benar-benar baru saja.

Baru saja ia memaki bocah sialan ini.

Kegiatan Sotus yang ia dan rekan sejawat nya rancang sedemikian rupa. Arthit sebagai leader, sudah optimis jika kegiatan besar mereka akan berjalan sukses dan misi yang sudah turun temurun diwariskan oleh senior-senior terdahulunya akan membawa kesan yang baij bagi mahasiswa baru.

Sampai pada si brengsek kosong kosong enam dua...

'Aku akan menjadikanmu istriku. Banyak orang bilang, apa yang menjadi milik pasanganmu maka akan menjadi milikmu juga.'

Padahal Arthit sudah pasang muka bak tokoh antagonis dalam sinetron di televisi. Memaksa matanya yang lumayan sipit untuk terbuka lebar, bahkan ia sampai rela membeli banyak gel rambut agar menimbulkan kesab gentle sekaligus tegas. Dihadapan ratusan mahasiswa baru, dirinya dipermalukan sedemikian rupa.

Sebagai reflek ia menarik kerah kaos Sotus si bocah brengsek itu.
Kepalan tangannya terasa gatal ingin menghadiahi tampang menggelikan itu beberapa pukulan.

"Aku rela menikahimu sekarang, P'Arthit."

Bocah brengsek itu berkata teramat pelan. Tak ada yang tahu, hanya mereka berdua.

○○○

"Aku benar-benar ingin menikahimu sekarang, P'Arthit."

Awalnya Arthit yang memang cuek dari sananya, enggan menanggapi uhuk lamaran yang hampir setiap hari ia dengar ini.
Knott,Bright, Toota dan Prem pun berkata mereka berempat rela menjadi seksi sibuk jika memang pernikahan gila itu benar-benar terjadi.

'Aku akan jadi penerima tamu.'
Ini Knott yang bilang.

'Jika memang benar Arthit menikah dengan Kongpob, maka aku rela jadi biduan disana!'
Oke. Ini Bright dengan gestur hiperbolis nya yang khas.

'Aku akan jadi fotografer dan khusus untukmu gratis!'
Dan ini Prem yang kebetulan sedang membawa kamera kesayangannya.

'Kalau memang itu benar terjadi, maka aku akan jadi orang ketiga diantara kalian. Ya, agar kehidupan pernikahan kalian tidak melulu romantis saja.'
Yang terakhir Toota.

Setelahnya Arthit menghadiahi satu persatu sebuah tendangan hatrick dipantat keempat sahabatnya.

Kembali lagi pada si kosong kosong enam dua.
Berpangku tangan, bagai hantu mendadak muncul ketika Arhit sedang menikmati makan siang sendirian dikantin.

"Ayo kita ambil cuti kuliah dan menikah!"

Byur.

Arthit geram setengah mampus, tanpa iba sedikitpun, menyiramkan segelas pinkmilk dingin miliknya kewajah sok tampan itu. Tanpa sepatah katapun segera ia melenggang pergi.

"Gila. Dia manis sekali."

Kongpob memang gila, mungkin segelas minuman manis itu bukan masalah besar untuknya.

○○○


"Kenapa sulit sekali mengajakmu menikah?"

Arthit tingkat empat, menatap jengah pada lelaki menyebalkan dengan almamater merah yang sama dengan miliknya. Kongpob berujar dengan raut wajah sedih. Malam semakin larut, Arthit bahkan terkejut melihat juniornya ini duduk menunggunya ditangga.

"Brengsek!"

"Jadi istri tidak mau, jadi pacarku juga tidak mau. Lalu P'Arthit mau jadi apa?"

Pertanyaan Kongpob lagi-lagi membuatnya mati kutu. Arthit menggeleng, melangkah pergi. Namun sepasang lengan yang melingkar dipinggangnya menahan semua langkahnya.

"Aku serius. Ini bukan lelucon, bukan candaan."

"Brengsek."
Balas Arthit lirih. Bahu kanannya terasa hangat karena Kongpob meletakan kepalanya disana.

"Satu..."

"Dua..."

"Tiga..."

Arthit mengernyit bingung. Dekapan itu semakin mengerat.

"Tidak ada pukulan, tidak ada makian. Jadi kuanggap kau memiliki perasaan yang sama denganku."

Sebuah kecupan mampir dipipinya. Arthit tersenyum, meresapi semua sensasi menyenangkan yang menghantamnya begitu keras.

"Brengsek!"

"Ya ya ya. Aku juga mencintaimu."

○○○


"Jadi istriku, ya. P'Arthit."

"Hah?"

"Menikah! Ayo menikah, punya dua anak lalu menghabiskan waktu bersama sampai tua."

Arthit memukul kepala Kongpob dengan centong nasi. Cukup keras sampai si pemilik kepala itu meringis sambil mengusap-usap kepalanya.

"Kau halusinasi?"

"Tujuh tahun! Astaga, tidakah kau keterlaluan, P'Arthit?"

"Kau bodoh!"

Kongpob merengut, memandangi Arthit diseberang mejanya. Sosok manis itu terdiam, matanya menari kesana kemari, terlihat gugup. Dan ohh rona merah itu-

"Kau lupa?"

Arthit menggigit bibirnya. Melirik Kongpob sekilas, terlalu malu.

"Kita sudah menikah...kemarin."

Oh. Shit!

Kongpob lupa...ia sudah punya istri.

FIN

Holla~ terimakasih sdh membaca 😂😂

Again! Oneshoot collection. Hehehe gak tau kenapa saya merasa lebih nyaman buat beginian ketimbang series yak 😏

Ide cerita gaje, random dan awut-awutan. Semoga masih ada yg mau baca wkwkwk 😀

Monggo dukung work terbaru saya na~
Sok atuh di Vote and Comment 🙌😱

Crazy CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang