Kongpob kadang sering bersikap kurang ajar. Tetapi aslinya dia sangat sopan.
***
"Permisi, P'Arthit."
Arthit menatap tajam pada si menyebalkan kosong kosong enam dua, baru saja ia dipermalukan sedemikian kejam oleh candaan berbau menyimpang, kala bocah menyebalkan itu ingin menjadikannya istri. Setiap ada kesempatan seperti ini -saat Kongpob bertemu dengannya- entah mengapa, ia malah menjadi pusat perhatian.
Mengucapkan kata permisi. Ia yang sedang nyaman duduk di kedai makanan dekat asramanya sembari membaca koran, aura suram seolah otomatis keluar dari tubuhnya akibat munculnya sosok ini.
Menyebalkan!
"Boleh aku duduk disini?"
Masih bediri disisi meja, orang yang Arthit curigai sebagai gay ini masih menunggu persetujuannya. Arthit berdecak kesal merutuki kenapa kedai ini sangat ramai. Jika Arthit tega, maka ia akan berkata tidak sekarang.
'Tidak boleh! Duduk lesehan saja dibawah!'
Misalnya seperti itu. Selanjutnya Arthit bakal jadi objek viral yang akan dibully oleh netizen. Padahal jelas-jelas bangku dihadapannya terlihat persis seperti kondisi hatinya sekarang. Kosong.
"Silahkan."
Derikan kursi yang ditarik membuat Arthit lagi-lagi merengut. Ia lirik sekilas sosok dihadapannya, dan benar saja. Seolah berkedip itu bisa dikesampingkan, ia ditatap seolah dirinya adalah suatu keanehan dunia.
"P'Arthit sedang membaca apa?"
Memulai pembicaraan, Arthit malah kesal dengan topik pembicaraan Kongpob.
'Membaca masa depanku yang suram karena hadirnya dirimu!'
Sudah jelas Arthit sedang membaca koran, masih pula ia bertanya.
"Koran."
Kongpob terkekeh. Arthit mau tak mau memberi atensi.
"Aku mohon izin untuk mengejar P'Arthit."
Lengkap dengan wai serta tundukan kepala. Sangat sopan.
Rasanya Arthit ingin membungkus pria itu dengan koran.
○○○
'Selamat siang, P'Arhit. Maaf mengganggu. Ini Kongpob, nomor siswa 0062. Mengenai taruhan kita kemarin, saya tunggu P'Arthit di Siam center sabtu ini pukul 10 pagi. Terimakasih.'
Arthit menatap ilfeel pada layar ponselnya. Sebuah pesan dengan nomor tak dikenal masuk dan membuatnya geli setengah mati. Bagaimana tidak, rasanya Kongpob lebih mirip berkirim pesan dengan seorang dosen atau apa. Terlalu sopan.
Ah, ia baru ingat jika tempo hari ia bertukar nomor ponsel dengan Kongpob saat perjalanan kampus kepantai. Tapi tidak seperti ini juga, yang ia tahu jarak usianya dengan Kongpob hanya berjarak dua tahun saja.
'Ok'
Itulah balasan Arthit.
'Terimakasih atas balasannya.'
Secepat kilat pula pesannya dibalas. Oh, Kongpob menyebalkan!
○○○
"Mohon izin, P'Arthit."
"Nhhh... cepat. Akkhh."
Entah apa yang mama Kongpob ajarkan, Arthit memang selalu kesal akan segala kesopanan Kongpob. Kasihanilah dirinya yang tak terbungkus apapun, terbaring pasrah, meneriaki Kongpob agar menuntaskan segala nya. Segera!
"Aku benar-benar minta izinmu, P'Arthit."
Lihat. Brengsek sekali bukan?
"Brengsek! Ghhh, lakukan! Aakh..."
Kongpob tersenyum senang, mengangguk. Membenarkan posisinya sekali lagi.
"Aaaakkkhh!!!"
Melengking, dibalik kesakitannya Arthit berkata 'akhirnya'.
"Permisi."
Mungkin inilah sisi kurang ajar Kongpob yang terbungkus aura kesopanan.
FIN
Holla~ Terimakasih sdh membaca 😀😀
Aneh bin gaje 😂
Akibat gabut jadilah ini.Apa mungkin cuma saya aja yg ngerasa karakter Kong itu sebenernya sopan banget 😅
Btw, saya kangen sotus 😂
Monggo Vomment 🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Crazy
FanfictionKongpob, Arthit dan kegilaan mereka. Cuma tulisan-tulisan random dengan kadar kegajean yang tinggi. Drabble Collections. Story by Harasu. Sotus Belongs to Bittersweet. Warning! Boyslove Story.