iii.

663 152 11
                                    

─

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“TERIMA kasih.”

“Kenapa Om bilang terima kasih?”

Chimmy mengernyit dengan tangan membuka untuk menerima kantong plastik putih kecil berisi empat kotak susu melon yang disodorkan Taehyung.

“Ya ... terima kasih saja.” Taehyung garuk-garuk jidat.

Tidak mungkin dia mengatakan pada anak kecil yang asing ini, bahwa alasan terima kasihnya itu karena sudah membantu mengeksekusi dirinya dari hadapan wanita serupa iblis tadi. Terlalu kasar kedengarannya nanti.

Lagipula anak kecil yang diketahui bernama Chimmy—nama yang aneh menurut Taehyung—ternyata tidak rewel dan cengeng. Dia tidak banyak mau, dan tampaknya tidak tertarik dengan permen warna-warni yang dipajang di dekat kasir.

Singkatnya, Chimmy tidak merajuk minta apa-apa kecuali susu melon saja.

Sebenarnya Taehyung rela-rela saja kalau Chimmy mau belanja lebih. Dompet Taehyung gendut oleh kartu-kartu kredit, jadi tidak masalah. Hatinya sedikit melunak melihat usaha Chimmy yang memang murni untuk papanya.

Taehyung menyempitkan ruang langkahnya sebisa mungkin, karena kaki-kaki kecil Chimmy sulit mengekorinya.

Chimmy tadi sempat berlari-lari menyusul Taehyung yang sudah terlampau jauh di depan. Sekarang mereka sudah bisa berjalan beriringan.

“Chimmy, mana papamu?”

“Di tempat Om makan tadi.”

“Restoran?”

Hu-um.”

Taehyung menepuk jidat. Tangan besarnya menggamit tangan sekecil bola ping-pong itu dan menariknya untuk putar haluan. Lift-nya ada di arah sebaliknya, mereka harus putar balik kalau mau naik lift.

“Kenapa tidak bilang dari tadi?”

“'Kan Om tidak tanya.”

Bola mata besar polos anak kecil itu membuat gigi Taehyung bergemeretuk gemas, ingin sekali dia melempar Chimmy dari puncak gedung.

Untung kamu imut.

“Ya sudah. Om antar kamu kembali ke sana.”

Senyum lebar merekah di wajah bulat Chimmy.

Sepanjang perjalanan, sesekali dia berjalan berjingkrak-jingkrak usil melompati kepingan ubin lantai tanpa menyentuh garis, atau tidak dia melangkah lebar-lebar untuk menginjak ubin berwarna merah bata saja, atau berjalan melangkahi dua ubin sekaligus.

Taehyung memegang erat-erat tangan kecil Chimmy. Takutnya anak hiperaktif itu tiba-tiba tergelincir, jatuh, luka, pingsan.

Masalahnya, ini anak orang. Taehyung tidak mau bertanggungjawab untuk segala kemungkinan buruk yang mungkin menimpa.

“Itu! Papa suka itu!”

Chimmy menarik-narik lengan Taehyung dan menghentak-hentakan kakinya agar Taehyung berhenti berjalan.

Taehyung tidak mengindahkan perkataan Chimmy, jadi dengan kesal, Chimmy menarik dan menancapkan kukunya di pergelangan Omnya dan sudah ancang-ancang siap gigit.

“Iya, iya!”

Taehyung dengan setengah hati mengikuti langkah anak kecil yang lari dengan semangat menuju salah satu stan berisi pakaian bermerk.

Chimmy berjinjit dan meraih lipatan baju di salah satu rak.

“Ini, Om. Papa suka baju seperti ini.”

Baju putih berlengan panjang dengan motif garis-garis biru melintang, ukuran kecil.

Taehyung nyaris tertawa terbahak kalau saja ia lupa bahwa yang dia hadapi ini adalah anak kecil yang usianya mungkin baru lima tahun.

Taehyung mengelus rambut hitam lelaki kecil imut itu dengan sayang, tersenyum memaklumi logika anak usia sekian.

"Papamu tidak mungkin pakai baju seperti ini.”

Yang benar saja. Baju itu kecil, Taehyung saja tidak yakin muat dibadannya. Apalagi dipakai seorang bapak-bapak? Mana warna bajunya mentereng begitu.

Chimmy cemberut, bibir mungilnya dimajukan, “Sungguh! Papa senang pakai baju garis-garis seperti ini!”

“Memangnya muat?”

“Iya! Papaku badannya kecil.”

Taehyung menyipitkan mata tidak percaya. Kata-kata anak kecil tidak pernah bisa dipegang, “Namanya bapak-bapak tidak mungkin pakai baju begini. Ini baju perempuan.”

Chimmy menghentak-hentak kaki sambil menggeleng kesal,

“Papaku beda! Teman-teman Chimmy bilang papa Chimmy itu cantik!”

Bapak-bapak? Cantik?

Perpaduan yang terdengar tidak etis membuat gambaran waria berbadan kekar berotot dengan kumis dan janggut tebal yang sedang tersenyum genit melintas sekilas di pikiran Taehyung.

Taehyung meringis geli dengan pikiran nistanya.

Sinting memang. Ada yang tidak beres ini.

“Sungguh! Papaku suka baju seperti ini ... ” Chimmy masih bersikeras, sambil mengibar-ngibarkan baju yang sudah kusut tidak berbentuk karena mereka pegang-pegang sejak tadi.

Taehyung mendengus seperti banteng. Punggung telunjuknya ia pakai untuk menyapu air liur di perpotongan bibir bawah dan dagu Chimmy.

Finalnya, ia tetap membeli baju bergaris yang harganya lumayan itu karena sudah malas berargumentasi dengan anak kecil semacam Chimmy.

Kotak pembungkus originalnya dibuang dan diganti kotak cantik berwarna hijau muda dengan pita silver. Kenapa warna hijau muda? Chimmy bilang, biar sama dengan warna susu melonnya.

Taehyung ingin protes, kenapa tidak sekalian cari baju warna hijau? Tetapi dia memutuskan untuk tidak menyuarakan pikirannya yang mungkin memancing masalah merepotkan baru.

Taehyung memendarkan matanya ke penjuru restoran tanpa pintu itu sambil berkacak pinggang dan melengkungkan badan untuk peregangan otot ringan. Melelahkan juga ternyata.

Momen-momen merepotkan seperti ini yang membuatnya malas berkeluarga. Hubungan cinta yang diisi kata-kata mesra omong kosong dan gombal lebih mudah dan praktis dijalani.

Hanya perlu modal uang dan nafsu saja.

“Nah, mana papamu?”

“Astaga, itu CHIMMY!”

CYNOSURE; vminWhere stories live. Discover now