vii.

1K 155 53
                                    

—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

JARUM jam jauh belum menapak tengah hari saat Taehyung meninggalkan kamar mandi.

Badannya masih dibungkus sehelai bathrobe yang talinya tidak tersimpul ketika dia mengaktifkan laptop yang teronggok membuka di atas kasur.

Ujung jarinya mengetuk-ngetuk pinggiran keyboard menunggui halaman browser untuk membuka, sembari berharap supaya pendingin ruangan yang menempeli dinding cepat mengeringkan rambutnya yang basah.

Dia tidak senang melihat air sisa-sisa mandi sebiji kacang hijau jatuh dari rambutnya mengenai keyboard-nya, tetapi dia juga malas untuk ambil handuk kecil dan keringkan mahkotanya.

Badannya juga masih basah-basahan telungkup di kasur.

Gampang kalau laptop hang, tinggal beli yang baru.

Dagunya menumpu di kepalan tangan, matanya sayu mengawasi teliti tiap review dari pembaca.

Notifikasi lainnya dia abaikan dulu. Sanjungan dan cinta dari penggemarnya bisa dibaca nanti. Kritikan mengenai tulisannya lebih menantang buatnya.

Tidak sabar juga dia mengumumkan akan terbitnya buku baru. Editornya yang sudah menjadi rekan akrabnya beberapa hari lalu mengirim e-mail pasal rampungnya perbaikan di tulisannya.

Muka layu Taehyung sedikit mekar mengingat itu.

Padahal baru selesai mandi, tetapi mukanya masih kusut dengan bibir maju satu senti. Ditimpali dengan kakaknya yang tiba-tiba menelepon dan meminta tolong menambah condong maju bibirnya.

“Masih pagi ini, Joon. Sarapan saja belum. Sore sajalah.”

Sayangnya argumennya tidak didengar baik oleh penelepon di seberang.

Tolonglah, Tae. Semua file ada di situ, butuh sekarang.

Taehyung meneleng ke kiri sambil menggigiti sisi dalam pipinya menyimpan rasa sebal. Matanya memandang hina Hardisk warna koral milik Namjoon ada di atas meja nakas di sebelah lampu tidur.

Bisa-bisanya benda sedemikian penting ketinggalan.

“Ambil sendiri.”

Taehyung hanya mengulur waktu saja sebenarnya.

Tangannya terus menggeser kursor, scrolling sampai halaman bawah, membaca sekilas-sekilas karena sadar bahwa mau tidak mau, perintah kakaknya adalah absolut dan tawar-menawar apapun tidak lagi mempan.

Sepertinya rencana menghabiskan seharian untuk mengetikkan komentar pendek buat penggemarnya perlu ditunda lain waktu.

Aki mobil soak.

“Ada taksi.”

“Yaelah, pelit sekali sama kakak sendiri.

Taehyung mendesis dengan kening berlipat, “Bicaranya begitu. Padahal aku terus yang traktir selama kau menginap di sini.”

Namjoon terkekeh-kekeh saja di seberang.

Taehyung menyipit kesal melihat foto kakaknya terpampang di layar ponsel yang berbaring di sebelah laptop. Namjoon pikir itu lucu untuk menginterupsi kegiatan bersantai adiknya. Kakak sialan memang.

Taehyung melenguh panjang sebelum ambil pilihan, “Oke, tunggu sedikit lama. Rumahmu jauh.”

Sip.”

Cukup dari suaranya saja, Taehyung mengetahui kakaknya sedang tersenyum lebar dengan puas. Pasti.

Sekalian bawakan ramen yang kutinggal di dapur.

“Ramen?”

Taehyung menautkan tumitnya di udara dan mengepak betisnya naik-turun seperti gerakan ikan duyung, mengorek memori tentang ramen. Dia tiba-tiba tertawa mengingat sesuatu.

“Oh, itu punyamu? Sudah kumakan itu.”

Muntahkan cepat! Tidak ikhlas aku.”

“Kau ke sini dua minggu lalu. Mana mungkin kubiarkan ramen cantik di atas kulkas tidak dijamah selama dua minggu.”

Bahasamu itu.

Taehyung senyum, dia baru merasa bibirnya ketat oleh udara dingin ac. Mau tersenyum saja sulit saking kering kulit bibirnya. Satu mili lagi dia menarik senyum, maka pecahlah kulit bibir.

“Sampai jumpa.”

Ibu jari Taehyung menekan ikon merah tidak tunggu-tunggu respon jawaban dari Namjoon.

Taehyung berbaring sebentar dengan tangan direntangkan, tarik napas buang napas berat secara teratur melawan nafsu untuk proskrastinasi dan tidur lagi. Matanya sudah terpejam-pejam diserang kantuk.

Mengantuk kalau disuruh mengerjakan sesuatu, tetapi segar ketika meluncur di dunia maya adalah definisi dari Taehyung. Dan Namjoon pun kenal sekali dengan sifat anak itu.

Dia melarikan diri ke dapur setelah log off dari akunnya. Taehyung tidak mematikan terlebih dahulu, memilih langsung menekan punggung layar laptopnya sampai menutup sempurna—dengan kejam pula.

Angin dingin artifisial meniup dadanya yang sedikit terekspos begitu dia membuka pintu kulkas.

Pandangannya merendah meneliti objek yang tidak tertata satu persatu.

Kelopak mata membuka lebih lebar setelah maniknya menyorot sesuatu di rak sempit belakang pintu, di bawah rak deretan telur.

Susu melon, ukuran besar.

Taehyung tidak merasa pernah membeli susu melon ukuran begitu, jadi pasti kakaknya yang belanja bersamaan dengan ramen dan seikat brokoli asing di rak lain.

Wajah bulat dengan mata besar berbinar milik anak kecil berkemeja kuning yang dia temui di mal beberapa minggu lalu membayang lagi di benaknya.

Setelah itu wajah cantik tanpa ekspresi milik papa—si anak kecil—ikut bermain di pikirannya.

Bagaimana bisa dilupakan?

Sudut-sudut bibir tipisnya tertarik ke atas.

Senyumnya kali ini jauh lebih lebar dibandingkan terakhir kali. Bibirnya yang mengetat seolah tidak terasa, sampai kulit kering bibirnya benar-benar pecah pun senyumnya masih enggan luntur.

Jari-jari kecil Chimmy yang kewalahan mencengkram kuat jari telunjuk besar milik Taehyung,

Tangan kecil, tembam dan pucatnya Jimin dalam genggamannya ketika mereka berjabat,

—keduanya masih terasa hangat.

Tawanya beriak, sadar bahwa dia terlalu lama memandangi telapak tangannya sendiri, berimajinasi tangan putih susu yang jari manisnya dilingkar cincin itu menggenggam tangannya balik.

Ini lucu sekali.

Walaupun benar, tidak sudi Taehyung kalau harus mengakui todongan kakaknya perihal dirinya mungkin, mungkin menaksir Jimin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 09, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CYNOSURE; vminWhere stories live. Discover now