2. AKU DAN WARNA

20 8 0
                                    

Warna yang sebenarnya kelabu, terlihat berwarna di mataku, bukan menghapusnya lalu mengganti warna, tetapi bagaimana caraku mengubah warnanya tanpa air mata.

"Heii!!??? Bangun!!? Bangun!!??"
Suara itu menarik kelopak mataku agar terbuka lebar. Mataku mencoba melihat lebih jelas di sekitarku.

Bbyyuuuurrrrr
Belum sempat melihat dengan jelas, serangan air seperti biasanya melompati wajah dan tubuhku, sehingga basah kuyup.

Seorang wanita paruh baya berambut hitam tebal itu melempar ember asal seperti biasanya sesaat setelah ia menyiramkan air kepadaku.

"Cepat!!? Kau tau apa yang harus kau kerjakan!!"

Aku menghirup nafas dalam, dan langsung bangkit dari situ.

*

Matahari belum muncul dari tempat peraduannya, sepucuk cahaya pun belum terpancar dari sang Raja Pelita itu.

Suara aliran sungai yang deras menjadi pengiring senandungku setiap subuhnya.

Ya, aku pergi ke sungai untuk mencuci pakaian seperti biasanya. Terlalu pagi bagi seorang remaja untuk bangun dan mencuci pakaian, tapi untukku itu adalah olahraga yang mungkin tidak didapatkan oleh beberapa orang di kota.

Belum siap sampai di situ, pekerjaan rumah lainnya harus kukerjakan dengan cepat.

*

"Siapkan sarapan, cepat!!??" Suara itu selalu menggetarkan gendang telinga.

"Baik,"

"Hei jangan lupa, piring juga dicuci!!?? Udah numpuk!!??" Suruhnya dengan nada tinggi.

Kalau nadanya sudah seperti itu, aku tak berani mengeluarkan suara. Aku hanya mengangguk dan langsung melakukan apa yang diperintahkan.

"Hei, siapkan juga air untuk mandinya wanita tua itu!! Cepat?!!"

"Baik,"

Wanita tua. Dia nenekku, ibu dari bibiku, dia sudah terlalu tua, dan pendengarannya juga sudah terganggu. Bahkan, nenekku tidak bisa berbuat apa-apa kalau bibiku memukuliku. Ia keseringan duduk di teras, dan tak tahu apa yang sering dilakukan bibi kepadaku di dalam rumah.

"Ah, bau apa ini??!! Hei ini gosong!!"

Bibiku datang dan lamunanku buyar seketika, teringat bahwa aku sedang menggoreng telur. Aku langsung mematikan kompor, dan mengangkat telur gosong itu.

"Kau dari tadi ngapain sih??!! Bicara sama bawang??!!"

Aku hanya diam, dan memasukkan telur baru ke penggorengan.

"Dasar!!"
Ia pun melangkah ke luar dari dapur sesaat setelah ia melempar sendok yang ada di atas meja ke arahku.

Aku hanya diam dan melanjutkan perkerjaanku untuk mencuci piring yang luar biasa banyak.

Aku tak mengerti kenapa bibiku sampai sekasar itu. Mungkin ini juga berhubungan dengan mantan suaminya. Ya, bibiku seorang janda. Aku tak ingat di mana aku saat bibiku berpisah dengan suaminya.

Aku mendengar suara air yang tumpah.
"Ah, gawat!"
Aku melihat air yang kurebus sudah tumpah, aku langsung mematikan kompor, dan membereskannya.

"Untung bibi tidak menyadarinya," batinku.

Tunggu, aku mencium bau asap rokok. Perlahan aku menoleh ke belakang.

"Mampus aku,"

"Kenapa kau matikan kompornya??!! Nyalakan terus sampai rumah ini terbakar sekalian, dan setelah rumah ini terbakar, kau akan jadi gelandangan!!?"

STAY HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang