8. TAKUT

20 4 0
                                    

Aku hanya takut, itu berarti aku tak punya secercah keberanian. Jadi, rasa itu membuatku merasa hidup seorang diri.

Aku melangkahkan kakiku menuju rumah. Aku membuka knop pintu yang sama sekali tidak terkunci.

Aku terkejut saat semuanya terlihat baik-baik saja, meja tidak terpelanting, kursi juga demikian.

"Kenapa semuanya tidak terlihat berantakan seperti kejadian yang kulihat tadi?" Batinku.

Aku tidak mungkin salah lihat. Seharusnya ruangan ini berantakan karena ulah bibi. Aku melihat setiap sisi ruangan itu memastikan bahwa kejadian tadi memang nyata.

Aku terus memperhatikan dan melihat sebuah pecahan piring terletak di atas lantai.

"Apakah bibi merapikannya seperti semula supaya aku tidak tahu apa yang dilakukannya?"

Aku mencoba membuka pintu kamarnya, tapi terkunci. Mungkin bibi tidur di dalam.

***

Aku melakukan pekerjaanku pagi-pagi sekali. Mencuci pakaian, mencuci piring, dan membuat sarapan.

Aku bergegas pergi ke sekolah dan membuat surat berisi tulisanku bahwa aku pergi ke sekolah, dan meletakkan surat itu di atas meja ruang tamu.

Fero menyarankan agar aku berpura-pura tidak tahu apa yang dilakukan bibi kemarin.

Aku berharap bibi membaca suratku itu, dan berfikir kalau aku pulang malam itu dan dia berfikir kalau aku tidak mengetahui apa yang dilakukannya kemarin.

Aku mengeluarkan sepedaku dan cepat-cepat pergi dari situ.

"Tresya!!"

Aku mendengar suara Fero, dan menoleh.

"Ya, Fero!"

Aku memperlambat laju sepedaku.

"Fero, mana Alika? Dia tidak bersamamu?"

Aku tak melihat Alika ada bersamanya.

"Kau memang tidak mengingat kejadian waktu itu Tresya?"

"Kejadian yang mana?" Aku masih bingung.

"Kejadian Alika yang mendorongmu ke sungai,"

"Mendorongku?"

"Kau ingat saat aku mengatakan bahwa kau tidak sadarkan diri selama dua hari?"

"Ya, aku ingat itu. Oh, iya. Aku tidak sadarkan diri karena aku masuk ke sungai. Tapi..."

"Ya, Alika yang mendorongmu,"

"Tidak, Fero. Maksudku, Alika tidak mendorongku, aku hanya tergelincir," jawabku.

"Tresya, aku melihat kejadian itu. Kau berbincang dengan Alika, dan Alika secara sengaja mendorongmu. Aku langsung memanggil pertolongan untuk menyelamatkanmu yang hampir terbawa arus sungai,"

Aku diam seakan tak percaya bahwa Alika sengaja melakukannya. Aku mengayuh sepedaku lebih kencang.

"Sudahlah, kita harus cepat. Nanti kita terlambat ke sekolah," jawabku.

STAY HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang