7. KESIALAN

8 4 0
                                    

Sesial apa aku baginya. Aku hanya diam, menunduk, dan membisu, mengikuti semua yang dia mau. Tapi apakah aku ini baginya?

Tok!? Tok!? Tok!?

Aku mendengar suara ketukan pintu yang kasar.

"Hei!!? Tresya!!? Buka pintunya!! Cepat!? Aku lapar!!?"

Aku langsung berlari dan membukakan pintu. Aku melihat wajah bibiku yang marah.

"Bi... bibi dari kebun sayur?"

"Sudah tau, ditanya!!? Mana makanan?!"

Dia langsung masuk ke dalam rumah.

"Aku tidak masak, bi. Oh, bibi makan kue tar saja ya. Tadi Fero--"

"Ha aku tidak mau!!? Cepat buatkan makanan!!?"

Aku tak pernah mendengar bibiku berkata baik-baik. Kalau aku anak yang durhaka, mungkin saja aku akan pergi dari rumah dan meninggalkannya sendiri, dan memasak sendiri. Tapi aku tidak seperti itu, aku tidak akan membiarkannya sendirian.

"Hei!!? Melamun lagi!!? Cepat buatkan!?"

"I... iya bi," jawabku.

Aku langsung berlari ke dapur dan langsung mengambil telur yang hanya sisa satu di dalam lemari pendingin.

"Aku harus ke pasar" gumamku.

Aku melanjutkan kegiatanku untuk memasak, dan seketika aku mendengar suara bibiku bicara dengan volume suara yang kecil.

Aku menghentikan pekerjaanku memastikan bahwa aku memang benar-benar mendengar suara bibi yang sedang berbicara. Mungkin, ada tamu yang datang.

Aku langsung menaruh telur di atas piring dan menyiapkan nasinya juga. Aku melangkah ke arahnya, dan melihatnya bicara-bicara sendiri. Ia duduk di kursi itu dan tak ada teman bicaranya.

"Tamu? Tidak ada orang di sini," gumamku.

Dia bicara hal yang tidak jelas dengan mata tertutup dan kepala yang mendongak ke atas.

Masih sama, keadaannya masih dalam posisi duduk di kursi.

"Kenapa bibi seperti orang yang tak waras?" Batinku.

Aku langsung meletakkan makanan itu di atas meja, dan menyentuh pundaknya pelan.

"Bi, bibi bicara apa?"

Ia membuka matanya seakan terkejut melihatku. Spontan aku menjauh.

"Bukan apa-apa!!? Sudah!! Menjauh dariku!!?"

Dia mulai menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.

"Em, bi. Aku... aku ingin..."

"Bicara dengan jelas!!?" Ia membentakku.

"Aku... ingin membeli bahan makanan bi, telur sudah habis,"

Ia melemparkan uang yang tidak banyak ke arahku.

"Pergi cepat!!? Menjauh dari hadapanku!!?"
Katanya sesaat setelah ia menelan makanan yang dikunyahnya.

***

Aku memainkan kakiku di dalam air. Ya, aku duduk di pinggir sungai saat ini. Merenungi kejadian demi kejadian yang kualami.

"Apa aku memang seburuk itu?" Gumaman ku tak berhenti-henti.

"Tresya!"

Aku mendengar suara familiar dan dengan cepat aku menoleh.

"Ada apa Tresya? Kenapa kau menangis?"

STAY HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang