Seminggu berlalu. UNBK terlaksana lancar tanpa kendala. Selesai sudah selesai semuanya. Bayangan semu itu terulang.
Aku menatap Yowel yang duduk disebelahku dengan fokus pada ponselnya. Sudah dua minggu aku kalang kabut karena hubunganku dengannya yang memburuk. Sebenarnya setiap hari kami bertemu, tapi hanya sekadar menatap dari jauh. Tidak ada percakapan. Hambar. Seolah perasaanku mati.
"kamu ngapain?" tanya Yowel.
"liatin kamu" kataku spontan.
Dua minggu pula ini terbesit satu pikiran. Putus. Entah apa yang terjadi padaku. Rasanya aku ingin mematikan saja hubunganku dengan dia. Toh aku saja tidak berefek apapun pada dia. Apa salahnya?
"aneh kamu" kata Yowel
"aku lagi mikir deh" kataku tak mempedulikan katanya.
Aku ini anak kelas 9, pasti cinta-cinta yang aku rasakan ini cuma cinta monyet. Lagian ada hal yang perlu aku fokuskan sekarang. Aku harus lulus dan masuk SMA negeri. Aku tidak mau hubungan ini menghambat kesuksesan aku dan Yowel yang akan berjalan didetik-detik ini.
"mikir apa?"
"ya aku lagi mikir"
Yowel menautkan kedua alisnya saat menatapku.
Lagipula aku akir-akir ini pening. Pikiranku melayang kemana-mana. Lusa kemarin aku mendapat kabar kakek ku meninggal, tadi pagi aku dapat kabar kakak ipar -bukan kandung-melahirkan prematur namun bayinya tak tertolong, belum lagi ancaman Bang Fram yang menuntutku harus masuk SMA negeri.
Aku merasa aku tertekan sana-sini, sebelum berperang. Belum lagi hubunganku yang renggang dengan Yowel, membuatku berpikir dia sibuk dan aku tidak punya lagi sandaran. Aku stress berat sebelum waktunya.
"mikir apa sih?" kata Yowel penasaran
"gimana, kalo misalnya udahan?" aku memandang tepat dimanik matanya.
Tidak akan terpikirkan olehku, bahwa aku akan merasakan sakit hati,patah hati,kehilangan,atau yang semacamnya, ketika aku harus mengakiri hubunganku dengannya. Semuanya bener-benar hambar.
"jangan udahan dulu, biar aku bisa bantu pikir"
Aku diam. Dia tidak peka.
Aku hanya lelah. Lelah menghadapi semuanya. Semua tekanan batin yang menimpaku disaat-saat aku butuh dukungan, butuh sandaran. Kekanakan? Memang. Aku merasa umurku ini memang masih dibawah dari kata dewasa. Aku baru menginjak kata remaja. Artinya aku masih labil. Emosi, perasaan, semua labil.
"bukan itu" kataku, tidak ada raut tawa. Aku memasang wajah super seriusku.
"terus?"
"aku pikir kita udahan. aku sama kamu. udahan"
Yowel menatapku terkejut. Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Detik berikutnya, matanya tiba-tiba menatapku nanar.
Dia membuka mulut, tapi menutupnya kembali. Aku tahu betapa kecewanya dia.
"kenapa?"
"ya nggak apa-apa. aku pikir kita harus sama-sama fokus."
Ini sinetron. Aku banyak mendengar kata-kata yang aku ucapkan disetiap mama menonton sinetron di tv-tv. Aku tidak kepikiran apapun. Semuanya dengan mulus keluar dari mulutku tanpa aba-aba.
"yaudah." katanya pelan. seakan pasrah. Aku pikir ada kata-kata pencegahan atau kata penolakan. Jujur, aku kecewa.
"makasih buat semuanya dan maaf buat semuanya." kataku, seakan ada batu yang menghantam dadaku setiap aku melihat raut wajahnya. Aku tidak menyangka perasaanku jadi begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Natala
Teen FictionNata dan Yowel itu sejoli yang menurut seisi sekolah cocok. Meskipun tidak menemukan suatu keromantisan dalam hubungan mereka, banyak yang mendukung hubungan mereka. Sampai suatu hari, entah apa yang terjadi. Nata dan Yowel saling menjauh. Tidak te...