9

14 8 4
                                    

Pagi hari yang kalut menurut versiku adalah ketika aku bangun pagi dengan semangat lalu mandi tanpa pikiran apapun dengan bergegas memilih baju lalu turun ke ruang tamu dengan senyuman yang sudah lumayan lama tidak aku rasakan, lalu menuju ruang makan dan mendapatinya kosong. Kursi kosong. Meja kosong. Hanya ada beberapa helai roti dan selai juga teko berisi air putih, piring beserta gelas dan alat makan lainnya. Aku menghela nafas kasar.

"Ma.. Bang??" panggilku keras.

Tak ingatkah mereka bahwa hari ini adalah hari pendaftaranku ke SMA? It's okelah aku tahu keadaan memang belum benar benar stabil. Perceraian resmi dilakukan seminggu kemarin. Memang masih terlalu baru. Tapi selama seminggu inipun aku tidak melihat tanda tanda kehidupan dirumah ini. Selalu sepi.

Kami tidak pernah makan bersama. Tidak pernah berbicara mengenai hal rileks ataupun sekadar pergi jalan jalan selama liburan ini. Benar benar membosankan.

Aku? Aku sudah mengiklaskan semuanya. Aku tidak mau repot repot terbayang bayang semua sakit hati dan kehancuran. Aku sudah cukup muak. Tidak ada ruang lagi untuk memikirkan semua itu. Sekarang aku harus fokus dengan apa yang telat aku pikirkan. Aku harus memulai hidup baruku. Masa SMA. Meski tanpa papa. Meski tanpa Yowel. Meski tanpa liburan mengesankan sebelumnya. It's oke. Semuanya bisa ku atasi tanpa menunjukan semwarut diwajahku disetiap harinya.

Tapi mama benar benar berbeda. Mama jadi pribadi yang jarang keluar kamarnya. Mengapa aku tahu? Karena aku jelas sengaja jika aku ingin menonton tv, aku memilih menonton diruang keluarga tidak dikamar, karena aku ingin tahu bagaimana perkembangan kedua orang yg ada dirumah ini selain aku. Yaitu mama dan abang.

Mama hanya keluar jika waktunya memasak, lalu ia makan terlebih dahulu dan menyuruh kami makan. Tapi kami lebih sering makan delivery, aku yakin mama sangat enggan sebenarnya untuk memasak disaat kondisinya yang seperti ini.

Tapi inilah yang terjadi. Mama benar benar terpukul. Kalau anak muda jaman sekarang menafsirkan, bahwa mama kecewa akan pengkhianatan papa dan mama gagal move on. Haha, seperti itulah. Tapi aku coba untuk memakluminya.

Begitupula abang. Dia jarang dirumah. Dan aku yakin dari setiap kepergiannya, itu sesukanya. Tanpa ijin mama. Aku yakin, karna mama sering bertanya dimana abang. Dan jikalau abang dirumah pun dia lebih sering dikamarnya. Sering aku mendengar keributan dari kamarnya. Entah dari radio atau dari PS nya yang -menurutku sengaja- keras.

Yah begitulah, keluargaku jadi lebih hancur. Tapi aku berusaha untuk tidak terbawa suasana dengan apa yang menimpa keluargaku. Aku berusaha masa bodo dengan semua respon anggota keluargaku.

Tapi ini benar benar keterlaluan menurutku. Sudah seminggu penuh tapi mereka tetap seperti ini. Egois. Sejak kapan istilah ego ini diterapkan dirumah ini? Aku benar benar jengkel. Aku berjalan kekamar abang dan menggedor gedor pintu dengan keras.

"banggg!!! bangun dong, gainget apa Nata sekarang pendaftaran!!! jahat banget sih" kataku keras.

Lalu mama buru buru keluar dari kamarnya Padahal aku belum gedor pintunya.

"aduh Nata maafin mama ya, mama bener bener lupa. yaudah makan roti dulu ya biar mama siapin" ujar mama. Dengan, seperti biasa. Mata bengkak. Mama berjalan terburu buru ke dapur. Aku geleng geleng.

Lalu abang keluar dari kamarnya dengan setelan yang sudah rapih. Dia langsung mengacak rambutku dan tertawa mengejek.

"inget ko Nat, inget. masa abang lupa"

Kami pun berjalan kedapur. Melihat mama yang sibuk menyiapkan roti selai dan menuang air putih.

"mama jangan langsung kekamar. disini aja. kita makan bareng" kataku cepat ketika mama bergegas pergi setelah usai menyiapkan sarapan paling simple.

NatalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang