Pandangan Pertama

26 0 0
                                    

Lian nanti malam nonton dangdut kan di lapangan desa?

Suara bertanya Nangi di sebelahnya membuat gadis bernama Lian menoleh, berpikir sejenak sebelum menjawab.

Enggak tahu deh, nggi, aku nggak enak sama warga desa. Abisan aku kan bukan asli sini, mamaku yang asli sini.

Lian menjawab, tangannya sibuk menggambar di buku sketsa cokelatnya. Nangi menoleh heran, kepalanya digeleng-gelengkan. Rambut keriting gantungnya pun ikut bergoyang mengiringi keheranannya.

Lian ku sayang, enggak enak kenapa sih, warga justru penasaran dan pengen akrab sama kamu, yuk ah datang. Nanti malam, aku jemput kamu. Kamu ikut yah.

Nangi berucap tegas, Lian mendelik menatap sepupunya yang seusia dengannya. Tangannya pun berhenti bergerak. Pikirannya menerawang, memikirkan bagaimana nasibnya nanti.

Yaudah li, aku pulang dulu yah, mau mandi, nanti aku samper.

Nangi pun bangkit berdiri, menepuk pundak Lian 2x, lalu berlalu pergi. Sementara Lian, dia masih terdiam di tempat, rada malas untuk bersiap-siap. Lebih banyak khawatirnya dibanding rasa antusias.

-

Nangi menatap dirinya antusias di depan cermin. Tatapannya masih ragu, berkali-kali ia menggonta-ganti pakaian yang dipakainya. Berusaha menemukan satu yang cocok, namun ia selalu merasa belum menemukan yang tepat. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 7 saat matanya menatap jam. Nangi melotot kaget, tak sangka untuk memilih baju pun membutuhkan waktu satu setengah jam.

Aku pake baju ini aja deh.

Ujarnya, setelah berkali-kali kebingunhan memilih. Baju dengan lengan menggembung dan celana jeans panjang semata kaki menjadi pilihan akhirnya.

Lian dan nangi adalah dua orang yang sangat bertolak belakang sifatnya. Nangi bersifat ceria dan mudah bergaul, sementara Lian lebih pemalu dan cenderung banyak khawatirnya. Nangi berharap kesempatan ini bisa membuat liburan sepupunya menjadi menyenangkan.

Nangi pun bergegas pergi setelah mengambil tas kecil untuk handphonenya. Rumahnya yang saling bersebelahan membuatnya tidak kesusahan menjemput Lian.

Budee, Nangi datang.

Sahut Nangi lantang, seorang wanita paruh baya pun menghampirinya seraya tersenyum. Nangi pun menyalami bude nya tersebut, yang merupakan ibu dari Lian.

Lian di atas nggi, hati-hati ya nonton dangdutnya. Lian masih siap-siap diatas.

Ucap budenya sembari menunjuk lantai atas, dimana kamar Lian berada.

Oke bude, Nangi langsung keatas aja.

Kata Nangi yang lalu langsung beranjak ke atas, meninggalkan budenya setelah mengangguk mengiyakan.

Lian, lian... Aku tekaa.. Buka pintunee..
(Lian, lian... Aku sampai.. Buka pintunya..)

Nangi berujar, sembari mengetuk pinti kamar Lian berirama.

Ck
Klek

Pintu kamar terbuka, Nangi melongo melihat Lian masih mengenakan kimono.

Ujarku koe wis siap li, biasane koe wis rapih.
(Kirain aku kamu sudah siap li, biasanya kamu sudah rapih)

Nangi berucap kaget, melihat Lian yang hanya tersenyum mesem.

Iya, tadi aku kebanyakan mikir, ga dinyana waktu cepat sekali berlalu, tiba-tiba sudah jam setengah tujuh saja.
(dinyana-disangka)

KALAPUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang