what are we?

273 28 20
                                    

"Rindu itu aku, kamu, tidak ketemu." - @deelestari, ca. 2010-an

***

Danarjati Biru Neruda
Udah kelar?

Aku hendak membalas pesan Biru itu, tetapi Kak Nada, ketua UKM tari kami, ternyata sedang akan angkat bicara. Jadi, aku mengantongi kembali ponselku dan beralih ke dia.

"Duh, gue bingung mau ngomong apa lagi, tapi ya intinya sih kalo dari gue pribadi seneng banget dengan pencapaian kita tahun ini, sampe akhirnya dipanggil ke Barcelona " gumamnya tertawa.

"Ya semoga sih buat berikutnya UKM kita dapet anggota baru yang oke, biar kaderisasinya bagus terus, karena kan katanya selama ini kita salah satu UKM yang paling diminati, tapi konsisten gitu lho progresnya. Semoga sih tahun depan juga gitu, syukur-syukur dapet undangan lagi buat acara kayak kemarin boleh lah ya diaminin," dia melanjutkan.

"Amin, Kak, amin," gue menyahut. Isi pertemuan ini memang evaluasi perjalanan ke Barcelona, serta rencana program kerja semester depan, termasuk soal perekrutan mahasiswa baru dan proses seleksinya.

Kalau ada hal yang membuatku betah di UKM tari ini ya karena selain aku memang suka menari, aku juga dapat kesempatan mewakili kampus untuk cultural performance ke negara lain seperti trip kami ke Barcelona dua bulan lalu.

Walau ya memang ada konsekuensinya, seperti yang terjadi waktu aku pertama kali ikut UKM ini.

Aku lebih senang latihan dan membahas koreografi, akhirnya malah aku gagal di salah satu mata kuliah dan harus mengulang, plus kena tegur Ayah dan Bunda.

Selagi teman-temanku masih mengobrol ngalor-ngidul, aku mengeluarkan ponsel dan mengetik balasan untuk Biru.

Hera Citranti Wulan
santai aja, ru, ini masih rapat2 gitu

Danarjati Biru Neruda
sip, ini juga baru mau cabut dari kantin kok gue.

Hera Citranti Wulan
sama siapa aja?

Danarjati Biru Neruda
tadi ada anak-anak
cuma ini pada mau nonton

Hera Citranti Wulan
oh oke. tiati.

Danarjati Biru Neruda
siaaaap.

Random. Itu kata sifat yang diberikan ke Gisca ke aku. Setelah dia tahu aku dekat dengan Biru, tepatnya.

"Sejak kapan lo into cowok lebih muda?" tanya Gisca beberapa waktu lalu saat kami berdua nongkrong di kos-kosanku usai ujian.

Pertanyaan Gisca itu hanya bisa aku jawab
dengan mengangkat bahu.

"Gue sama Biru juga bedanya cuma setahun lebih dikit, emang masalah banget ya?" gue balik bertanya.

"Ya, nggak sih," jawab Gisca.

"Cuma uncommon aja, gitu?" tebakku. Dia mengangguk ragu-ragu. "Tapi bukan itu sih, Ra, yang jadi pertanyaan gue," dia meneguk teh susunya sebelum menatap gue. "Lo kan dulu sempet deket sama si siapa tuh... yang anak band,"

"Oh," kataku. "Cakra?"

"Nah, itu. Dari Cakra, trus belok ke Biru tuh gimana ceritanya?"

Aku tertawa. "Ya nggak ada cerita gimana-gimananya. Kan gue udah cerita situasi sama Cakra gimana," kataku.

"Intinya gue nggak mau ngarep banyak sama orang yang bahkan nggak sadar maunya apa. Jadi mending gue yang mundur sebelum berharap ketinggian."

Aku yakin Gisca pasti paham, karena dia-lah yang jadi tempatku bercerita sesaat setelah aku memutuskan untuk nggak melanjutkan apapun yang terjadi antara aku dan Cakra.

In the Mood for RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang