4th Day: Kindness

1.1K 213 12
                                    

Koutarou berulah lagi. Kali ini, dia merengek tidak mau pergi ke sekolah karena ingin makan yakiniku. (Name) benar-benar tak habis pikir, sebenarnya usia Koutarou itu berapa tahun?

“Apa maksudmu? Kau, ‘kan, bisa membelinya sepulang sekolah.” Sambil berkacak pinggang, (Name) berkata pada abangnya ketika melihat bahwa pemuda jabrik itu masih dalam balutan piyama sementara (Name) sendiri sudah mengenakan seragam.

"Aku mau adikku yang membelikannya untukku."

"Cerewet. Beli saja sendiri." (Name) membalas tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya, sementara tangannya sibuk membuat simpul pada tali sneakers.

Koutarou mengerucutkan bibir. “Apa kau tidak lihat? Aku masih kurang sehat begini—”

Ittekimasu!

BLAM!

(Name) yakin satu salam yang disertai bantingan pintu itu sukses membuat Koutarou bungkam. Sudah cukup. (Name) tak mau lagi mendengarkan keluh kesah abangnya yang konyol. Gadis itu mendengus sebal, masih tak habis pikir.

Sebenarnya yang ada di posisi ‘kakak’ itu siapa?!

***

(Name) melirik jam raksasa di atas gedung. Masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum bel sekolahnya berdentang. Jika saja ia tak langsung memotong ucapan Koutarou tadi, mungkin waktu yang tersisa untuknya hanya tinggal lima menit.

Meski peraturannya lebih ketat, tetapi (Name) bersyukur karena keputusannya untuk memilih SMA Nekoma—bukan SMA Fukurodani seperti Koutarou—sudah benar. Dengan begitu, (Name) tidak perlu lagi merasa khawatir akan direcoki abangnya atau mendengar celotehan konyol pemuda itu di sekolah. Sudah cukup di rumah saja.

Namun, sesungguhnya semua itu hanyalah alibi. Pemuda jangkung dengan model rambut jengger ayam itulah yang menjadi alasan utama (Name) memutuskan untuk masuk ke SMA Nekoma.

Omong-omong, apakah (Name) akan bertemu lagi dengannya hari ini?

Berasumsi bahwa hari ini akan bertemu lagi dengan si pemuda jangkung, (Name) mengeluarkan ponsel. Sementara satu tangannya memegangi ponsel, tangan lainnya membetulkan posisi jepitan rambut berbentuk pita di sisi kepalanya.

Yosh, sempurna.

Gerombolan manusia mulai bergerak menyeberangi zebra cross begitu (Name) kembali mengantongi ponselnya. Gadis itu baru saja menyadari bahwa lampu lalu lintas sudah berubah warna.

(Name) melirik sekilas ke belakang, tetapi ia tak menemukan sosok yang dicarinya. Sedikit kecewa, (Name) segera berlari kecil menyeberangi zebra cross.

Mungkin dia sudah pergi ke sekolah lebih pagi dariku.

***

"Semuanya jadi XXX yen. Terima kasih banyak." Pelayan wanita itu membungkuk ramah setelah menyerahkan satu bungkusan makanan pada (Name).

(Name) mengulurkan sejumlah uang, menerima bungkusan seraya membalikkan badan. Gadis itu melangkah keluar dari kedai yakiniku, kemudian berjalan di bawah rindangnya pohon sakura yang berjajar rapi di tepi jalan.

Langkah (Name) terhenti begitu dirinya tiba di tempat penyebrangan pejalan kaki. Lampu lalu lintas masih menampilkan warna merah.

"Tidak apa-apa, Kek. Lagipula tujuanku juga ke seberang sana."

Suara yang terasa familier itu tertangkap oleh indra pendengaran (Name). Gadis itu melirik ke arah suara, mendapati seorang pemuda jangkung sedang berjalan pelan bersama seorang pria tua. Sang pemuda meletakkan satu tangannya pada pundak pria tua yang terlihat rapuh itu untuk membantunya berjalan.

"Baik, kita tunggu di sini ya, Kek. Lampunya belum berwarna hijau."

Bak tersihir, (Name) tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun. Pemuda itu juga tampaknya tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya.

Begitu lampu lalu lintas berubah warna, pemuda jangkung itu menuntun sang kakek untuk menyeberang dengan hati-hati. (Name) menyusul di belakang, memperhatikan punggung bidang yang dilapisi blazer biru tua itu. Tanpa sadar, seulas senyum muncul di wajah (Name).

Wajahnya mungkin terlihat garang, tetapi ternyata dia cukup penyayang.

***

To be continued

Notice Me, Senpai! [Kuroo x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang